- Tujuh -

43.4K 7K 393
                                    

Hari ini aku sudah mulai masuk kantor lagi. Masih di GG Cargo, karena menyatukan dua Perusahaan besar sangat memakan waktu.

Papa memberikan kesempatan untuk menikmati posisiku yang baru saja naik level menjadi Manager. Dan karena aku sekarang sudah menikah dengan Elang, tentu mulai hari ini kami akan berangkat bersama.

Di Perusahaan dengan aroma nepotisme yang kental seperti GG Cargo, tidak masalah menikah dengan rekan kantor. Yang penting tidak satu divisi. Jika sepasang suami istri berada dalam satu divisi, maka salah satunya harus siap pindah bagian.

Yep, inilah, my new chapter in life. Here we go, Happy.

Aku melangkahkan kaki mengikuti Elang, suamiku. Mantan calon suami Kakakku.

Semua mata memandang ke arah kami.

Salahkan ke-semena-mena-an Elang pada waktu. Mentang - mentang dirinya menjabat sebagai Direktur, ia memilih berangkat lebih siang. Tentu saja, kantor sudah ramai dan semua orang yang bertemu kami di lobby tidak segan - segan menatap dengan tatapan penuh telisik, penasaran, dan kepo akut deh pokoknya.

Semua orang kenal Elang. Dia-lah penentu dan yang memutuskan, seberapa cepat dan banyak semua karyawan disini menerima gaji. Pengendali apakah sabun cuci tangan di toilet - toilet dalam gedung ini akan dicampur dengan air atau tidak. Dan, apakah pantry akan tersedia penuh dengan kopi, teh, gula dan antek - anteknya.

Hei jangan salah, jika bubuhan tanda tangannya pada semua dokumen expenses tidak ada, jangan harap karyawan di sini akan sejahtera.

Dan, beberapa dari mereka mulai mengenaliku. Manager GA yang baru. Happy. Si pendek gemuk yang sering juga dipanggil bogel, berbicara nyablak dan sentak sengor.

Tahu enggak sentak sengor? Yang kalau ditegur, langsung nyolot duluan. Nah itu aku.

Dan kenapa bogel? Padahal tinggiku 158. Salahkan bokong besar ini, membuatku terlihat pendek, bulet dan buntet. Setidaknya, begitulah aku dipanggil di sini.

Elang dikenal karena posisinya dan tentu saja karena dia juga anak pemilik Perusahaan ini, sementara aku dikenal karena tingkah menyebalkanku yang terpatri dalam ingatan beberapa karyawan, terlebih OB yang suka bersantai – santai di tangga exit. Mereka menganggapku musuh, karena aku sering menegur mereka yang kelewat santai hingga sulit dicari di saat yang paling dibutuhkan.

"Pagi Pak Elang dan Mbak--eh, Bu Happy." Sapa Yosep, Security yang sekarang sedang duduk di meja resepsionis. Sementara Mitha, resepsionis di sampingnya, hanya tersenyum sopan dan sedikit mengangguk.

"Mbak aja, Pak! Emang saya udah kelihatan Ibu - Ibu apa!" Jawabku, judes.

"Ah Ibu, enggak enak ah udah jadi istri Bos." Jawab si Yosep berkumis baplang.

Elang tertawa menanggapinya. Aku memutar mata dan memencet tombol lift.

"Saya kira Pak Elang pacaran sama Mbak yang cantik itu, Mbak siapa ya anaknya Pak Latief." Lanjut Yosep.

Aku mengetuk - ngetuk heels sepatu kanan dengan tidak sabar, ingin segera masuk ke dalam benda kotak ini. Menghindari percakapan pancingan Yosep.

Dasar Bapak - Bapak tua, kepo banget sama urusan orang!

"Alya, Pak. Kakaknya Happy itu."

Yosep tertawa tak tahu malu, kumisnya bergerak - gerak menjijikkan.

"Oh Kakaknya. Jadi sebenarnya pacaran sama Bu Happy tapi diam - diam ya, Pak?!"

Retorik! Itu pertanyaan retorik.

Elang menyentuh punggungku, setengah memeluk. Saat suara lift berdenting dan pintunya terbuka, Elang mengangguk sopan pada Yosep tanpa mengindahkan ocehan kepo bin unfaedahnya barusan dan membimbingku masuk ke dalam lift.

Ini Serius? [Complete]Where stories live. Discover now