Fashion show rancanganku di New York kemarin rupanya menarik perhatian para konsumen di dalam negeri. Sudah hampir tiga hari aku kerja rodi melayani para pelanggan yang memintaku langsung untuk mendesain gaun atau setelan untuk mereka. Biasanya aku hanya mendapat satu atau dua pelanggan tiap tiga hari, tapi kali ini aku bisa melayani tiga dalam sehari.
Kantong mata sudah tidak bisa diatasi lagi walaupun aku menggunakan concealer mahal sekalipun. Banyaknya pesanan membuatku berinisiatif untuk membawa patung-patung rancangan ke rumah dan mengerjakannya saat pulang dari butik supaya target berhasil terkejar.
Seperti sekarang ini, aku duduk di hadapan klien yang ingin aku merancang gaun untuk pesta ulang tahunnya. Ini sudah klien yang kedua dalam hari ini. Sebentar lagi waktu makan siang, tapi klienku seakan belum berhenti memberi usulan untuk gaunnya.
"Aku mau yang ketat dibagian pinggang sampe lutut ya, Kak,"
Tanganku semakin cekatan menggambar, "seperti ini?"
Ia mengangguk. "Iya-iya bagus tuh."
Aku tersenyum, kemudian menuntaskan sketsa gambar itu dengan taksiran harga yang ku tuliskan dibagian pinggir bawah kanan.
"Biar saya antar ke kasir," tawarku dengan sangat ramah.
Kami melangkah menuju kasir, setelah memberikan gambar pada kasirku dan mengucapkan terima kasih pada klien, aku kembali melangkah menuju ruangan.
Soal pembayaran selalu ku percayakan pada kasir, jika sang kasir berani mencatut uang butik, maka Marvin sebagai asistenku yang merangkap menjadi pengurus keuangan butik pasti akan langsung mengetahuinya. Jadi, aku tidak begitu khawatir tentang uang.
Baru saja mendaratkan bokong di atas kursiku, layar tipis merah di atas meja bergetar. Menandakan ada panggilan masuk.
Barra is calling...
Tanpa pikir panjang, aku segera mengangkat panggilan itu.
"Halo?"
"Halo, Kai,"
"Iya. Kenapa, Barr?"
"Gue barusan udah survei tempat, di Balai Sudirman. Dan bagusnya, mereka belum ada yang booking tanggal empat September. So? Lo beneran udah fix di sini?"
"Iya gue beneran jadi kok. Berapa dp gedungnya? Mau gue transfer kapan? Kalo bisa lo totalin aja sama dekor dan keperluan yang lain, kaya MC dan dancer . Biar gue enak bayarnya sekalian."
"Uhm, lumayan sih harganya. Gue belom coba cek MC sama dancer. Tapi, soal dekor dan cathering gue udah dapet harga pasnya setelah gue tanya-tanya tadi. Biar lebih enaknya, gue SMS aja harganya, gimana?"
"Oh, boleh-boleh. SMS aja kalo emang gamau ucapin."
"Oke, gue tutup dulu ya telfonnya."
"Iya,"
Tidak lama setelah sambungan kami terputus aku menerima SMS dari Barra berisi tentang nominal harga yang sukses membuatku menghembuskan nafas pasrah. Ada Sembilan digit angka di sana. Sekarang aku tahu kenapa orang-orang selalu menunda menikah dengan alasan 'belum ada modal'.
YOU ARE READING
Women's Perspective
ChickLit[Sudah Terbit] Cover ini berbeda dari cover yang diterbitkan. Semuanya dari sudut pandang seorang wanita dewasa. Cover by my self, pic by pinterest: Tahereh Mafi Written in Bahasa. [19- Agustus- 2017] Dilarang keras menjiplak! Akan diupdate...