2. Perintah bukan permintaan

38.4K 2K 51
                                    

Hari H New York Fashion Week pun tiba. Aku dan Marvin sibuk di belakang panggung mengurus model-model yang akan memperagakan gaun dan setelan rancanganku. Aku mengangkat tema fairytale untuk rancangan kali ini.

"Beb, buat gaun yang warna hijau sage tolong bilang ke hairstylist-nya, rambut si model dicepol." Ucapku pada Marvin.

"Iya-iya," Marvin kemudian berlari ke arah hairstylist.

Aku merapihkan gaun di tubuh para model itu. "Guys, remember the blocking. Triangle. Okay?" ucapku pada para model yang siap keluar.

Para model itu menjawab dengan serentak bahwa mereka mengerti.

"Don't forget with a little bit smile to make it look sweet. You guys get it?" Tanyaku lagi untuk memastikan bahwa mereka benar-benar siap dan paham dengan semua arahanku setelah briefing kemarin.

"Yes, Miss." Lagi-lagi mereka menjawab dengan berbarengan. Tidak semua menjawab, ada beberapa yang hanya menganggukan kepala karena tampilannya sedang dirapihkan.

Saat namaku tertera jelas di layar. Para modelku segera berbaris dan melangkah menuju panggung dengan blocking yang sesuai. Ada sedikit rasa lega melihat model-model itu sangat professional dalam bekerja di atas panggung. Senyum tipis yang tidak berlebihan itu cukup membuat kesan manis dari konsep kali ini terlihat.

"Ga sia-sia bayar mereka mahal, cyin...," Marvin berbisik padaku sembari melihat ke arah televisi yang memperlihatkan suasana fashion show.

"Ini yang dibilang 'uang ga bisa dibohongin', Beb." Balasku pada Marvin.

Setelah model-model itu kembali berbaris di panggung seperti semula. Kini giliranku untuk unjuk gigi berdiri di panggung. Tepuk tangan riuh para penonton dan tamu undangan membuatku sedikit gugup, namun bukan Kaia namanya jika tidak bisa menutupi rasa gugup.

Fashion show itu pun berakhir larut malam. Tubuhku yang bekerja tanpa kenal henti sejak dua hari yang lalu baru terasa malam ini. Dari mulai leher, sampai telapak kaki rasanya pegal semua. Seperti ingin rontok.

"Well done, Guys." Ucapku pada tim sukses kali ini. Para model, MUA, sampai hairstylist saling tepuk tangan untuk menghargai kerja keras mereka malam ini.

"Thank you and see you, everbody." Aku mengucpkan itu dengan lantang dan disambut tepuk tangan mereka.

Tim suksesku pun satu persatu mulai izin pulang.

"Beb, kayanya makan di hotel aja deh. Gue udah ga kuat mau mandi sama mau selonjoran."

"Ih dasar Ibu-Ibu, gabisa cape dikit nyarinya kasur buat selonjoran." Goda Marvin.

"Cape tau."

"Ya, sama kali."

"Makanya makan di hotel aja,"

"Yaudah, iya-iya." Marvin mengalah sembari terus mengoceh.

Setelah membereskan semua barang-barang, aku dan Marvin segera meninggalkan lokasi fashion show dan menuju hotel menggunakan taksi.

****

Setelah kelelahan semalam mengurus fashion show. Aku bangun lebih siang dari kemarin. Mataku masih terasa berat, dan badan pun masih lemas, tapi suara bel memaksaku harus bangkit dari tempat tidur.

Women's PerspectiveWhere stories live. Discover now