BERHENTI MEMANGGIL KU IEL

7.2K 292 30
                                    

Shilla kini membawa Ify ke rumahnya, harap-harap Gabriel memperbolehkan Ify tinggal di sini untuk sementara waktu. Sebenarnya Via ingin sekali mengajak Ify tinggal di rumahnya, tapi itu tidak mungkin karena Via tinggal bersama budenya, dan dia tidak ingin menambah beban budenya dengan menyuruh Ify tinggal di rumah budenya.

"Shilla pulang..." ucap Shilla setelah membuka pintu.

Gabriel yang ada di lantai dua langsung mengarahkan kepalanya ke bawah melihat Shilla dan disebelah ada Ify.

"Hei Ashilla, kenapa kau membawa istri orang ke rumah? Apa suaminya itu sudah tak menginginkannya lagi?" Tanya Gabriel, kemudian turun ke bawah menghampiri mereka berdua.

Ify bersembunyi di balik punggung Shilla, bahkan ia juga meremas gaun Shilla. Ify takut melihat Gabriel yang seperti itu.

"Cukup kak, ini bukan saatnya untuk berdebat" ucap Shilla, ia mencoba sabar menghadapi kakaknya itu.

"Berdebat....?" Gabriel mengangkat alisnya sebelah.

Lalu Gabriel mengelilingi Shilla sambil berkata.

"Siapa yang berdebat? Aku tidak ingin mengajak mu berdebat, tapi kau selalu saja membuat ku pusing Ashilla. Kenapa kau membawa dia kemari?" Gabriel berhenti tepat di depan Ify, ia mengangkat kepala Ify yang sedari tadi menunduk kemudian ia menghempaskan wajah Ify begitu saja.

"Hey kau.... Kenapa kau kemari? Apa kau juga akan membuat keluarga ku sengsara? Seperti yang sudah kau lakukan pada suami mu itu? Heyy, kau tak perlu bersusah payah melakukan itu, karena keluarga ku sudah hancur. Sekarang kau pergi dari sini." Ucap Gabriel tanpa perasaan.

Ify menunundukkan kepalanya dalam, air mata sudah menetes membasahi pipinya. Ia menangis bukan karena perkataan Gabriel, tapi karena ia berpikir apa dirinya sehina itu sehingga tak ada satu orang pun yang peduli dengannya? Apa ia tak berhak bahagia di dunia ini? Kenapa waktu tak pernah mengijinkannya untuk bernapas sebentar saja? Kenapa ia selalu disakiti? Apa dia tak pantas untuk dicintai? Kenapa dunia tak berpihak padanya?

"Sudahlah kak, cukup omong kosong mu itu. Aku akan tetap menyuruh Ify untuk menginap di rumah ini" Ucap Shilla.

"Udahlah Shill nggak papa, aku bisa cari tempat lain" Bisik Ify.

"Lah tuh denger sendiri kan, jadi untuk apa kau masih berdiri disini. Cepat sana pergi" usir Gabriel, tangan kanannya menunjuk pintu yang tertutup.

"Kak Iel stoopp, jangan lakuin ini. Sekali aja kakak buka hati kakak itu. Apa kakak nggak kasihan sama Ify? Status Ify sekarang janda kak, dia udah nggak punya siapa-siapa disini selain kita, kak. Papa Ify sekarang masih di luar kota, Ify sebatang kara. Kak Iel mau kan bantu Ify, kak Iel..."

"Berhenti memanggil ku dengan sebutan itu Ashilla!!!!!" Bentak Gabriel, bahkan wajahnya sudah merah padam karena sejak tadi ia menahan amarahnya.

"Dan berhenti memanggil ku Ashilla! Bukankah kau dulu selalu memanggil ku Shilla tanpa embel-embel huruf A didepan? Sekarang kenapa kau memanggil ku Ashilla kak Iel?"

Gabriel semakin menatap Shilla tak suka, kedua tangannya sudah mengepal sangat kuat sampai memperlihatkan otot tangannya. Ify yang sedari tadi hanya bungkam semakin bungkam, ia tak berani berucap sedikitpun.

"Ashilla, ku bilang berhenti memanggil ku dengan nama itu. Iel sudah mati sekarang yang berdiri di depan mu adalah Gabriel, camkan itu Ashilla" tegas Gabriel.

"Kak Iel, kak Iel....kak Iel.... KAKK IIIEEELL...."

"Ashilla!!! Stop!!" Teriak Gabriel bahkan ia sampai menutup kedua telinganya.

"Aku tidak akan pernah berhenti sebelum kakak mengijinkan Ify untuk tinggal disini" Ujar Shilla.

"Ah terserah kau saja, aku pusing. Kau sudah mengganggu malam ku" Pada akhirnya Gabriel mengalah dan Shilla tersenyum senang mendengarnya.

"Ah iya aku sampai lupa" Gabriel membalikkan badan menghadap Shilla dan Ify kembali.

"Dia harus tidur di kamar pembantu" Kata Gabriel sambil menunjuk dahi Ify.

"Apa? Tapi kakak nggak bisa ngelakuin semua ini" Ujar Shilla, dia tak menyetujui ucapan kakaknya.

"Nggak bisa? Aku bisa Ashilla, aku pemilik rumah ini dan perintah raja tidak bisa di bantah. Dia, tidur di kamar pembantu atau tidur di kolong jembatan? Mau pilih yang mana?" Kata Gabriel, dia langsung menuju kamarnya yang ada di lantai atas.

"Udah Shill nggak papa" Ucap Ify berusaha untuk kuat.

***

"Gadis bodoh, apa air hangat ku sudah siap? Aku ingin mandi sekarang. Badan ku serasa pegal semua." Teriak Rio, ia baru saja pulang dari kantor bahkan kerjaan yang menumpuk membuatnya harus lembur.

"Eh sayang kamu udah pulang? Nih aku buatin teh hangat buat kamu. Air hangatnya udah aku siapin." Ucap Agni sambil membawa secangkir teh hangat untuk Rio.

"Iya, aku akan segera mandi kamu tidur saja ini sudah malam." Ucap Rio sambil melihat jam tangannya yang melingkar di pergelangan tangan kananya.

Agni menuruti ucapan Rio, ia langsung menuju ke kamarnya. Tentu saja kamarnya dengan Rio terpisah.

Setelah Rio meneguk habis teh hangatnya, ia langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Cklekk....

Rio memasuki kamarnya, ia merasa ada yang kurang disini. Tapi apa? Ah iya istri bodohnya itu sudah tak bersamanya lagi, ia merasa kesepian, eits tunggu..... Bukan kesepian karena ia merindukan Ify atau semacamnya, melainkan kesepian karena ia tak bisaagi memaki, mencaci, bahkan menghina istri bodohnya itu. Ehm ralat, maksudnya mantan istri bodoh.

Rio tak mau memikirkan mantan istrinya itu, ia langsung menuju kasur dan mulai memejamkan mata.

***

Shilla kini sudah berada di dalam kamarnya setelah ia mengantar Ify ke kamar pembantu. Jujur ia tak tega melakukan itu pada Ify, tapi ia juga tak bisa melawan perintah kakaknya.

Shilla membuka laci yang ada di samping tempat tidurnya, ia mengambil sebuah pigora berukuran sedang. Di dalam foto tersebut ada gambar dirinya, Gabriel, juga Zeva calon tunangan Gabriel yang sudah tiada.

"Kak, kak Zeva apa kabar disana? Apa kakak bahagia di atas sana? Kak, Shilla boleh curhat nggak?" Shilla mengelus bingkai foto tersebut tepatnya di foto Zeva.

"Kakak tahu nggak, semenjak kematian kak Zeva kak Iel berubah kak. Kak Iel bukan lagi kak Iel yang Shilla kenal dulu. Shilla rindu kak Iel kak, Shilla menginginkan kak Iel yang dulu menyayangi Shilla, selalu memanjakan Shilla, dan selalu berdongeng untuk Shilla sebelum tidur. Shilla rindu itu semua" Shilla mengelap air matanya yang sudah mengalir sejak tadi.

"Haaahhhh..... Bahkan dia sekarang benci dengan panggilan Iel, ia lebih suka dipanggil Gabriel sekarang. Tapi kak aku menginginkan kak Iel ku kembali, aku sama sekali tak menginginkan kak Gabriel melainkan kak Iel. Apa yang bisa ku lakukan agar keadaan kembali seperti dulu? Dan kenapa kakak pergi secepat ini? Coba saja kakak masih hidup, kak Iel nggak mungkin jadi seperti ini sekarang. Bahkan ia tak memanggil ku dengan sebutan Shilla lagi melainkan Ashilla. Kak Iel udah berubah kak, dia berubah dan Shilla benci yang namanya KAK GABRIELLL, ASHILLA BENCI KAK GABRIELL ASHILLA BENCI" Teriak Shilla ia menjatuhkan semua Benda yang ada di atas laci mejanya, bahkan segelas air yang ada disana ikut pecah karena amukan Shilla.

Shilla bangkit dari kasurnya, ia berjalan ke arah meja rias disampingnya terdapat pigora dirinya juga Gabriel yang tergantung di tembok. Ukuran foto itu cukup besar, Shilla langsung mengambil pigora tersebut kemudian membantingnya hingga pecah.

Pyaaarr......

"ASHILLA BENCI KAK GABRIIEELL" Teriak Shilla bersamaan dengan suara pecahan kaca pigora.

Sementara itu di luar kamar yang tidak tertutup, seorang pemuda mendengar semua pembicaraan adiknya. Ya, dia adalah Gabriel.

Gabriel memejamkan matanya, air mata yang sedari tadi dibendungnya langsung menetes, dadanya naik turun saat ini karena terlalu lama menahan sesak. Ia juga mengacak rambutnya.

"Maafkan kak Iel Shilla, karena kakak kau harus menderita seperti ini. Kakak janji setelah ini keadaan akan berubah seperti dulu. Kau boleh membenci Gabriel, tapi kakak harap kau tak pernah membenci Iel." Lirih Gabriel, ia mengusap air matanya kemudian pergi ke kamarnya.

MENUNGGU [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang