Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari, bahkan tahun demi tahun, telah Galih dan Alea lalui bersama. Sejauh ini, Alea mengaku tidak merasa ada yang aneh atau semacamnya pada Galih. Yang ia rasakan, tentu hanya kebahagiaan.
Omong-omong, tahun ini mereka sudah lulus kuliah! Kedua insan ini sempat mengalami masa LDR selama empat tahun. Galih kuliah di Swiss sementara Alea di Yogyakarta. Meski awalnya ragu, tapi mereka percaya, sejauh apapun raganya berpisah, hati tau kemana akan pulang.
Anyway, saking sering bersama Galih akhir-akhir ini, Alea sedikit kehilangan waktu bersama Arsen dan Trisa lagi. Bukan, bukan berarti ia tidak punya waktu untuk mereka! Hanya saja, jatahnya lebih sedikit. Tapi mereka tak terlalu mempermasalahkannya juga!
Galih selalu bersikap selayaknya pacar. Cowok itu tak pernah membuat Alea menangis lagi. Semenjak Alea bersama Galih, cewek itu selalu merasa bahagia.
Seperti malam ini.
Kedua pasangan remaja itu berada di sebuah saung dengan suara ombak sebagai suara pengiringnya. Betapa bahagianya Alea malam ini karena Galih mengajaknya ke Bali untuk liburan. Hitung-hitung refreshing, katanya.
Alea menatap langit malam ini dengan mata berbinar-binar. Takjub dengan semuanya.
Tak di sadarinya, bahwa Galih bukan menatap langit. Namun makhluk di sisinya.
Merasa di perhatikan, Alea jadi sedikit risih. "Kamu kenapa sih, ngeliatin aku terus?" Pipinya merah.
"Emangnya enggak boleh pacar liatin ceweknya?" Tanya Galih jahil. Alea memutar bola matanya hanya untuk sekedar menghilangkan rasa berdebar.
"Kan kamu yang ajak aku kesini buat liat langit malem. Terus kenapa jadi kamu liatin aku?"
"Karena selama ini, aku baru sadar."
"Sadar?" Alea menaikan sebelah alisnya heran.
"Iya. Sadar kalau ternyata kamu lebih cantik dari bintang malam ini." Galih mengusap rambut Alea.
Eaaaaaaaa .....
Kata-kata Galih nampaknya berhasil membekukan segalanya. Pipi Alea merah padam saking malunya.
Suara tawa Galih membahana di pantai yang hanya berisi mereka berdua ini. Alea menampar bahu Galih keras hinga cowok itu sedikit meringis.
"Aw! Sakit ih! Cewek tenaganya kayak domba garut!" Galih mengusap-usap bahunya.
Alea mendecak. "Lemah! Baru gitu doang udah sakit!" Ia menjulurkan lidah.
Merasa ditantang, Galih mengangkat tangannya dan mulai menggelitiki Alea hingga cewek itu tak mampu bernapas saking gelinya.
Matanya berair karena tawa yang tak berhenti. Namun, seperti tanpa ampun, Galih terus menggelitiknya.
Mereka berdua jatuh berhadapan dan saling tertawa gemas.
"Galih, ampun! Udah! Geliiii!!" Alea sibuk menahan tangan Galih sementara cowok itu sama sekali tak mengampuni.
"Bodo amat! Enggak peduli!" Galih menggelitiknya hingga puas sebelum akhirnya kasihan dan berhenti sendiri.
Napas Alea tak beraturan karena lelah tertawa. Sementara Galih menatap Alea yang tepat berada di bawahnya. Tatapan Galih berbeda. Dalam. Dan damai.
Kini, tawa Alea berganti dengan debaran menggila di dadanya. Perutnya seolah di aduk-aduk oleh sesuatu. Andaikan ia petasan, pastilah Alea sudah meledak!
Galih tersenyum hangat. Lalu berdiri dan duduk kembali seperti semula.
Alea ikut duduk di samping Galih dan terus berusaha menghentikan dadanya yang berdebar.
Hening meliputi mereka berdua. Namun bukan keheningan canggung.
Jantung Alea sempat berdebar karena Alea pikir ia akan dicium Galih barusan. Huft, untunglah hal itu tak terjadi!
Nampaknya, Galih mengerti pikiran Alea barusan. Maka, ia bicara. "Kamu pikir aku bakal ngapain kamu emang tadi? Nyium?"
Oh, tidak! Pipi Alea memerah lagi.
"Eng–enggak!" Alea menyembunyikan mukanya dari Galih.
Tertawa, Galih mengusap puncak kepala Alea lembut. "Aku ngapa-ngapain kamunya kalau udah halal aja ya?" Galih tersenyum jahil.
Mendengar pernyataan itu, Alea jadi lega. Ia tak perlu lagi khawatir Galih akan kurang ajar!
"Sekarang kamu percaya sama aku?"
Alea mengangguk. "Selalu."
***
"Anjir! Enggak nyangka banget ya enggak sih?" Trisa berbicara dengan penuh semangat.
Ketiga sahabatnya memperhatikan bagaimana ia bercerita. Kadang, bukan karena ceritanya yang lucu. Tapi ekspresi Trisa saat bercerita lah yang lucu!
"Gini loh," Trisa berdeham, memperbaiki posisi duduknya. "Alea, dulu kayak udah nyerah sama Galih. Kesannya kayak enggak ada harapan gitu. Eh, sekarang, enggak ada angin enggak ada hujan, kalian udah jadian aja!"
"Langgeng lagi," Arsen menambahkan dan Trisa mengangguk cepat.
Galih dan Alea tertawa bersama dan tak tau harus merespon apa.
"Gue jadi enggak sabar deh!" Kata Trisa tiba-tiba.
Sontak, Arsen, Alea dan Galih mengerutkan dahu. "Ngapain?"
Cekikikan, Trisa menjawab. "Dapet jodoh."
Keempatnya tertawa bersamaan.
Galih menatap gadisnya yang tertawa renyah. Dalam hati, lelaki itu bersyukur punya Alea dalam hidupnya.
"Enggak kerasa ya. Udah beberapa tahun semenjak Venus meninggal."
Suasana mendadak hening.
"Iya. Gue kangen," Arsen menyahut yang diikuti anggukan Alea dan Trisa.
"Tapi gue harus terimakasih sama Venus," Galih mendongak.
"Berkat dia, gue bisa ketemu sama bidadari secantik dan sebaik Alea,"
Mendengar hal itu, sontak saja Alea memeluk Galih gemas. Lalu mengguncang tubuh lelaki itu.
"Gemes banget sih!"
Keempat sahabat itu tertawa renyah. Lagi.
***
Yey! Galih sama Alea jodoh!! Aku cinta mereka :"
Satu chapter lagi selesai!!!
Kalau sempet, gue dabel apdet ya guys :)
Lots of Aice,
Kaylanyx.
YOU ARE READING
PHP
Teen Fiction{COMPLETE} Aku pernah merasakan rasanya terbang tinggi bersama sayap besar yang mengangkatku mendobrak langit. Aku senang berada di atas awan. Tapi bisakah kamu tidak pergi tinggalkan aku sendirian di atas awan. Tanpa kamu yang membawaku kesana.
