Masih di hari yang sama, Alea dan Galih telah berada di dalam bus. Mereka berdua berdiri saling berhadapan karena tak ada lagi tempat duduk. Sebenarnya ada, tapi mereka telah memberikannya pada nenek-nenek dan ibu hamil yang masuk.
"Lo kenapa sih suka banget nunduk? Lo tuh cantik. Keluarin diri lo supaya orang lain tau kalau lo itu cantik," Galih menatap gadis di hadapannya yang lagi-lagi menunduk.
Alea tak ingin mendongak karena ia takut Galih akan mengetahui pipinya yang sudah merah dan panas.
Iya, Alea memang anak yang sedikit introvert. Dia hanya berbicara pada orang-orang yang ia anggap bisa dipercaya. Lagi pula, Alea pemalu. Dia yakin, dirinya akan di–bully habis-habisan karena keanehannya itu.
Yang Alea lakukan hanya mengangguk. "Gue pemalu. Jadi, gue enggak mau liat orang-orang. Lagian percuma juga gue liat orang lain. Yang ada, gue dipandang aneh sama mereka,"
Galih menepuk kepala Alea. "Lo enggak aneh kok. Menurut gue, lo tuh– unik,"
Cobaan apalagi yang Kau berikan padaku Ya Tuhan?
Untuk menutupi gugupnya, Alea berusaha tertawa. "Unik? Lucu," gumam Alea dengan nada sarkastik yang sangat pelan hingga Galih tak bisa mendengarnya.
Badan Alea yang kecil jadi mudah terdorong-dorong oleh orang lain dibelakangnya. Sudah beberapa kali, Alea terdorong ke depan.
Galih yang melihat Alea pun akhirnya menarik Alea dan membawanya ke samping tubuhnya agar Alea bisa ia rangkul.
Yah, karena pegangan di atas bus sudah penuh, alhasil gadis itu tak bisa berpegangan pada apapun.
Alea perlahan mendongak untuk melihat Galih. Jantungnya langsung berdebar hanya dengan melihat wajahnya saja. Senyumannya mengembang begitu saja.
Galih menunduk sedikit untuk melihat Alea. "Al, ganteng gue enggak bakal ilang. Enggak usah dijagain gitu dong,"
Alea langung memasang wajah datar. "Geli tau enggak," Galih tertawa mendengarnya. "Gelian mana sama ini?" Tanpa aba-aba, Galih menggelitik Alea tepat di pinggang yang membuat gadis itu kaget.
"Galih, stop! Ini di bus!" Alea berusaha menahan tangan Galih sambil menghindar. Ia tertawa lepas.
Diam-diam, Galih memperhatikan tawa gadis itu dan ikut tersenyum juga.
Alea membuka matanya dan menatap mata Galih yang sungguh dekat dengannya. Jarak mereka hanya satu jengkal dan itu makin membuat dirinya menggila. Pipinya memerah karena melihat senyum Galih dari jarak super dekat.
Apalagi dengan tangan Galih yang masih berada di pinggang Alea. Sungguh, Alea mau mati sekarang juga!
"Neng, pacaran jangan disini! Enggak asik," mendengar hal itu, sontak mereka menjauhkan diri masing-masing dan berusaha kembali normal.
Walau nyatanya, Alea tak bisa bersikap normal.
Galih tertawa canggung pada semua orang yang melihat mereka tadi. "Romantis banget sih! Gue kapan kayak gitu?!" Telinga Alea mendengar celotehan dari beberapa remaja perempuan yang juga ada di sana.
Senyumnya mengembang dan pipinya semakin merah.
Alea melihat ke jendela dan mendapati bahwa mereka hampir sampai di halte rumah Trisa.
Tepat ketika bus berhenti, Alea ikut terdorong kedepan dan tangannya refleks memegang dada bidang Galih.
Cowok itu tersenyum dan membiarkan tangan Alea berada di sana hingga gadis itu malu. "G–Galih, maafin gue! Gue–gue enggak sengaja. Tadi gue mau jatuh terus–"
"Enggak pa-pa." Cowok itu memberi jalan pada Alea untuk keluar dari bis. "Ketemu besok?"
Pelan-pelan, Alea mengangguk dan segera keluar dari bus.
Ia berdiri diam memperhatikan bus itu hingga benda itu berjalan menjauh dari halte.
Ia menghela napasnya karena sudah lega jantungnya telah kembali normal.
Tak sabar rasanya ingin memberi tau semuanya pada Trisa!
***
"DEMI APA?!"
Alea mengangguk cepat dengan senyuman paling lebar. "Gue dikelitikin sama Galih, OMG!!! Orang-orang di bus sampe ngeliatin kita!"
Trisa ikut bersorak bersama Alea karena entah kenapa, Trisa juga jadi ikutan geli hanya dengan mendengar ceritanya dan membayangkan kejadian itu.
Trisa mendecak kagum. "Gila! Gue iri sama lo! Masa lo udah dapet jodoh cogan, sementara gue? Trisa si bule belanda belum dapet siapa pun?!"
Gadis itu tertawa mendengar keluhan sahabatnya. "Trisa, lo tuh cantik kali! Maksud gue, lo cantik dalam berbagai hal! Lo pinter, baik, cantik, berbakat lagi! Gue? Bisanya cuma ngayal doang," Alea tiba-tiba menunduk. Trisa menepuk pundak Alea.
"Lo juga cantik kok! Lo baik dan lo pinter! Selama ini, apa pernah lo dapet nilai jelek? Apa sih, mata pelajaran yang lo enggak bisa? Lo tuh jenius!"
Alea tersenyum tipis pada Trisa. Cewek bule itu memeluknya dan mengusap punggungnya. Tapi, tiba-tiba Trisa mengingat sesuatu.
"Kalau gue boleh tau, tadi lo di apain di BK ?"
"Gue di pecut!" Balas Alea dramatis. "SERIUS?!"
Alea memutar bola matanya malas. "Becanda doang, Trisa! Ya kali gue di pecut! Emangnya sekolah kita sekolah apaan?!" Trisa menghembuskan napasnya lega seraya mengusap dadanya. "Ih! Serius! Lo di tanya apa aja disana?"
Menghela napas, Alea mengedikan bahu. "Yah, gitu deh. Tadi Bu Ratna cuna tanya kenapa gue suka ngelamun terus suka ngayal. Terus dia juga tanya apa gue ada masalah. Tapi gue enggak mau cerita karena yah, gue takut Bu Ratna telepon Mama gue dan semuanya jadi makin kacau,"
Trisa mengehela napas. "Menurut gue, lo emang harus pulang deh. Bukan maksud gue mau ngusir lo ya! Gue seneng banget lo ada di rumah gue. Seenggaknya, gue jadi punya temen. Tapi, kasian keluarga lo. Walaupun kemarin mereka kayak gitu sama lo, tapi gue liat sendiri bahwa Tante Rita tuh bener-bener khawatir sama lo,"
"Mungkin Mama gue emang peduli. Tapi Papa gue? Apa dia juga peduli? Apa dia peduli kalau tangan gue merah karena tarikan tangan kasar dia kemarin?" Trisa bisa melihat mata Alea yang sudah berair.
"Al, dengerin gue deh. Gue enggak mau lo jadi anak durhaka karena lo kayak gitu sama orang tua lo. Gue yakin kok, meskipun mereka kayak gitu sama lo, mereka enggak bermaksud untuk jahat. Mereka cuma mau yang terbaik buat lo. Percaya sama gue,"
Satu tetes air mata sudah jatuh dari mata Alea. Trisa memeluk gadis itu sekali lagi dan berdiri. "Gue mau ambil makan siang buat lo. Laper 'kan?"
"Orang tua lo dibawah ya?" Trisa menggeleng. "Enggak sih. Tadi abis jemput gue, mereka balik lagi ke kantor dan pulang malem. Paling cuma ada Bi Yuli doang,"
Alea ikut berdiri. "Gue ikut ke bawah dong! Gue juga mau duduk di sofa ruang keluarga lo tau,"
Tertawa, Trisa mengangguk. "Ya udah, ayo."
***
Mau dong dikelitikin Galih :*
Vomments don't forget! 💕
Lots of bakso,
Kaylanyx.
YOU ARE READING
PHP
Teen Fiction{COMPLETE} Aku pernah merasakan rasanya terbang tinggi bersama sayap besar yang mengangkatku mendobrak langit. Aku senang berada di atas awan. Tapi bisakah kamu tidak pergi tinggalkan aku sendirian di atas awan. Tanpa kamu yang membawaku kesana.
