CHAPTER 21 | Penyesalan Seumur Hidup

72.9K 7K 422
                                    

KELAS XI.

Hari sudah sore namun tetap terasa panas. Teresa yang sedang memacu kendaraan beroda empat itu sampai di tempat tujuannya. Pakai putih abu-abunya yang sedikit lusuh benar-benar mengganggu sehingga perempuan itu mengambil jaketnya yang ada di kursi belakang dan memakainya sambil keluar. Menyembunyikan identitas sekolahnya.

Hari ini pikirannya sudah gila dan makin meninggi tatkal mengingat kejadian paling pahit dalam hidupnya. Akal sehatnya sudah tertutup. Mata hatinya sudah buta oleh statusnya yang masih menyandang status pelajar yang seharusnya masih produktif belajar saat ini.

Tekadanya sudah bulat.

Hasil dari perbuatannya harus hilang.

Dengan menatap kesekelilingnya. Perempuan itu tetap waspada. Dalam hati, meyakinkan dirinya sendiri kalau keputusan yang telah ia ambil adalah keputusan yang benar meski ia tahu ini salah dan benar-benar tak termaafkan. Namun kalau tidak mengambil cara ini. Bagaimana nasibnya nanti? Bagaimana orangtuanya akan menerima? Iya atau tidaknya. Teresa tidak mau ambil risiko. Ia hanya punya mereka di dunia ini. Teddy, kakaknya sudah pergi lebih dulu darinya meninggalkan jejak rindu yang selalu menari-nari di kepala serta hatinya. Bahkan kadang terbayang dalam mimpinya dan itu benar-benar menyiksa.

Teresa berhenti sejenak. Ia berdiri di dekat pohon rindang yang ada di depannya. Daun-daun yang telah gugur ke tanah disapu bersih oleh angin. Perempuan itu menumpu berat badannya di dekat tiang listrik, seolah mengambil tenaga yang terasa terkuras tiap detiknya ketika melangkah. Teresa harus cepat sebelum ia berubah pikiran.

Tangannya bergetar. Teresa mengambil ponselnya, hendak melihat foto Teddy sebagai penguat di kala sendiri namun yang ia dapati justru foto yang dikirim Saka padanya. Hari itu juga. Hatinya langsung remuk. Hancur berkeping-keping. Matanya tak lepas pada layar yang ada di depannya. Foto Beling sedang membukakan pintu mobil untuk Tatya lah yang sedang ia lihat. Saat itu pikirannya makin rincu. Hati dan pikirannya tidak sejalan.

Hidupnya seperti benang kusut yang susah diurai.

Saka: Kasian banget ya idup lo. Beling aja nggak peduli sama lo. Siapa suruh lo nolak gue dulu?

Cowok ini gila. Bagaimana mungkin Saka bisa suka pada Teresa padahal mereka hanya sepupu? Hanya karena itu. Hanya karena Teresa tak menerimanya dengan alasan bahwa mereka sepupu. Laki-laki itu jadi membencinya setengah mati bahkan tak mau menyapa jika mereka tak sengaja bertemu di acara keluarga atau sekolah.

Hari itu juga. Teresa berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menjadi Teresa yang lama. Hari itu juga di mana, kebencian dalam raga dan jiwa Teresa semakin terpupuk untuk Beling. Untuk orang-orang yang membuatnya lemah.

Teresa yang selalu penurut pada Beling. Teresa yang takut pada laki-laki itu tiap kali amarah muncul dan pertengkaran terjadi pada mereka. Teresa tidak mau menjadi Teresa yang lama. Di usianya yang tergolong muda, ia sudah salah mengenal apa arti cinta. Pergaulan bebas yang ia anggap 'keren' dan gaya masa kini sekarang sangat disesalinya. Seharusnya ia tidak memberikan seluruh apa yang ia punya pada cinta pertamanya yang bahkan sekarang sudah mendapat perempuan lain di hatinya.

Perempuan itu tidak mau terlihat kesal dan sedih. Teresa akan menunjukkan bahwa apa yang Saka duga nantinya tidak akan terjadi. Berharap Teresa ke sana dan menampar Beling karena berbuat seperti itu padanya di saat hubungan mereka sedang pasang surut? Tidak. Teresa tidak akan melakukan hal konyol seperti itu.

Lalu tangan dingin itu mengetik pesan yang ia harap pesan terakhir ia ketik untuk laki-laki itu.

Teresa: Oh. Gue gak peduli.

Teresa menarik napas dan berpikir sambil melihat sebuah klinik yang berada tak jauh darinya. Sebenarnya Teresa takut. Takut sekali namun otaknya terasa buntu dan ini adalah jalan satu-satunya yang ia temukan. Ini adalah solusi dari satu masalahnya.

Teresa mencari kontak Beling yang bernama Gama dan mengiriminya pesan. Sebuah pesan singkat yang mampu membuat Beling jantungan melihatnya. Mereka sudah pernah berdebat tentang hal ini. Hanya saja, Beling tidak tahu bahwa Teresa sudah melakukannya sejauh ini. Lagi pula, laki-laki itu tidak bertanggung jawab. Menanggung malu dan aib pun Teresa pasti tak akan sanggup sendirian. Batinnya terasa tersiksa.

Teresa: Sekarang gue di depan klinik. Gue bakalan aborsi. Terserah lo mau peduli atau nggak. Gue udah nggak mau berurusan sama lo lagi.

***

Malam menjelang. Perempuan itu keluar dari dalam klinik. Hatinya makin hancur. Dirasanya kepala makin berat. Ternyata bukan merasa makin tenang. Dia malah dihantui perasaan bersalah. Dalam hidupnya akan terus terbayang kejadian ini. Semasa hidupnya ia tidak akan mudah lupa apalagi mengubur kejadian ini dalam-dalam. Makin melangkah, makin hilang tenaganya.

Kedua matanya panas. Ada selaput bening yang menyeliputi kedua bola matanya. Kepalanya makin berdenyut dengan reaksi tubuh makin melemas.

Teresa mengangkat kepala dan indera pengelihatannya masih bisa melihat dengan jelas siapa orang yang ada di hadapannya. Verrel, teman sekolahnya. Cowok itu memandang Teresa dengan raut wajah tak terbaca.

"Sa, lo ngapain di sini?"

****
AN: Bukan buat ditiru ya. Tapi supaya kalian tau. Supaya bisa belajar tentang pergaulan bebas yang udah kelewat batas. Jadi, jangan sekali-kali nyoba apalagi berpikiran kaya gitu.

Gimana sama Chapter 21 ini?

Follow ig: PoppiPertiwi
Follow instagram Raskaldananjaya, Teresarajata, Belingmartanta.

Jangan lupa vomment ya! Salam sayang, PoppiPertiwi💞

Jangan lupa vomment ya! Salam sayang, PoppiPertiwi💞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
180 DerajatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang