- Lima -

28.2K 2.4K 48
                                    

Kebayang enggak sih, orang yang seharusnya menjadi Abang ipar kamu malah jadi suamimu? Ini tuh awkward banget. Untung saja aku kenal lama dengan Elang, sehingga kecanggungan itu terpangkas rapi.

Kami sedang menunggu Pesawat yang akan membawa kami terbang ke Okinawa. Salah satu Kepulauan yang memiliki banyak objek wisata di Jepang.

Saat Mama mengatakan bahwa tiket bulan madu ini adalah hadiah darinya dan papa, aku menepis pemikiran bahwa Okinawa adalah tujuan awal Bulan Madu Elang dan Alya, kalau mereka jadi menikah. Mestinya.

Karena Alya penyuka pantai - pantai, sedangkan aku lebih memilih daerah pegunungan dan dingin. Jangan tanya kenapa, tentu saja karena kulitku tidak seputih Elang dan Alya.

Biar cowok begitu, Elang memiliki kulit seputih member Boyband Exo. Kalau saja gayanya tidak terlalu macho, mungkin aku akan mengira dirinya homo. Kesannya, perawatan dia tuh full package banget gitu. Tapi kalau melihat tante Rianti yang memiliki darah Manado sih, enggak heran kalau Elang dan Merpati memiliki kulit bersinar yang memukau. Sedangkan kedua kakaknya, berkulit ya standar Indonesia gitu. Kuning langsat agak sawo matang, mirip ayahnya.

By the way, semalam kami tidur seranjang. SE-RAN-JANG!

Oh no, bangun - bangun aku langsung memeriksa bagian kewanitaanku, takutnya tanpa sadar kami melakukan hal itu. Aku merinding disko membayangkannya. Terus lagi, begitu masuk kamar mandi aku malah mual gila - gilaan. Jangan - jangan?

"Mas, ngaku! Semalam kamu ngapain aku?" Elang mengalihkan tatapannya dari layar ponsel, ke wajahku.

"Ngapain kamu? Enggak ngapa – ngapain. Tidurnya aja jauhan gitu."

Aku memicingkan mata curiga, "jangan bohong! Tadi pagi aku mual - mual, jangan bilang kamu sudah menanamkan benih di rahimku?"

Elang menatapku ngeri.

"Happy, kalaupun semalam kita make love, ya enggak secepat itu jadinya. Memang dikira buat mie instan, digodok langsung matang. Ada adegan kejar - kejaran antar jutaan sperma untuk membuahi satu sel telur kamu."

Aku menutup telinga. Masih kedengeran sih sedikit, tapi ya ampun, ini kan ruang tunggu bandara. Dia ngomong enak banget, aku tengok kanan kiri khawatir ada yang mendengar percakapan rahasia kita.

"Belum lagi, proses pembuahan itu. Yang jelas enggak terjadi hanya satu malam, ka--"

"Stop! Iya udah, percaya!" Sungutku, memutus percakapan.

Elang tertawa, tangan besarnya mengelus rambutku.

"Lagipula, kamu pasti bisa membedakan. Itupun kalau kamu masih perawan ya--" Aku melotot padanya, dia cengengesan. "Maaf. Pasti berbeda lah, Py. Ada rasa mengganjal atau bercak darah mungkin."

Aku memundurkan kepala, menatapnya penuh selidik, "hayo pernah merawanin anak orang ya? Siapa?"

Elang mengibaskan tangannya cepat, "enak aja kamu! Su'udzon itu namanya, Py."

Jangan - jangan, Alya?

"Beneran?" Aku mendekatkan wajah padanya, menaik turunkan alisku.

"Aku cium ya?"

Serta merta kudorong wajahnya menjauh, "asyeeeeem!"

Kemudian, kusadari beberapa pasang mata memperhatikan kami. Sementara Elang terbahak dengan posisinya yang hampir jatuh terjungkal ke belakang. Untung ada tasku yang menahan badannya.

Aku merenggut kesal, Elang menghentikkan tawanya sambil meminta maaf.

"Habis muka kamu lagi deket begitu, lucu. Apalagi bibir kamu, kalau kata Merpati tuh, cipok-able."

Ini Serius? [Complete]Where stories live. Discover now