Diawali dengan sepucuk surat cinta wajib yang dilayangkan oleh seorang adik kelas―Airin―kepada kakak kelasnya, Dante.
Hanya surat cinta wajib, tapi Airin jadi sungguh-sungguh menyukai Dante.
Hanya surat cinta wajib, tapi Dante jadi penasaran dengan...
... sebelumnya ... "Aiiiiiii ...!" protes Dante yang merasa ditroll oleh Airin yang kini tertawa bersama teman-temannya.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"BERHENTI di situ bentar, yuk!" ajak Airin pada saat mobil itu sudah hampir sampai di area taman bermain kompleks. Dante mengangguk, lalu meminggirkan mobilnya ke area taman bermain.
"Kok kita jadi hobi banget sih ngobrol di sini?" ucap Dante geli.
"Ya habisnya mau ngobrol di mana lagi? Kalo di rumah, nanti dikepoin sama Ayah dan Bunda," jawab Airin geli. Dante mengangguk kecil menyetujui.
"Jadi? Ada apa?" tanya Dante.
Airin membuka tas punggungnya yang tidak biasa-biasanya ia pakai kalau pergi dengan Dante, yang sebenarnya membuat Dante bertanya-tanya sejak ia menjemput gadis itu.
Maksudnya, kalau hanya pergi dari rumah gadis itu ke rumah Dante, hanya untuk makan-makan dan kumpul-kumpul, cukup hanya membawa clutch bag untuk menyimpan dompet dan ponsel saja, kan? Begitu kira-kira pikiran Dante.
Gadis itu mengeluarkan sebuah dust bag berwarna putih tulang dengan tulisan handmade with ♡di bagian depannya. Airin menyerahkan benda itu kepada Dante, yang menatapnya dengan bingung.
"Ini balasan hadiah-hadiah kamu kemarin. Maaf aku cuma bisa ngasih ini," ujarnya pelan.
Dante menerima bingkisan itu. "Boleh dibuka sekarang?" tanyanya yang dijawab dengan sebuah anggukan dari Airin.
Dante membuka ikatan dust bag tersebut. Ia mengintip ke dalamnya sebelum mengeluarkan benda yang ada di sana. Sebuah syal rajutan berwarna maroon-hitam dan sepasang fingerless mittens rajutan berwarna ungu-abu.
"Kamu yang bikin?" tanya Dante girang. Airin mengangguk.
"Maaf ya cuma bisa ngasih itu, nggak sebanding banget sama apa yang Dante kasih ke aku," sesal Airin.
"Apa, sih?! Hadiah yang aku kasih itu beli, jadi mungkin ada beberapa orang yang punya juga. Yang kamu kasih ini kan buatan sendiri, jadi pasti cuma satu-satunya di dunia! Ini lebih berharga!" cerocos Dante.
Airin tersenyum. "Makasih ya apresiasinya."
"Sama-sama. Ngomong-ngomong, kok kepikiran bikin ini?" tanya Dante sambil mencoba fingerless mittens barunya.
"Ya ... aku nggak tau di New York sana gimana, tapi di Bandung juga kan lagi dingin ... aku nggak mau aja kalo Dante kedinginan."