EPILOGUE

98 5 0
                                    

Malam itu, malam sebelum pernikahan kami. Aku tidak dapat menghubunginya, dan kami tidak boleh bertemu. Hatiku cukup berdebar, hingga mungkin detaknya dapat terdengar dari kejauhan.

***

Aku memandang semua wajah tamu undangan yang bahagia. Sama bahagianya dengan diriku yang berjalan menuju altar pernikahan. Tempat dimana seseorang itu menungguku.

Dia sudah menungguku. Aku menatapnya, kemudian tersenyum. Sedetik kemudian senyumku pudar. Siapa dia? Dia bukan Dirga. Ku tatap sekali lagi. Dia buka Dirga. Senyumku benar-benar pudar. Hatiku nyaris hancur. Seseorang menghampiriku dari belakang kemudian berbisik.

"Menikahlah dengan dia, itu adalah harapan dari Dirga. Semalam dia sudah berjuang, tetapi pendarahan di kepalanya tidak dapat dihentikan. Aku minta maaf. Tapi tolong lakukanlah!"

Apakah ini mimpi? Tidak! Ini adalah kenyataan. Tuhan cobaan apa lagi ini? Benarkah dia sudah tiada? Aku menatap sekelilingku. Tamu undangan memasang raut sedih. Apakah hanya aku yang tidak tahu soal ini? Kemudian aku menangis. Tetapi, aku tetap harus melanjutkan pernikahan ini.

***

"Mama, jangan merasa bersalah seperti ini. Ini sudah takdir kami. Andai saja Mama mau bercerita sejak lama. Maka aku tidak akan berbuat seburuk ini. Escha minta maaf Ma! Escha sayang Mama!"

"Mama juga sayang kamu nak!"

Kami berdua berpelukan beberapa saat. Kemudian seseorang datang menghampiri kami. Aku tersenyum, kemudian berlari dan menghampirinya dan memeluknya tanpa aba-aba.

"Mas Asa, adalah seseorang yang telah dia pilih. Aku minta maaf atas sikapku. Aku mencintaimu Mas!"

"Aku juga mencintaimu, meskipun kita tidak ditakdirkan hidup bersama seperti ini. Terima kasih."

Dirgaku sayang, terima kasih telah menjadi bagian indah dalam masa pendewasaanku. Kepergianmu kini akan kuterima dengan baik. Baik-baiklah di surga, aku titip salam buat Papa ya? Bilangin ke Papa, aku nggak nakal dan nurut sama Mama. Terima kasih juga telah mengirimkan sosok Mas Asa yang begitu luar biasa. Aku akan hidup bahagia seperti yang kamu harapkan. Aku mencintaimu.

***

Cinta itu bukan berarti berdua selamanya. Ketika semesta memisahkan sekalipun, pada akhirnya akan ada jawaban bahwa Ia yang bersamamu hingga akhir hayat adalah dia yang terbaik. Bukan hal yang memalukan untuk sesekali menangisi dia yang pergi, tetapi ingat bahwa dia yang bersamamu saat ini jauh lebih berharga.

-T H E E N D-





Note:

Terima kasih kepada seluruh pembaca Tear Drops. Baik yang rajin vote, komen, atau yang sekedar ngebaca aja. Nadia harap kalian semua seneng sama cerita ini. Meskipun masih perlu banyak yang diperbaiki, dan aku sendiri merasa terlalu cepat alur yang terakhir. Aku bakalan edit lagi cerita ini, InsyaAllah satu bulan lagi dan chapternya aku hapusin. Aku agak kasih renggang waktu biar siapa tahu ada yang masih belum baca, dan pengen baca. Ini karya pertamaku di wattpad, dan aku cukup puas meskipun masih males buat up cerita. Aku bener-bener pengen menghadirkan cerita remaja yang beda, tapi masih susah. Jadi mohon dukungannya ya buddies... Selanjutnya aku nggak akan buat teenfict lagi, hanya sekedar up lapak sebelah "Our Fate". Karena menurutku teenfict itu something yang susah... Dan aku kurang percaya diri dan memilih zona nyamanku, menulis fantasi. Pokoknya mau apapun itu, doakan selalu ya. Aku nggak nuntut apapun kecuali doa itu.

With love,

Nadia Setiyabudi.
💞💞💞

TEAR DROPSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang