CHAPTER 28 | Luka di Punggung

71.9K 6.6K 184
                                    

SMA Nusantara termasuk sekolah yang masih ketat peraturan sekolah. Sepuluh menit saja terlambat, mereka akan digiring masuk ke ruang BK untuk dicatat namanya di buku keterlambatan tapi ada juga yang bisa lolos dan lewat gerbang kecil yang letaknya ada di basement dan naik ke tangga agar bisa sampai di koridor. Sekolahnya memang punya fasilitas basement. Tidak besar. Tidak juga kecil. Basement itu ada karena sekolahnya memang kekurangan tempat parkir dengan jumlah murid ribuan. Yang menghabiskan tempat adalah mereka yang membawa kendaraan berdoa empat. Bahkan ada yang sampai parkir di luar. Namun karena faktor banyaknya pencurian, kepala sekolah menghimbau agar menaruh kendaraan di dalam sekolah.

Tingginya gaya remaja di pergaulan zaman sekarang adalah satu ungkapan fakta bahwa zaman sudah sangat maju dan orang-orang hidup di mana masa sudah pada siklus *Kaliyuga; zaman kehancuran di mana banyak moral manusia yang rusak parah serta tak sedikit siswa yang sudah berani melawan gurunya. Pada zaman ini uang yang paling berkuasa. Hukum dan jabatan bisa dibeli dengan uang.

Teresa baru saja menaruh mobilnya di basement. Perempuan itu dengan cepat-cepat menyambar tasnya yang ada di kursi samping dan keluar dari mobil. Gerbang basement baru saja ditutup oleh satpam yang membuat ia menghela napas lega. Kalau Teresa tidak cepat tadi. Mungkin dia tidak akan tahu akan parkir di mana.

Saat Teresa naik ke tangga dekat gudang ia merasa ada yang mengikutinya dari belakang.

"Tumben."

Teresa menoleh ke belakang. Raskal terkekeh melihat Teresa yang begitu terkejut.

"Lo juga tumben," kata Teresa yang melihat Raskal juga sedang menggendong tasnya. Bedanya cowok itu menaruh sebelah talinya di sebelah kiri.

"Iya gue males denger orangtua gue marahin gue karena gue keseringan telat."

"Itu namanya orangtua lo perhatian." Nada getir tersirat di dalamnya. "Itu lo udah untung. Nggak kaya gue."

"Sa? Kok jidat lo yang di kiri warnanya merah?" tanya Raskal. Teresa langsung memegangnya. Menjauh. Raskal mendekatinya namun Teresa mencoba mengalihkan perhatian cowok itu.

"Oh i-ini," Teresa langsung mengambil alasan kilat. "Ini- Ohh! Gue nggak sengaja nabrak pintu rumah kemarin jadinya gini deh." Teresa menatap Raskal namun cowok itu hanya memberi tatapan datar.

"Lo nggak pinter bohong, Sa." Suaranya mendingin.

Teresa meneguk ludah, "Beneran deh! Ini tuh kena pintu kamar gue kemarin." Teresa masih saja meyakinkan Raskal agar cowok ini percaya tapi hasilnya nihil. Raskal masih terlihat sama seperti tadi. Mungkin kalau dulu, Raskal pasti akan mengejeknya habis-habisan karena menabrak pintu. Mungkin kalau hal itu terjadi dulu, Raskal akan percaya-percaya saja.

Tapi jangan harap kalau sekarang cowok ini percaya dengan alasannya.

Seiring berjalannya waktu semua orang berubah begitu juga keadaan.

Mungkin dulu, Raskal memang tidak ada perasaan pada Teresa. Lucunya, jangankan ada perasaan yang berbeda pada Teresa. Cowok itu saja ogah kalau ketemu Teresa karena cewek ini sangat 'sok' di matanya. Sapa-menyapa saja mereka tidak pernah. Paling-paling hanya mata yang sesekali bertemu. Tapi kini, semuanya berubah. Waktu, kejadian-kejadian dan rasa penasaran mengubahnya. Raskal sekarang malah berniat menjaga perempuan ini untuk ia miliki sendiri. Terdengar egois? Tidak. Raskal pun tahu kalau Teresa tidak punya pacar setelah ia putus dengan Beling.

"Duh gue takut diliat Bu Is di sini. Gue mau ke-"

"Nggak! Sebelum lo kasi tau gue itu jidat lo kenapa," potong Raskal.

"Kan udah gue bilang tadi."

"Lo tuh nggak bakat bohong."

"Kok bohong siih."

180 DerajatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang