She will do anything to win!

196 17 10
                                    

"Ta, latihan!" seru Amira.
"Iya, sebentar," sahut Meta.

Amira berkacak pingang melihat sahabatnya tidak juga bergerak untuk bergabung bersama teman-teman yang sedang latihan marching band. Bulan depan mereka harus menghadapi pertandingan nasional. Sebagai pemegang medali perunggu di pertandingan tahun lalu, Sang Ketua tentu tidak ingin mendapatkan hasil yang buruk karena anggotanya tidak berkonsentrasi saat latihan. Ini adalah tahun terakhir mereka di kampus, Amira ingin meninggalkan warisan yang akan selalu diingat oleh junior-juniornya kelak. Namun, perhatian Meta yang terpecah karena Sang Kekasih selalu merepotkannya.

"Lo kenapa sih?" tanya Amira.
"Ini si Willy dari semalem gue hubungin nggak bisa-bisa. Gue udah tanya sama temen-temennya juga nggak ada yang liat. Katanya dari semalem dia nggak balik ke kost-an." Meta tak mengalihkan pandangan dari ponselnya.
"Ya udah, kita latihan dulu aja. Nanti abis latihan gue temenin lo cari dia."
"Serius?" Meta mengangkat wajah dari layar ponselnya.
"Iya. Tapi latihan dulu yang bener! Kalau nggak bener ya nggak selesai-selesai latihannya," jawab Amira.
"Siap!" sahut Amira.

Amira menyimpan ponselnya ke dalam tas, kemudian memakai harness dan memasang marching bells-nya.

"Okay, start from the top." Meta memberi aba-aba sambil menggoyangkam tongkat mayoret di tangannya menuju ke depan barisan.

Hari ini mereka berlatih marching sekaligus mencoba formasi baru yang akan digunakan dalam pertandingan nanti. Langit sudah mulai gelap saat akhirnya latihan usai. Meta dan semua teman-temannya merapikan peralatan marching ke dalam ruang penyimpanan.

"Mir, gue balik duluan ya. Lo coba cek lagi tongkat mayoret ada nggak di rumah lo, karena kemarin selesai latihan gue cek semua masih lengkap," Ziva, manager tim marching band, mengingatkan.
"Iya, nanti gue cek lagi. Tapi gue nggak pernah bawa pulang tongkat, kok. Lo udah tanya Della?" tanya Amira.
"Udah," sahutnya.
"Oke. Sampe ketemu besok ya."

Ziva memgangguk dan berlalu.

"Mir... Mir!" Meta tergopoh-gopoh mendekati Amira.
"Kenapa, Ta?" tanya Amira.
"Cepetan, Mir. Kata anak-anak Willy udah ketemu. Gue disuruh ke RSUD sekarang," ucap Meta panik.
"Oke. Kita naik mobil gue aja, ya," sahut Amira.
"Iya. Ayo, Mir. Cepetan."

Meta tak mampu mengontrol kesabarannya lagi, ditariknya tangan Amira menuju parkiran mobil. Sebuah sedan hitam mewah terparkir di pelataran kampus yang sudah sepi. Amira memencet remote, membuka kunci mobilnya.

"Sini tas lo, gue masukin ke bagasi."

Meta hanya mengangguk dan mengikuti arahan Amira untuk langsung masuk ke kursi penumpang. Amira memasukan tas latihan Meta serta miliknya ke dalam bagasi.
Mobil meluncur membelah keramaian jalan raya kota menuju RSUD. Amira berkonsentrasi dengan jalanan di sekitarnya, sedangkan Meta menumpahkan segala perasaannya pada sahabat yang bahkan tak menyimak ocehannya.

"Lo turun aja duluan ya. Gue parkir mobil dulu, nanti gue nyusul." Amira menghentikan mobil di depan lobi rumah sakit.

Meta meraih tasnya, turun dari mobil dan berlari ke arah meja informasi. Amira memarkir mobilnya dan menyegerakan diri menyusul sahabatnya.

Amira beberapa kali mencoba menghubungi Meta, namun tak ada jawaban. Karena tak berhasil menemukan Meta di sekitar UGD, Amira berjalan menuju lobi untuk mencari tau keberadaan kamar rawat Willy.

"Amira," panggil seseorang.
Amira menoleh. "Devon?"
"Lo ngapain?" tanya teman kampusnya itu.
"Nyari Meta. Lo sama Willy?" tanta Amira.
Devon mengeleng. "Yuk, gue anter ke Amira."

Amira mengikuti Devon menuju basement. Beberapa wajah yang dikenalnya berkumpul di sekitar lorong, kebanyakan dari mereka adalah teman-teman Willy. Terlihat juga beberapa polisi yang sedang berbicara dengan teman Willy.

"Mir..." Meta yang menangis histeris menerjang ke arahnya hingga mereka hampir terjatuh. "Willy, Mir. Willy meninggal. Ada orang yang nemuin dia di pinggir sungai, ada beberapa lebam di wajahnya... dokter bilang dia mungkin sudah meninggal sejak semalam."

Amira mengelus pundak sahabatnya. "Sabar ya, Ta."

"Padahal semalem dia masih main ke kost-an kita, bawain gue nasi goreng kesukaan gue. Willy..." isakan Meta terdengar begitu memilukan.

Beberapa orang mencuri pandang ke arah mereka. Ada terlalu banyak tatapan prihatin yang ditujukan pada Meta. Namun, Amira justru sedang memikirkan di mana dia harus membuang tongkat mayoretnya yang sudah patah menjadi dua. Amira harus segera mengenyahkannya, sebelum seseorang menduga hubungan antara kematian Willy dengan benda yang tersembunyi di dalam bagasinya itu.

 Amira harus segera mengenyahkannya, sebelum seseorang menduga hubungan antara kematian Willy dengan benda yang tersembunyi di dalam bagasinya itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

___
Genre : Thriller

Kumpulan yang TerserakWhere stories live. Discover now