CHAPTER SIX

752 48 0
                                    

"Kamu ngomong gitu karena kamu nggak kenal aku!"

Aku menatap Aleaa dengan tatapan tajam. Tak mau kalah, kini Aleaa menatapku dengan tatapan yang lebih tajam. Aku tak menghiraukan tatapannya dan mengalihkan pandanganku. Aku melanjutkan langkahku. Tak lagi peduli.

"Lo selalu buang-buang waktu, dan kesempatan yang selalu gue inginkan!"

Aleaa menarik tangan kiriku dengan kasar sehingga tubuhku sedikit tertarik ke belakang.

"Kamu apa-apaan sih Al? Pertama, aku nggak suka kamu ngomong pakai bahasa lo-gue. Kedua, aku nggak suka kamu sok tahu tentang kehidupanku. Ketiga, aku nggak suka orang kasar kayak kamu! Keempat, kalau kamu emang ingin sepertiku, ambil saja semua dari hiduku. Semoga kamu puas!"

Aku mencoba melepaskan tangan kiriku dari genggaman tangan Aleaa. Tetapi gagal karena cengkramannya menjadi semakin kuat. Aleaa mendekatkan tubuhnya ke arahku.

"Escha, Aleaa? Kalian ngapain sih?"

"Iya kalian ngapain?"

Aku melihat ke arah pintu. Ternyata Anne dan Hanny. Aleaa segera melepaskan tangannya dan menjauhkan tubuhnya dari tubuhku. Aleaa kemudian meninggalkan ruangan dengan wajah yang sudah sangat menahan emosi.

"Ada apa sih Cha?"

"Han, aku tanya deh sama kamu. Kamu kan yang sebarin gosip soal aku sama Dirga?"

"Nah! Itu yang pengen aku bicarakan sama kamu. Jadi sebenarnya kemarin aku ke laboratorium sama Aleaa. Tapi dia nunggu di depan pintu dan nggak ikut. Aleaa sangat marah sama kamu karena sebelumnya dia dengar kalau kamu mundur dari ajang puisi nasional itu! Itu nggak benerkan Cha?"

Aku mengerti perasaan Aleaa kali ini. Aku segera keluar dan mengejar Aleaa tanpa mempedulikan Anne dan Hanny. Aku berlari di sepanjang lorong yang tak lagi sepi ini. Entah mengapa hatiku menjadi sesakit ini.

Di ujung lorong Dirga berdiri menghadangku yang sedang berlari. Aku mencoba menghindari Dirga. Tetapi Dirga justru menghadangku dengan merentangkan kedua tangannya.

"Mari, kamu kenapa sih?"

Napasku terengah-engah. Aku tak mampu melampaui Dirga. Dengan perasaan yang bercampur aduk, aku nencoba menjawab pertanyaan Dirga. Namun rasanya begitu susah diutarakan.

Tiba-tiba Dirga memelukku dengan erat dan mengusap rambutku dengan lembut dan menenangkan. Aku tak dapat berkata apa-apa.

"Menangislah dalam pelukanku. Aku tidak tahu apa masalahmu. Namun jika kau ijinkan aku masuk ke dalam hatimu, maka aku akan mencoba memperbaikinya."

Ketika Dirga berkata seperti itu, aku langsung menangis dan menumpahkan seluruh air mataku dalam pelukannya. Dalam pelukan Dirga semua menjadi lebih ringan meskipun aku tak mengatakannya.

"Kenapa sih Ga, orang-orang anggap hidup aku sempurna? Kenapa Aleaa sebenci itu sama aku Ga? Ga kamu juga benci sama aku kan? Ayo Ga bilang! Ayo bilang!"

Tangisku semakin menjadi-jadi. Dirga melepaskan pelukannya. Kedua tangannya diletakkan di pudakku. Kemudian ia menatapku dengan tatapan yang sangat meyakinkan.

"Aku nggak pernah benci kamu. Aku nggak pernah menyalahkan setiap kelebihan yang kamu miliki!"

Aku menatap mata Dirga dalam-dalam. Aku percaya dengan apa yang Dirga katakan. Aku yakin dia tidak akan berbohong. Sedetik kemudian aku tersadar. Dirga masih memegang pundakku. Aku menatap belakang punggungnya. Di balik sana ada Aleaa. Aleaa segera membalikkan tubuhnya dan meninggalkan aku dan Dirga.

"Aleaa tunggu!"

Dirga melepaskan tangannya dari pundakku dan segera berbalik badan dan mengejar Aleaa. Tak sampai dua puluh detik Dirga berhasil menarik tangan Aleaa. Dirga menarik tangan Aleaa.

"Lo apa-apaan sih Ga! Lepasin tangan gue!"

"Nggak sebelum kamu minta maaf sama Mari!"

"Mari? Huh! Panggilan kesayangan buat ratu Escha Marion!"

***

Akulah orang yang patut disalahkan atas derita mama. Aku menyesal telah mengatakan semuanya dengan sangat kasar kepada mama. Jika waktu dapat berulang, aku ingin membatalkan gugatanku kepada mama.

Aku menatap mama yang sedang dibawa menuju rumah sakit dengan ambulance. Meskipun samar aku dapat melihat wajah mama yang begitu pucat.

"Maafkan Escha ma, Escha memang bersalah. Tapi Escha harus mengungkap kebenarannya selama ini."

Mobil putih itu membawa mama menjauh dariku. Seseorang memelukku dari belakang.

TEAR DROPSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang