"Oke, ini situasi kritis." Trisa berkata dramatis seolah dirinya berada si film aksi.
Siang ini, Alea, Arsen dan Trisa berdiam diri di markas mereka, yaitu kamar Trisa.
Hari ini, mereka membicarakan masalah Alea yang di secara enggak langsung di tembak Galih kemarin. Arsen ternyata berada di pihak yang kontra sementara Trisa pro.
Dan Alea masih bingung.
Arsen membuka suara. "Jangan diterima. Tipikal cowok kayak Galih tuh pasti tukang nyakitin. Paling abis lo terima, lo di campakan! Mana mungin Galih bisa langsung move on?"
Apa yang diucapkan Arsen ada benarnya juga. Mana mungkin juga Galih secepat itu melupakan Venus yang baru meninggal beberapa hari kebelakang 'kan?
Trisa bangkit dari duduknya dan menatap Arsen menyipit. "Ya tapi kan itu amanat, Sen! Kalau si Galih enggak ngejalanin terus tiba-tiba setannya Venus nyamperin terus ngehantuin tiap malem gimana?"
Arsen memutar bola mata. "Ah, nenek dasar! Masih aja percaya gituan! Venus tuh orang baik. Enggak mungkin lah, dia nyetanin orang,"
"Ya tapi kan–"
"Oke, stop. Oke? Stop," Alea menatap kedua sahabatnya bergantian. Perdebatan kali ini sudah jauh dari batasannya. Bisa-bisa mereka saling smack down kalau dibiarin!
Tak mau hal itu terjadi, Alea kembali duduk di kasur Trisa. Dirinya memijat pangkal hidung saking pusingnya dengan semua masalah ini.
"Jadi lo maunya gimana?" Trisa akhirnya angkat suara.
Gadis itu menggeleng lemah. "Enggak tau. Gue bingung,"
Ingin rasanya kedua sahabat Alea ini menimpuk sahabatnya menggunakan batu bata saking gemasnya. Tapi apa boleh buat, mereka tak ingin masuk penjara dan kehilangan masa depan hanya karena gemas pada sahabatnya.
Alea menghela napas pelan lalu berdiri hati-hati. "Gue balik dulu deh."
"Enggak butuh tumpangan?"
Alea menggeleng lalu mengambil tasnya. "Enggak. Gue sendiri aja."
Sambil bilang begitu, Alea membuka pintu kamar lalu keluar dari rumah Trisa dengan langkah goyah.
Menyisakan Trisa dan Arsen yang bergeming di tempat.
***
"Al,"
Suara lembut menyapa gadis berusia 17 itu. Rambutnya yang hitam nampak terikat kuat menyerupai buntut kuda.
Alea mencari-cari arah sumber suara. Matanya menelusuri tiap sisi hingga ia menemukan perempuan dengan senyum paling ramah dan hangat yang pernah ia lihat. Baju putih bersih tanpa noda di kenakan remaja perempuan itu.
Gadis dengan baju putih itu mendekati Alea yang terdiam di tempat seolah kakinya tertanam di sana.
Perlahan tapi pasti, gadis itu akhirnya berada di depan Alea. Hanya berjarak sejengkal darinya.
"Hai, inget aku?"
Alea mengangguk dan tetap diam membisu.
Gadis itu menyentuh pipi Alea lembut. Alea bisa merasakan suhu tubuh gadis itu yang dingin bagai es.
"Venus. Aku kangen," kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulut Alea.
BINABASA MO ANG
PHP
Teen Fiction{COMPLETE} Aku pernah merasakan rasanya terbang tinggi bersama sayap besar yang mengangkatku mendobrak langit. Aku senang berada di atas awan. Tapi bisakah kamu tidak pergi tinggalkan aku sendirian di atas awan. Tanpa kamu yang membawaku kesana.
