25. Abra Nikah, Mamen!

ابدأ من البداية
                                    

Ah … Abra tidak siap, Tuhan!

“Kita mulai sekarang saja,” kata Ayah Evelyn itu tenang.

Sebuah sikap yang membuat Abra ingin kencing di celana saking tak tahu harus melakukan Abra. Mendadak, kantung kemihnya terasa penuh. Abra takut mengompol saat melaksanakan Ijab. Namun ia lebih takut lagi jika harus meminta izin pada Tuan Smith yang sebentar lagi akan menjadi mertuanya.

Sialan!

Abra jadi menikah, Mamen!

“Bismillah, Ab, lo pasti bisa kok.” Amar berbisik di belakangnya. “Calon mertua minta sentuhan pertama lo itu,” ledek Amar masih dengan suara berbisik.

Dan Abra tak sabar ingin memukul kepala temannya yang satu itu

“Demi persetubuhan halal, Ab.” Lanjut Wira kurang ajar.

Bajingan! Maki Abra dalam benaknya. Bisa-bisanya berandalan dengan kerah berdasi ini membuat Abra makin tak berkutik di detik-detik sakral perkawinannya sendiri.

Ck, lihat saja nanti, Abra akan memberikan tendangan untuk kedua sahabarnya yang bermulut rusak itu. “Awas lo berdua,” desis Abra setengah jengkel.

“Tarik napas dulu, Ab. Rileks, jangan tegang. Cukup bagian lain aja yang tegang. Itupun nggak di sini.”

Monyet!!!!

Abra memaki kencang. Untung saja masih dapat ia tampung di dalam hatinya sendiri.

Ck, ternyata Adam sama sialannya dengan kedua rekannya yang lain. Lalu bagaimana mungkin, Abra sanggup mempercayakan kelangsungan semangat Ijab Kabulnya ini, pada sarjana-sarjana yang tak sempat menyekolahkan mulutnya itu?

Duh, Abra tentu akan biasa saja di hari lain. Dan akan dengan santai membalas olokkan itu dengan sama kejamnya, pada waktu-waktu yang lewat. Tetapi tolonglah, jangan buat Abra begitu tersiksa. Duduk satu ruangan dengan Alaric saja, masih cukup mampu membuat Abra salah tingkah. Lalu apa jadinya Abra sekarang?

Duduk berhadapan dengan Keanu Abraham Smith, di tengah Ballroom hotel yang telah di rias sedemikian indah untuk kelangsungan pernikahannya hari ini. lalu tak lupa, ratusan pasang mata, yang mendadak membuat Abra mengalami demam panggung saking gugupnya.

Oh, sial! Bukankah mereka sepakat untuk mengadakan pernikahan yang sederhana saja? Lalu kenapa kini semuanya berkumpul di hotel bintang lima? Tak mengertikah keluarga Evelyn mengenai kata sederhana itu?

“Kita nikahnya secara sederhana lho, Lun? Kamu inget ‘kan, kita berdua sepakat buat bikin acara yang sederhana aja?” tanya Abra tak berdaya sore itu. Tepatnya seminggu sebelum pernikahannya berlangsung.

“Ya, emang sederhana aja kok, Ab.” Evelyn masih tampak asik menghitung berapa surat undangan lagi yang ada di papper bag-nya.

“Tapi ini di hotel, Aluna.” Abra langsung menarik tangan Evelyn, memaksa wanita itu agar melayani ketidakmengertiannya ini dengan benar. “Sudut mana yang sederhana dari hotel ini?”

Eve mendesah, ia melepaskan papper bag-nya yang di rebut Abra. “Kita cuma ngadain akad nikah di sini, Ab. Dan nggak pakai resepsi sama sekali. Itulah bagian dari sederhana di hotel ini.”

Ego Abra tersinggung. Bukan karena sejak awal ia tidak di beritahu perihal pelaksanaan akad nikahnya, melainkan karena ia pun tidak di libatkan sama sekali dalam pengurusan segala hal terkait pernikahannya. Evelyn hanya meminta mahar uang tunai sepuluh juta rupiah. Lalu Abra menambahnya menjadi seratus juta.

Dan apa Evelyn berpikir, uang Abra tak akan cukup mendanai pernikahannya sendiri, setelah ia memaksa untuk memberi mahar sebesar itu?

“Kamu nggak ngasih tau aku soal ini, Eve?” Abra menahan diri agar tak mengeram. “Aku jadi orang terakhir yang tau, soal ini ‘kan?”

Knock Your Heartحيث تعيش القصص. اكتشف الآن