Jika Tiba Waktunya

162 19 16
                                    

Alisya berjalan dengan langkah gontai. Tas hijau di pundaknya terasa semakin menambah beban pikiran. PR biologi yang tadi diberikan Bu Eni benar-benar menyiksa, rasanya Alisya malas mengerjakannya. Bukan karena Alisya tidak pandai pelajaran biologi. Justru karena Alisya adalah juara umum sehingga Bu Eni selalu memberikan bobot tugas yang lebih berat kepadanya. Alisya menyeret kakinya menuju pintu gerbang sekolah.

Beberapa orang terlihat masih ada di lapangan sekolah. Menonton tim basket yang sedang ekskul. Alisya mengambil jalur terjauh lewat taman sekolah agar tidak perlu berbasa-basi dengan teman-teman lainnya. Energinya telah habis karena memikirkan tugas yang terlalu banyak.

"Sya... Alisya." Seseorang memanggil namanya sambil berlari.

Alisya menengok dan melihat Patrick mengejarnya. Patrick yang terengah-engah dan penuh keringat berhenti beberapa langkah dari tempat Alisya berdiri.

"Kenapa, Kak?" tanya Alisya.

"Kamu mau kemana?" tanya Patrick.

"Mau pulang lah. Kakak ngapain ngejar-ngejar aku?"

"Ada yang mau aku omongin sama kamu."

"Oh, ya udah, omongin aja, Kak."

"Sini dulu deh." Kak Patrick menarik tangan Alisya menuju kursi yang ada di bawah pohon.

Alisya duduk memangku buku-buku yang dipinjamnya dari perpustakaan.

"Hmm... Jadi sebenernya aku pengen ngomong..." Patrick terlihat ragu.

"Ngomong aja, Kak. Ada apa?" tanya Alisya.

"Kita kan udah lama deket, sering ngerjain tugas OSIS bareng, terus sering dateng ke acara sekolah bareng. Aku suka sama kamu. Kamu mau nggak jadian sama aku?"

Mata Alisya terbelalak. Mendadak dia meragukan pendengarannya. "Maksudnya gimana, Kak?"

"Ya, aku pengen kamu jadi pacar aku. Kamu mau nggak?"

Ketua OSIS yang juga cowok paling populer di sekolah baru saja menyatakan cintanya. Alisya memang menyukai Patrick, dan kata-kata Patrick tentang kedekatan mereka memang benar. Tapi selama ini Alisya kira semua itu mereka lakukan atas dasar tugas dan pekerjaan OSIS.

"Kak, sejujurnya aku seneng banget denger Kak Patrick suka sama aku. Tapi kayanya ini bukan waktu yang pas untuk kita jadian," ucap Alisya.

"Emang kenapa, Sya?"

"Kak Patrick kan udah kelas tiga, pasti sebentar lagi bakal sibuk ngurusin ujian dan nyari kampus. Aku juga punya banyak tugas yang harus aku pikirin. Kalau kita jadian, pikiran kita akan terpecah dan nggak fokus lagi. Jadi, sebaiknya kita fokus dulu sama pelajaran kita masing-masing."

Patrick diam mendengar penjelasan Alisya. Air mukanya berubah.

"Nanti kalau kita udah bebas dari pikiran tentang pelajaran, dan Kak Patrick belum berubah pikiran, Kakak tanya lagi aja sama aku pertanyaan yang tadi, ya." Alisya tersenyum.

Merasa mendapat angin wajah Patrick kembali bercahaya.

"Kapan, Sya?" tanyanya.

"Hmm... ya mungkin tujuh atau sepuluh tahun lagi, lah. Setelah kita sama-sama selesai kuliah."

Alisya mengeluarkan plastik tisu dari kantung bajunya dan menyerahkan selembar pada Patrick.

"Keringetnya lap dulu tuh. Aku pulang duluan ya, Kak."

Alisya beranjak dari duduknya meninggalkan Patrick yang termenung sendirian. Dalam hati, Alisya berharap apa yang tadi dia katakan kepada Patrick tidak akan merusak pertemanan yang sudah mereka jalin sejak dua tahun lalu.

Beberapa langkah sebelum sampai di gerbang sekolah Alisya mendengar Patrick berseru, "Tujuh tahun lagi, aku akan tagih janji kamu, Sya."

Dan Alisya tak mampu menyembunyikan senyuman yang mengembang di ujung bibir mungilnya.


___
Genre : Teenlit

Kumpulan yang TerserakWhere stories live. Discover now