chap 14

1.1K 183 19
                                    

Kookie mengulangi ucapannya sambil mengerutkan kening. Seharusnya Kim Taehyung bisa melihat siapa yang sedang berdiri di depan pintu. Rumah besar seperti ini pasti di lengkapi kamera pengawas atau CCTV. Pasti. Kenapa namja itu harus membuat tenggorokannya semakin sakit?

"Aku masih tidak mengerti apa yang kau ucapkan. Tapi, baiklah. Masuk saja, Kookie."

Kookie memalingkan wajahnya lalu mendengerus. Benarkan? Kim Taehyung sudah pasti tahu siapa yang sedang berdiri di depan pintu.

Sambil menjinjing gantungan baju beberapa pakaian yang di bungkus plastik, Kookie melewati pagar besi yang terbuka secara otomatis, lalu mendorongnya sampai menutup dengan kakinya. Ia menaiki anak-anak tangga menuju rumah besar itu.

Kim Taehyung sudah menunggu di depan pintu. Namja itu mengenakan kaus longgar putih dan celana panjang hitam. Rambutnya agak berantakan karena tidak di tata. Kookie menyadari Taehyung menatapnya dari kepala sampai ke kaki, lalu tatapan namja itu kembali kepada wajahnya. "Ada apa denganmu? Mana yang sakit?" tanya Kim Taehyung tanpa basa-basi.

Kookie menunjuk lehernya.

"Sudah minum obat?" tanya Kim Taehyung lagi.

Kookie tersenyum dan mengangguk.

Kim Taehyung memandangnya, lalu bertanya, "Kenapa kemari?"

Kookie mengacungkan pakaian-pakaian yang di bawanya. "Misther Lee... coba pakhaian..."

Kim Taehyung mengerutkan kening dan mengibaskan tangan. "Astaga... Aku tidak tahan mendengar suaramu yang mengerikan itu. Ikut aku. Aku punya obat untukmu. Ayo, masuk."

Kookie berusaha berbicara, tapi lehernya terlalu menyiksa. Akhirnya ia menurut saja. Bagaimanapun ia tidak bisa melawan kata-kata Kim Taehyung dalam keadaan seperti ini. Tunggu saja sampai suaranya kembali seperti semula.

Di dalam rumah, ia melepaskan sepatu dan mengenakan sandal rumah yang di tunjukkan Kim Taehyung.

Bagian dalam rumah itu di tata rapi sekali. Semua perabot dan hiasan di dalam rumah itu terkesan mewah. Setelah meletakkan pakaian di sofa terdekat, Kookie mengamati foto-foto yang tergantung di dinding. Kebanyakan foto sepasang pria dan wanita setengah baya. Kookie menduga bahwa mereka adalah orang tua Kim Taehyung. Ada juga beberapa foto Kim Taehyung saat masih kecil, remaja, dan saat ini.

Begitu asyiknya Kookie mengamati foto-foto itu sampai-sampai ia tidak menyadari Kim Taehyung sudah berdiri di sampingnya.

"Kenapa tiba-tiba bisa sakit tenggorokan? Kemarin bukannya biasa-biasa saja?" tanyanya.

"Kemarinh... jumpha pengghemar... menjerith," Kookie berusaha menjelaskan terpatah-patah.

Kim Taehyung tertawa. "Ah, jadi karena kemarin kau ikut menjerit-jerit? Anak bodoh. Minum ini," katanya sambil mengulurkan gelas berisi cairan berwarna cokelat pekat.

Kookie menerimanya dengan bimbang.

"Tidak usah khawatir. Itu bukan obat bius. Minum saja dan sebentar lagi tenggorokanmu akan membaik."

Kookie menatap Kim Taehyung yang berjalan kembali ke dapur. Setelah dengan ragu-ragu meminum cairan itu, yang ternyata lumayan enak, ia kembali melihat-lihat sekeliling ruangan. Ada grand piano putih di ruang tengah yang tidak di ingatnya ada di sana ketika pertama kali datang ke rumah itu. Kookie mengelus permukaan piano tersebut dan membuka tutupnya. Ia memang tidak bisa memainkan alat musik, tapi ia suka mendengarkan musik. Ia menekan salah satu tuts piano dan tersenyum sendiri.

"Hei, apa yang kau lakukan? Jangan pegang-pegang sembarangan."

Kookie mengangkat kepala dan melihat Kim Taehyung berjalan menghampirinya. Ia melambai-lambaikan tangan menyuruh Kim Taehyung datang sambil menunjuk piano.

"Apa?" tanya Kim Taehyung bingung setelah berdiri di dekat piano.

"Mainkhan.." Kookie berbisik serak sambil menggerak-gerakkan jari tangan seperti sedang bermain piano.

"Kau mau aku main piano?"

Kookie mengangguk dan menarik Kim Taehyung supaya duduk di kursi piano.

Kim Taehyung duduk dengan enggan dan berkata, "Kau mau bayar berapa?"

"Appha?" tanya Kookie sambil menggerakkan dagu.

"Kau mau bayar berapa untuk permainanku ini?" Kim Taehyung mengulangi.

Kookie mendorong bahu namja itu dan menunjuk piano dengan tegas.

"Ya, ya. Aku mengerti," kata Kim Taehyung.

Suara dentingan piano yang lembut mulai terdengar. Kookie berdiri di samping piano, menopang dagu di atasnya sambil melihat jemari tangan Kim Taehyung menari-nari di atas tuts piano. Ketika alunan nada yang di mainkan namja itu akhirnya berhenti, Kookie bertepuk tangan dengan hebohnya.

"Bagus sekali!" katanya, lalu memegang leher. "Eh, tenggorokanku sudah tidak terlalu sakit lagi."

Kim Taehyung tersenyum. "Sudah ku bilang obatnya manjur."

"Mainkan satu lagu lagi," pinta Kookie.

Tiba-tiba terdengar nada dering ponsel. Kookie merogoh saku celana dan mengeluarkan ponselnya.  Raut wajahnya berubah ketika melihat layarnya.
.
.
.
.
TBC wankawan

Halu bek sama Yer nih wkwkwk.
Pendek? Emang. Yer lagi mager soalnya wkwkwk.
Yer mau curhat tapi ga ada bahan buat di curhatin, jadi gausah curhat deh/plak/

Jangan lupa vommentnya wankawan, supaya Yer semangat ngetiknya nggak mager lagi wkwkwk. Jangan jadi dark readers dong kakski:*

Yaudah gitu aja bai

From a Lie•vk (gs)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang