CHAPTER 28 | Luka di Punggung

Mulai dari awal
                                    

"Jujur atau-"

Raskal menggantungkan kalimatnya membuat Teresa ingin tahu apa yang akan dikatakan cowok ini.

"Apa?" tanya Teresa.

Raskal mendekat membuat Teresa bejalan ke belakang. Begitu badannya menyentuh pembatas besi tangga barulah ia sadar kalau ia tidak bisa lari atau berkutik karena sedikit saja dia mundur, kakinya bisa masuk ke sisi besar yang ada di belakangnya ini.

"Lo mau ngapain sih?" tanya Teresa.

Raskal menyentuh tangan Teresa yang masih memegang dahinya. Cewek itu mulanya tidak mau melepaskan apa yang sedang ia sembunyikan tapi setelah Raskal sedikit memaksa barulah Teresa melepaskan tangannya dari dahi.

"Aduh jangan lo pegang! Sakit," kata Teresa.

Raskal menatapnya. Cemas. "Itu lo kenapa?" tanya Raskal tidak bisa menebak kenapa Teresa sampai begini. "Jujur." Tuntutnya.

"Gue udah jujur," cicit Teresa.

"Bohong." Raskal menatap matanya tapi kedua mata Teresa bergerak gelisah. Bahkan inderanya saja tidak bisa berbohong. "Kalau lo jujur trus kenapa lo takut?" tanya Raskal. Lagi Teresa meneguk ludahnya.

Teresa menghela napas. Memilih mengalah. "Kena asbak."

"Asbak?" sergah Raskal. Dia harus tahu penyebabnya.

"Kemarin pas lo pergi dari depan rumah gue. Gue ngambil mobil lagi terus keluar." Teresa bercerita dengan nada was-was membuat Raskal mendengarkannya sambil menajamkan kedua telinganya. "Gue pulang jam tiga terus Papa marah. Jadinya ya gitu." Teresa malah tertawa hambar sambil mengusap bekas lukanya. Masih mencoba menutupinya dari Raskal.

"Emang lo," Raskal berdehem. "Lo kemana?"

"Lo nggak perlu tau," balas Teresa.

"Lo dipukul juga ya?" tanya Raskal dengan suara halus. Teresa hanya mengangguk. Malu setelah ia bercerita hal seperti tadi pada Raskal. Sudah beberapa kali ia menceritakan apa yang ia alami pada cowok ini.

"Di mana, Sa?" tanya Raskal. Teresa merunduk. Dia tidak mau cerita.

"Di mananya Sa?" ulangnya. Kali ini lebih mendesak.

Teresa menyentuh punggungnya yang terhalang kemeja sekolah dengan sebelah tangan kanan. Perempuan yang lebih pendek darinya ini seperti sedang mengadu pada Ayahnya karena disakiti oleh orang lain.

"Boleh gue liat?"

Teresa menggeleng pelan. Raskal yang cukup tahu diri pun tidak akan memaksa.

"Masih sakit?"

"Lumayan."

Raskal menyentuh luka perempuan yang ada di dahinya itu. "Ntar gue anter ke UKS ya?"

"Nggak usah udah nggak sakit-sakit banget."

"Di punggung lo?"

Teresa tidak menjawab dan Raskal sudah tahu apa jawabannya.

"Nyeri ya?"

"Hm."

"Ntar gue cari lo ke kelas pas istirahat buat ke kantin bareng."

"Kal?"

"Apa?"

Keduanya saling diam setelah itu. Lalu suara Bu Is menghancurkan suasana yang ada.

"Raskal! Teresa! Kalian ngapain di situ? Pacaran?!" suara galaknya terdengar dari luar gerbang basement.

"Iya Bu! Pacaran! Ibu mau ikut?!" celetukan Raskal membuat Teresa melotot. Bu Is sudah siap mendatangi mereka sekarang namun pintu gerbang ternyata sudah dikunci oleh gembok besar sehingga guru itu hanya berdiri jauh di depan mereka. Terhalang oleh benda mati itu.

"Raskal! Kamu itu ya!" guru itu menggulung buku panjang yang sedang ia bawa. Gregetan dengan anak muridnya yang satu ini. "Sini kamu!" mata Bu Is hampir keluar saat mengatakan hal itu.

"Maaf ya Bu. Bukannya saya nggak mau. Kan udah bel masuk tuh Bu. Ibu sendiri kan yang bilang kalau udah Bel masuk tuh harusnya langsung ke kelas," kata Raskal sambil melirik Teresa. "Jadi sekarang saya mau ke kelas dulu ya Bu. Biar nggak telat jam pelajaran pertama. Ntar saya malah dimarahin gara-gara Ibu lagi. Yaudah, misi Bu," tambah Raskal sok alim membuat Teresa menahan diri untuk tidak melempar tatapan geli.

Sebelum Bu Is kembali mencegah. Raskal sudah lebih dulu membawa Teresa naik ke tangga atas.

"Awas kamu ya!" teriakan Bu Is terdengar tambah gregetan. "Ibu cari kamu ke kelas!"

****

AN:

*Kaliyuga: Dalam catur yuga (Perputaran zaman menurut Weda). Siklus ini yang paling akhir dalam perkembangan zaman. Siklus keempat ini merupakan zaman kehancuran. Banyaknya moral manusia yang mulai rusak parah. Kamu pria banyak berkuasa dan wanita dianggap sebagai budak nafsu mereka. Banyak siswa yang sudah berani melawan gurunya. Banyak orang-orang yang mencari nafkah dengan cara tidak jujur. Dan banyak lagi kepalsuan, kebohongan, kejahatan dan tindakan kekerasan yang terjadi. Pada zaman ini uang yang paling berkuasa.

Jangan lupa juga buat follow instagram:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa juga buat follow instagram:

Raskaldananjaya

Teresarajata

Belingmartanta

Komen next di sini ya buat lanjut! xx

Love, Pi.

180 DerajatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang