Box Inside The Box

1.2K 65 6
                                        

Alea berjalan keluar kelas dengan langkah cepat. Ia tak mau melihat teman-temannya. Yang ia inginkan hari ini, hanya diam di kamarnya tanpa ingin keluar lagi.

Gadis itu mengabaikan panggilan-panggilan dari Trisa maupun Arsen yang sibuk mengejarnya. Hari ini, ia tidak mau mereka melihat matanya yang sembab.

"Al! Lo kenapa?" Arsen meraih tangan Alea dan membalikan tubuh mungilnya. Alea menunduk, tak ingin membuat Arsen melihat wajahnya.

Trisa berhenti di samping Alea dan memegang bahunya. Gadis itu mengatur napasnya karena lelah mengejar Alea.

"Kenapa?" Tanya Trisa disela napasnya yang terengah. Melihat Alea yang masih menunduk, Arsen mengangkat dagu Alea hingga gadis itu bisa menatap matanya.

Arsen mengusap air mata di pipinya. "Lo kenapa sih? Kenapa lo jauhin kita?" Alea menutup mulutnya rapat-rapat. Ia menarik napasnya dan menggeleng. "Gue enggak pa-pa." Ia berusaha tersenyum.

Arsen terkekeh. "Enggak pa-pa? Al, meskipun nilai matematika gue dibawah lima puluh, tapi gue enggak bisa dibohongin!"

Alea melepaskan tangan Arsen dari pipinya. "Gue enggak pa-pa." Ucapnya kembali dengan sedikit penekanan. Ia tersenyum lalu berjalan pergi. "Al!" Trisa baru akan mengejarnya, tapi tanganya ditahan oleh Arsen.

"Mungkin, dia emang lagi butuh waktu sendiri,"

Trisa diam lalu mengehela napas.

***

Langkah Alea terlihat lemas. Ia membuka pintu rumahnya dan tak menemukan satu orang pun didalam. Gadis itu membuka sepatunya lalu masuk ke dalam.

"Al." Alea membalikan badannya ketika mendengar suara sapaan di belakangnya. Matanya berkerut ketika melihat kakaknya yang berdiri dengan sepiring nasi dan lauk lainnya di tangan.

Bunga menaruh semua itu di atas meja, lalu melihat adiknya dengan tatapan sulit di percaya. "Lo pulang?"

Alea terkekeh. "Kenapa? Enggak suka ya?" Bunga buru-buru menggeleng. "Enggak. Gue seneng lo pulang. Tapi gue pikir lo enggak mau pulang lagi,"

Melepas tasnya, Alea tersenyum. "Kenapa enggak? Ini 'kan rumah gue juga," Bunga tersenyum lalu memeluknya. Alea membalas pelukan itu sama eratnya.

"Jangan pergi lagi ya. Gue enggak mau lo kenapa-kenapa,"

Senyumannya melebar ketika mendengar suara lembut kakaknya yang kembali terdengar di telinganya.

"Enggak akan,"

Bunga menjauhkan pelukannya dan merangkul adiknya. Ia membawa Alea untuk ke meja makan. "Temenin gue makan yuk! Laper 'kan?"

Mengangguk, Alea dan Bunga berjalan bersisian ke meja makan.

Rumah Alea sebenarnya besar. Bahkan, terlalu besar untuk keluarga Alea yang hanya beranggotakan empat orang. Malahan, kalau siang, yang tinggal disini hanya Alea dan Bunga. Tanpa pembantu atau asisten apapun itu.

Mereka duduk berhadapan. Alea memotong danging rendang di atas piring lalu memakannya. "Oh, iya. Waktu tadi subuh, gue keluar rumah. Terus di depan pintu ada kotak kiriman gitu. Kayaknya sih buat lo. Tapi, enggak tau deh. Gue simpen di kamar kok,"

Dahi Alea mengkerut. "Hah? Buat gue? Kok bisa?"

Bunga mengangkat bahunya. "Enggak tau,"

PHPWhere stories live. Discover now