10. Persiapan Menjelang Pernikahan

26.7K 1.7K 36
                                    

Seperti janji minggu kemarin, Romeo kini tengah berada di butik. Ia juga membawa Ibu dan Bapak untuk ikut ukur gaun dan setelan jas. Aku mengukur gaun untuk calon Ibu mertua, sementara tukang jahitku membantu mengukur setelan untuk Bapak. Romeo? Marvin yang mengukur setelan untuknya.

"Ya ampun, si Mas otot lengannya gede juga ya, buat gendong Kaia turun naik kasur mah ini kuat banget,"

Melihat respon Bapak dan Ibu yang tertawa kecil mendengar celotehan Marvin, membuat pipiku menghangat. Aku tidak sanggup menatap Romeo karena malu sendiri mendengar ucapan sahabat ajaibku.

"Tante, Om, target mau punya cucu berapa?" Rupanya si Marina body lotion masih melanjutkan ucapannya.

"Kalo itu mah tergantung Tuhan mau kasih berapa," balas calon Ibu Mertua.

"Dua aja, Tan. Biar kaya program keluarga berencana gitu,"

"Kalo Bapak maunya empat, biar rumah rame katanya. Iya, Pak?" calon Ibu Mertuaku melempar pertanyaan pada calon Bapak Mertua.

"Iya. Soalnya kan Romeo anak tunggal. Jadi Bapak mau ngerasain rumah rame sama cucu."

Aku melirik ke arah Marvin. Ia mengangguk sembari mengukur lingkar paha Romeo untuk membuat celana. Melihat Marvin melingkarkan meteran di bagian paha membuatku merasa gugup. Sial, pikiranku mulai terkontaminasi ucapan Marvin yang membahas gendong-gendongan di kasur rupanya.

Dengan gelengan kepala pelan, aku mencoba kembali fokus mengukur bagian pinggang, kemudian menulisnya di sketsa rancanganku.

"Makanya, kalo abis nikah nanti, gausah lama-lama nunda punya momongan. Kalo bisa jangan ditunda. Ibu sama Bapak udah ga sabar nimang cucu." Suara lembut yang sangat keibuan itu menusuk telingaku.

Aku hanya menanggapi dengan senyuman tipis. Kemudian kembali fokus mengukur lingkar tubuh ibu.

"Kaia mah ga akan nunda, Tante. Apalagi kalo si Masnya cakep gini." Rasanya aku ingin menjahit mulut Marvin. Ia cukup membuatku salah tingkah dan malu dengan ucapannya.

Karena kesal, mata ku arahkan untuk memberi kode pada Marvin agar diam, tapi ia malah cengengesan tidak jelas dan merasa senang menggodaku. Tanpa sengaja, tatapanku berhenti pada sosok tinggi yang berdiri di samping Marvin. Rupanya Romeo tengah tertawa kecil mendengar ucapan Marvin. Bibir tipisnya tertarik ke atas dan menampilkan sederet gigi rapih miliknya. Mata Romeo yang menjadi bagian favoritku saat menatapnya itu membentuk lekungan bulan sabit.

Yeah, ku akui sekarang bahwa Romeo memang tampan. Tingginya sekitar 180cm keatas, kulit kuning langsat bersih, tatapan tajam dan wajah mulus tanpa brewok, tidak seperti pria metropolis jaman sekarang yang terlihat menawan dengan brewok. Romeo terlihat menarik tanpa bulu-bulu halus itu di wajah.

Tubuhnya pun atletis, tidak sebesar Chris Hemmsworth, tapi tidak juga kurus. Ukuran yang pas untuk pria dewasa. Dan yang paling menarik adalah tatapan tajam miliknya. Aku serasa sedang diawasi oleh seekor serigala jika melakukan eye contact dengan Romeo.

Pengukuran baju itu pun selesai. Aku kembali menanyakan pada Ibu dan Bapak, apa mereka suka dengan rancanganku atau ada bagian yang ingin diganti. Tapi, mereka bilang bahwa semuanya sudah bagus dan mereka suka. Bahkan soal warna pun calon Mertuaku tidak protes. Sedangkan Romeo? Kalian semua pasti sudah tahu. Romeo hanya menjawab 'bagus, saya suka.' Tidak ada satu hal pun yang ia debatkan padaku mengenai pernikahan ini.

Women's PerspectiveWhere stories live. Discover now