4

47 4 0
                                    


"Kalau kita bertemu sekali lagi aku tak akan melepaskanmu." Hanya kalimat itu yang mampu ku dengar sebelum dia menyatukan bibir kami. Kakiku melemah aku butuh pegangan. Aku membuka mataku. Tak terasa air mataku menetes. Dia mencuri ciuman pertamaku.

"Terima kasih," ucapnya sambil menekan tombol diremotenya dan kemudian berlalu pergi ke luar ruangan meninggalkan aku yang terduduk dan menangis.

***

Keefe

'Oh Tuhan, apa yang baru saja aku lakukan? Aku membuat seorang wanita menangis pagi ini' ucapku dalam hati. Ku sandarkan tubuhku di balik pintu ruanganku. Samar-samar kudengar suara tangis dari wanita yang berada di dalam ruanganku. Sebenarnya aku hanya ingin balas dendam padanya karena seenaknya saja mengadukkanku pada pihak rumah sakit, tapi entah kenapa dengan jarak sedekat itu aku jadi lepas kendali.

"Bapak baik-baik saja," ucap sekretarisku yang binggung karena melihatku yang seakan berbeda dari biasanya.

"Iya, aku baik-baik saja." Akupun melangkah pergi menjauhi pintu itu tapi kemudian langkahku terhenti ketika aku mendengar suara pintu yang terbuka. Sebenarnya tanpa berbalikpun aku sudah tahu siapa yang akan muncul dari pintu itu tapi entah kenapa tubuh dan otakku tidak dalam kondisi yang serasi. Tubuhku berbalik untuk melihat kearah pintu kerjaku. Di sana muncullah seorang wanita yang wajahnya memerah dan pandangan matanya yang sangat tajam, tapi sangat amat cantik menurutku. Dia berjalan melewatiku dan kemudian berhenti beberapa langkah di depanku.

Dia memandangku dan tersenyum sinis sambil berkata, "Terima kasih atas sambutan yang Anda berikan, saya tidak akan melupakannya." Kemudian dia dengan cepat menampar pipi kananku. "Itu hadiah perpisahan dari saya," ucapnya sambil berjalan pergi menuju lift meninggalkan diriku yang menahan sakit dipipi serta panas dihati.

"Kita lihat siapa yang akan mendapatkan banyak hadiah."

***

Septa berjalan menuju halte bus dengan tergesa-gesa. Dia bukan terlambat akan tetapi dia ingin secepatnya pergi dari gedung mewah ini. Dia tidak tahan apalagi dengan cemoohan dan tatapan mata dari seluruh wanita yang ada di gedung Wiyatama. Septa sekarang hanya ingin berada di kamar kecilnya sambil memeluk boneka kesayangannya. Tapi sesaat kemudian dia terdiam di pinggir jalan. Terdiam karena pikirannya yang sedang berkelana memikirkan nasib panti dan anak-anak yang bernaung di dalamnya. Septa menghembuskan napas sambil mengusap muka dengan tangannya. Dia sungguh sangat lelah. Septa bahkan tidak sadar bahwa ada sepasang mata yang sedang mengawasinya dari kejauhan.

Di tempat lain ...

"Buat dia jadi milikku, bagaimanapun caranya," kata seorang lelaki kepada bawahannya yang hanya di jawab oleh isyarat anggukan oleh bawahannya.

'Nantikan pembalasanku' pikir lelaki itu sambil menyunggingkan senyum dibibir merahnya.

***

Seorang wanita cantik nampak turun dari bus dan berjalan dengan tak bersemangat. Bahkan pemandangan di sekitarnya tak mampu membuatnya berpaling dan melupakan sedikit kegundahan hatinya. Dia amat sangat tidak perduli dengan sekitarnya, yang dia perdulikan hanya satu yaitu panti. Sepanjang perjalanan dia bingung harus bagaimana menyampaikan kabar buruk ini. Dia meruntuki keberaniannya dan kemarahannya bahkan sampai menampar pipi pemimpin perusahan. Dia tidak tega dan kuat saat melihat tangis di wajah ibu dan anak-anak panti ini.

"Kak Septa," panggil salah seorang anak panti padanya ketika dia baru saja membuka gerbang panti asuhan.

"Kak Septa," panggil serempak suara anak lainnya yang bermain di taman panti dan mereka pun berlari kearahnya yang sedang menutup pagar.

Black Secret Where stories live. Discover now