Terakhir [jun+yerin]

705 88 4
                                    

Yerin mengetuk-ketukkan tangannya di meja. Matanya bolak-balik melihat pintu dan jam tangan yang Ia kenakan.

"Apa Jun ga dateng lagi?" Ia bergumam. Hoshi yang sedang menyontek PR milik Yerin di sebelahnya langsung menoleh kepada gadis itu, "Hah, ngomong apa?"

"Jun." ucap Yerin singkat saat bel sekolah berbunyi, menandakan pelajaran akan dimulai. Ia memejamkan matanya dan menghembuskan nafas kesal.

Jun, Yerin, Hoshi. Tiga sekawan peramai kelas 3-4.

Hoshi memiliki pacar bernama Eunha, adik kelas mereka. Sementara Jun dan Yerin terjebak dalam hubungan yang tidak menentu, antara sahabat dan pacar.

Bukan rahasia lagi jika Jun dan Yerin adalah salah satu pasangan yang saking tidak jelasnya hubungan mereka, malah orang lain yang kesal sendiri menunggunya. Sebut saja Sojung, salah satu teman dekat Yerin.

"Kapan sih official sama Jun? Malah aku yang ga sabar nunggu kalian pacaran."

Perasaan Yerin digantung, bisa dibilang. Keduanya tahu bahwa mereka sama-sama memiliki perasaan lebih dari sekedar teman kepada satu sama lain, tetapi entah apa yang menahan Jun untuk mengutarakan perasaannya kepada Yerin.

Beberapa hari belakangan ini, Jun tidak sekolah. Alasannya? Pergi ke luar kota untuk acara keluarga. Masuk akal memang, tapi Yerin khawatir Ia berbohong padanya.

Saat bel istirahat berbunyi dan guru keluar dari kelasnya, Yerin dengan cepat mengeluarkan telepon genggamnya dan menghubungi Jun.

"Jun!" seru Yerin sesaat setelah panggilannya bersambung.

"Apa sayaaang, kangen ya?" balas Jun dengan suara lembut. Yerin memanyunkan bibirnya, "Ga usah pake imbalan sayang, deh. Kenapa ga sekolah lagi? Masih di luar kota?" tanyanya. Terdengar Jun tertawa kecil di seberang telepon, "Iya, hari ini pulang, ko. Nanti sore kita ketemu ya."

"Hm." Yerin membalas singkat. "Ketemu di mana?"

"Nanti sore aku kasih tau. Ga usah ajak Hoshi ya, kita date aja."

"Ish, ya udah. Jangan lupa kasih kabar!" ucap Yerin sebelum panggilan tersebut diakhiri.

Jun memang begitu. Ucapannya selalu penuh kata-kata manis dan embel-embel 'sayang', which in reality, mereka hanya sebatas teman. Tapi gadis mana yang ga luluh kalau ada orang setampan Jun yang terus-menerus memanggilnya seperti itu? Bahkan Yerin yang notabenya gadis yang sulit jatuh cinta, sekarang sudah menyimpan hati kepada Jun.

Hari itu rasanya sangat panjang bagi Yerin. Ia tidak sabar untuk bertemu sahabatnya di sore hari. setelah hampir satu minggu tidak bertemu, akhirnya Ia dapat melihat wajah tampan tapi mengesalkan yang Ia rindukan.

Sore tiba, tetapi kabar dari Jun tidak tiba. Yerin tidak sabar untuk bertemu lelaki tersebut, maka Ia memutuskan untuk menghubunginya terlebih dahulu.

"Jun, dimana?"

"Nak Yerin. Ini ayah-nya Jun." balas seseorang dengan suara berat dari seberang telepon. Yerin membulatkan mulutnya, "Oh, halo, om. Jun-nya ada?"

"Jun udah ga ada, nak." balas pria tersebut. Yerin tidak paham atas perkataannya, "Maaf?"

"Anak saya, udah pergi untuk selamanya."

Yerin berlari kalang-kabut, berusaha untuk mengejar waktu. Ia berlari ke arah rumah sakit yang orangtua Jun beritahu, kebetulan tidak begitu jauh dari sekolahnya. Tak peduli oleh angin yang menerpanya, atau keringat yang membasahi sekujur tubuhnya. Ia hanya ingin bertemu Jun.

"Jun..." ujar Yerin dengan suara pelan setelah Ia sampai di ruang inap Jun.

Tetapi apa daya. Yerin memang sudah terlalu terlambat. Jun sudah tertutupi kain putih dari kaki sampai wajah tampannya. Ibu dan neneknya sedang menangis di samping ranjang. Ayahnya sedang berusaha untuk menenangkan keduanya. Ada juga beberapa keluarga Jun yang juga sedang memandangi tubuh Jun dengan pipi basah karena airmata.

Di depan orang-orang tersebut, airmata Yerin tidak keluar. Ia merasa kurang pantas menangisi kepergian Jun. Kepadanya, Jun hanyalah sekedar teman yang mengisi hari-harinya. Tetapi kepada mereka, Jun adalah anak mereka, cucu mereka, keponakan mereka. Jun adalah lelaki yang menghabiskan umurnya bersama mereka.

Ayah Jun menjelaskan semuanya kepada Yerin. Bahwa sahabat lelakinya tersebut terkena leukemia. Sembari mencoba menahan segala keperihan atas kepergian anak lelaki pertamanya, Ia menyerahkan sebuah kertas berisi coretan tangan Jun untuk Yerin.

Yerin duduk di sebuah bangku di lorong rumah sakit. Ia melihat tubuh Jun dibawa keluar dari kamar pasien ke ruang lain. Ibu dan neneknya mash menangis keras sembari berjalan mengikuti kasur tersebut, juga keluarganya yang membantu kedua wanita terdekat Jun.

Yerin membuka kertas pemberian ayah Jun. Dengan teliti Ia membaca isinya.

Halo, sayang-ku!

Haha, iya bercanda, halo Yerin, sahabat-ku yang paling manis.

Maaf ya, bukannya dateng dan jelasin ke kamu, aku harus ngucapin semuanya lewat surat ini. Mungkin kamu sadar beberapa hari belakangan ini aku jarang sekolah, dan mungkin juga kamu udah tau alasannya.

Ayah-ku udah jelasin semuanya ke kamu, ya? Mungkin saat kamu baca surat ini, aku udah terlelap untuk selamanya, nunggu kamu di dunia yang berbeda.

Aku ga tau kalau kita bakal berakhir kaya gini—aku bakal berakhir kaya gini. Maaf selama ini aku gantung kamu, kasih kamu perhatian tanpa kepastian, cuma bisa buat kami nunggu.

Aku juga nunggu, nunggu kepastian dari dokter, nunggu berita bahwa aku bisa sembuh. Ternyata rasanya ga enak ya di gantung, apalagi sama dokter:(

Tapi yaa, Tuhan berkata lain. Dari awal sebenernya aku udah memperkirakan ini bakal terjadi, tapi apa salahnya berharap dan terus berdoa, jadi aku ga nyerah begitu aja. Aku berharap aku masih ada umur untuk nyatain perasaan aku ke kamu.

Karena aku ga nyerah, aku harap kamu juga ga nyerah dan terus kejar cita-cita-mu ya, Yerin.

Terlalu telat memang, tapi kamu harus tau.

Jung Yerin, aku sayang kamu—baaaanget.

Maaf pergi duluan. Hati-hati di dunia ya sayang, aku tunggu kamu di sini.

"Bodoh, bodoh, bodoh." Yerin merutuki dirinya—dan Jun. Kini Ia menangis. Airmata-nya terus-menerus membasahi pipinya. Sembari tersedu-sedu, Ia mengusap kasar matanya, mencoba mencegah air mata yang berusaha keluar, mencoba untuk berhenti menangis.

Seperti tulisan Jun di surat tersebut, terlalu telat memang. Jika saja setidaknya Yerin tahu akan keadaan Jun, mungkin Ia dapat berada di sebelah Jun di saat-saat terakhirnya, mungkin rasa sakit yang Ia rasakan tidak akan seperih ini.

Yerin mencoba untuk mengatur nafasnya. Ia melihat sekelilingnya, hanya ada beberapa suster berpakaian biru muda yang lewat kesana-kemari. Ia menggenggam erat surat tersebut.

Menuruti permintaan Jun, Ia akan mengejar cita-citanya dan tidak akan menyerah.

"Ini untukmu, Jun. Tunggu aku, sayang." bisik Yerin kepada surat terakhir pemberian 'sahabat'nya.

[170826]

Ini angst (lagi) karena aku galau hari ini day6 konser tapi aku hanya dapat memandang dari balik layar hp:'(

((Ada yang suka day6 juga?? Karena aku suka bangeeett apalagi si dowun sama upil eh wonpil aduhajjalsjs semuanya deng))

Terima kasih telah membaca! Semoga suka!

Daisy | svt + gfWhere stories live. Discover now