"Ayo cepat jalannya, Shandy!" hardik Aira pada gadis kecil di belakangnya.
"Tunggu, Ma." Shandy mencoba menyamakan langkahnya dengan sang ibu.
Aira menghentikan langkahnya. Menarik tangan gadis kecil itu dan menyeretnya agar berjalan lebih cepat.
Bangunan panti werda bercat kuning kusam ini adalah tempat yang paling tak ingin diinjak Aira. Tapi apa mau dikata, setiap minggu ia harus setor muka agar tak dibilang anak durhaka. Aira merutuki dirinya dalam diam sepanjang pertemuannya dengan laki-laki yang dulu merawat dan membesarkannya. Atas nama bakti pada orang tua lah alasan ia masih mau membiayai tempat tinggal yang layak bagi ayahnya.
Broto dan cucunya sibuk melepas rindu. Sang kakek menceritakan film yang minggu ini ditonton bersama teman-temannya di panti. Shandy menceritakan pesta ulang tahun temannya di day care tempo hari. Sedangkan Aira, hanya memandangi mereka berdua dari jauh. Sambil menyibukkan diri dengan ponsel.
"Pak, saya pulang dulu ya. Ada pekerjaan yang menunggu di rumah." Aira memotong kebersamaan itu.
"Baiklah, Nak. Salam untuk suamimu ya. Minggu depan ajaklah dia menemui Bapak, sudah lama dia tidak datang," ucap Broto terbata.
"Mas Yusuf sedang tugas ke luar negeri, Pak. Bulan depan baru kembali." Aira menjawab sekenanya. "Ayo, Shandy."
Shandy memeluk kakeknya. Mencium tangan pria tua yang disayanginya itu. Kemudian berlalu bersamaan dengan tangan sang ibu yang kembali menyambarnya.
Perjalanan pulang yang panjang menunggu mereka. Aira sibuk menelepon kliennya. Shandy di kursi depan ngobrol dengan supir.
"Jadi orang dewasa enak ya, Pak Udin. Uangnya banyak. Bajunya cantik. Anaknya dititipkan di daycare. Orang tuanya dititipkan di panti. Shandy pengen cepet besar deh, biar bisa main ke panti tiap minggu menjenguk mama dan papa," Ucap Shandy riang.
Aira terhenyak di kursi belakang. Mematung membayangkan masa tuanya.
___
Genre : Domestic Drama
YOU ARE READING
Kumpulan yang Terserak
Short StoryKumpulan flash fiction yang sering saya tulis di facebook dan beberapa grup kepenulisan. Sebagai pengingat atas apa yang terserak. Karena setiap karya bernyawa.