- Tiga -

42.2K 6.7K 757
                                    

Gagal curhat dengan Bowo kemarin lusa, membuatku mengalihkan kegalauan dengan mengunjungi salon and spa. Tak lupa, mengajak Desti serta.

Ah Bowo, alih - alih membuatku menumpahkan segala isi hati. Malah aku yang sabar mendengarkan segala curahan hatinya. Disenggol sedikit, lacur memang cowok satu itu.

Langsung curhat.

Tapi, dengan begitu saja, sedikit keruwetanku berkurang. Ralat, tidak berkurang, tapi setidaknya aku tahu bahwa aku memiliki Bowo dan Desti, sahabat - sahabatku.

"Maaf Cyin, tadi ke nganter Reza dulu ke kantornya." Desti tergopoh - gopoh menghampiriku.

"Mobil dia kemana memang?" Aku mendorong kursi untuk didudukinya.

"Masuk bengkel." Desti mengambil buku sample gaya rambut terkini, "sekalian potong aahh." Katanya.

"Aku potong enggak ya?" Mematut diri di cermin, aku menanyakan pendapat Desti.

"Pendekkin lagi deh, lucu tahu muka kamu kalau chubby gitu."

Aku cemberut, "lucu sama badut berkorelasi lho, Des."

Desti tertawa, "ih kamu negatif thinking deh. Beneran lucu, mirip Putri Titian tahu. Muka kamu kan awet muda."

Aku mencibir, "awet muda atau kayak bocah?"

"Hihihi serba salah deh, sudah di pendekkin sedikit lagi. Terus di-blow bawahnya." Desti merentangkan rambutku.

"Eh kita massage dulu aja yuk, aku mau curhat." Desti menghentikan kegiatannya dan memandangiku dengan seksama.

Pantas saja Bowo tergila - gila pada dia, Desti adalah perempuan anggun yang langka.

"Ada apa, Cantik?" Tanyanya, peduli.

"Cerita di atas aja, yuk." Aku pun menarik lengan Desti untuk menaiki tangga dan menuju ruangan massage.

Setelah mengganti baju dengan kain batik, kami menempatkan diri dengan berbaring telungkup di atas dua matras yang disediakan.

"Jadi gini--"

Aku pun menceritakan mengenai perjodohan paksaan papa dengan Elang, Desti mendengarkan dengan sabar dan seksama. Tidak menjeda apalagi menginterupsi.

"Kenapa mbak Alya baru bilang enggak mau nikah, setelah semua ini." Desti membuka suara setelah aku menyelesaikan curhatanku.

"Mana aku tahu, Des. Kukira hubungan mereka baik - baik aja." Jawabku lesu.

"Terus, apa kamu akan terima perjodohan om Latief? Maksudku, benar yang papamu bilang. Umur kita sudah cukup untuk menikah, Happy."

Aku memandangi Desti dengan nanar, "apa kamu bisa nikah sama orang yang enggak kamu cinta?"

Desti tertawa, "ya ampun, Happy, ayah ibuku saja menikah tanpa pacaran. papa mama-mu juga. Apa yang kamu khawatirkan?"

"Desti, kita bukan mereka. Kita sudah ter-influence dengan novel, film dan sinetron cinta - cintaan. Menikah tanpa cinta sounds like a shit."

"Hush!" Desti memukul lenganku yang terjulur ke arahnya.

Aku merenggut.

"Lagian ya, Des, kamu bayangin aja. Mas Elang itu kan cinta sama mbak Alya, yang ada, dia banding - bandingkan aku dengan mbak Alya. Aku enggak mau!"

"Ya ampun, aku enggak berpikir pak Elang bakalan seperti itu deh. Dia kan cerdas, kuliah di luar Negeri. Masa iya, punya pemikiran kolot seperti itu."

Ini Serius? [Complete]Where stories live. Discover now