1. Baru awalan

65.8K 2.6K 56
                                    

Ujung pensil dengan kertas sketch yang bergesekan menimbulkan bunyi tipis yang terdengar di sela pembicaraan antara aku dan klienku. Si perempuan yang terus mengeluarkan ide untuk gaun pengantin terasa begitu mendominasi dibandingkan pria yang duduk di sebelahnya.

Sesekali aku manggut-manggut untuk memenuhi keinginan perempuan itu sembari memberikan usul untuk rancangan gaunnya.

"Aku mau bagian tangannya panjang sampe kena jari gitu ya, Mba. Biar bagus."

Aku mencoba menggambar bagian tangan yang ia mau, "kaya gini?"

Dia mengangguk setuju.

Sembari menghela nafas, aku menjauhkan pensil dari kertas. "Sketsanya kurang lebih kaya gini ya, Kak?"

"Nah iya. Pokoknya diusahain sepersis mungkin lho, Mba."

"Sejauh ini kita selalu buat gaun yang 95% sama dengan sketsa. Jadi, Kakak ga usah khawatir dengan hasil yang akan mengecewakan." Seulas senyum tipis ku berikan pada klien untuk memberinya kepercayaan.

"Saya tau nama kamu itu dari majalah fashion. Kalo udah pameran di luar negri sih harusnya bagus ya, Mba."

Lagi-lagi aku memberikan seulas senyum pada klien perempuan yang mulutnya agak nyinyir ini. "Kalo ga sama, uang kembali 50%."

"Cuma 50%? Rugi dong saya."

"50% sisanya kita ambil untuk modal bahan-bahan gaun, Kak."

Perempuan dengan rambut panjang lurus itu mendelik. "Huh. Yaudah, yang penting saya terima beresnya sesuai hari janji kita dan gaunnya mirip sketsa."

"Siap, Kak." Dengan sabar aku kembali tersenyum sembari mengantarnya ke kasir.

"Beb, diurus ya." Aku menyerahkan sketsa pada temanku yang hari ini alih profesi menjadi kasir, karena kasir yang tugas sedang sakit. Dan kami tidak punya banyak karyawan yang dipercaya di bagian kasir, jadi ia yang menggantikannya.

Setelah pamit dengan klien, aku memutuskan untuk kembali ke ruang kerja untuk menyelesaikan gaun-gaun yang akan di pamerkan akhir tahun nanti.

Dengan teliti aku menjarum bahan-bahan yang akan dijahit nanti. Kemudian mengukur panjang dan lebar sebelum memotong bahan. Aku memang tidak menjahit semua gaun yang ku buat, hanya beberapa saja yang ku jahit sendiri. Sisanya mengandalkan tukang jahit yang bekerja padaku di butik.

Butik yang awalnya hanya butik kecil di pinggir jalan, kini bertransformasi menjadi empat toko yang dibangun untuk satu butik. Jika dulu banyak yang bilang bahwa bisnis butikku tidak berkembang dan tidak menguntungkan, sepertinya mereka harus mulai operasi mata sebelum melihat butikku yang sekarang. Tidak bermaksud sombong, tapi memang sebesar itu butikku sekarang.

"Jeng, lunch-lunch cantik yuk!" suara berat yang dibuat menjadi nyaring menusuk telingaku.

Aku mendesah pelan, "ahh, bentar. Nanggung nih."

Kemudian langkah kakinya terdengar mendekat . "Oh em ji, akika gabisa nahan-nahan laper, Beb."

"Yaudah makan duluan aja, Vin."

"E-eh, situ panggil akika apa barusan? Vin? Ihh..., nama akika itu Marina, bukan Vin." Marvin a.k.a Marina menepuk punggungku dengan kipas lipatnya.

Women's PerspectiveHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin