2.

72 7 0
                                    

"Jangan dok ..." Suara kedua terdengar dan aku sangat yakin bahwa suara itu berasal dari ruangan dokter yang berada beberapa langkah di depanku. Aku penasaran dan sungguh pikiran negative memasuki otakku. Jangan-jangan ada seorang suster yang sedang dipaksa melayani nafsu bejat seorang dokter.

"Aku harus menolongnya," ucapku sambil berjalan cepat kea rah sumber suara dan membuka oh tidak bukan membuka lebih tepatnya mendobrak pintu dengan kasar dan seketika aku terperangah ketika melihat seorang perawat yang sedang berada di kaki seorang dokter. Apa yang sedang terjadi? Kenapa perawat itu sedang menangis dan terduduk di bawah kaki dokter itu?

'Aku seperti mengenal mereka,'

"Siapa kamu?" tanya dokter itu sambil menunjukku dengan jarinya. Tampan tapi sungguh tingkah lakunya seperti setan. Aku tak suka.

***

"Stop! Dasar dokter mesum!" seru Septa sambil mendekati perawat yang sedang berada di bawah kaki dokter Keefe. Septa kemudian mengangkat tubuh perawat itu kemudian berkata kasar kepada lelaki tampan yang berada di depannya. "Anda dokter mesum, saya akan laporkan Anda kepada pihak rumah sakit. Anda seharusnya tidak memaksakan nafsu Anda pada seorang perempuan lemah. Coba Anda ingat anak istri Anda yang menunggu Anda di rumah." Septa berbicara seperti kereta api yang tidak memiliki rem. Keefe hanya mendengus napas kasar.

'Tunggu pembalasanku.' Pikir Keefe

Septa berjalan ke arah pintu keluar ruangan dokter, langkahnya terhenti ketika mendengar seseorang yang berbicara dengan nada mengancam. "Ini terakhir kalinya aku melihatmu, jika setelah ini aku bertemu dengan mu. Kau tak akan kulepaskan gadis mungil."

"Hmm ... tak aka nada pertemuan ketiga. Aku pastikan itu." Septa berjalan menjauhi pintu keluar dan kemudian membalikkan badannya untuk melihat ekspresi dokter Keefe.

***

Dua hari sudah setelah kejadian kesalahpahaman itu. Keefe sangat-amat sangat kesal. Bahkan wanita-wanita penghibur di club-club mewah pun tidak mampu memadamkan api yang sedang bergelora di hati dan pikiran Keefe. Keefe amat sangat murka dengan seorang gadis mungil yang tingginya saja tidak mampu menandinginya tetapi kepedasan mulut gadis- ohh bukan wanita itu dapat mengalahkan cabe terpedas di dunia.

"Kenapa kening loe bro?" tanya Russel pada sahabatnya yang sedang termenung di meja rapat sambil memegangi dahinya seakan seluruh dunia sedang dia pikirkan.

Taka da jawaban dari Keefe yang ada hanya tatapan seram dan dingin seorang Keefe. Russel yang sudah mengetahui karakter sahabat masa kecilnya itu hanya bisa tersenyum. "Gue mencium bau mistis," katanya sambil terkikik geli.

"Aduh ...," ucapan yang keluar dari mulut Russel ketika dengan sengaja Keefe melempar map ke kepala Russel. Mata Russel membulat ketika melihat map yang lumayan tebal berhasil mendarat di keningnya dengan mulus.

"Gue sumpahin loe gak laku-laku. TITIK," ucap Russel sambil mengelus-elus keningnya yang sepertinya akan segera membiru.

"Terserah, toh aku tak butuh wanita," jawab Keefe bosan sambil berjalan pergi meninggalkan Russel.

***

Sepanjang perjalanan dari ruang rapat menuju ruangannya Keefe tak henti-hentinya memikirkan gadis cabe rawit yang hinggap di otaknya. Ingatanya kembali pada dua hari yang lalu, saat wanita itu sudah pergi dari ruangannya.

Flashback

Dua jam setelah kejadian di ruangan Keefe.

Tut ... tut ... terdengar suara telpon di ruangan putih itu berbunyi. Keefe yang sedang memeriksa laporan yang berada di mejanya itu pun mengalihkan pandangannya pada telpon itu. Sungguh malas dia mengangkat telpon itu, tapi kewajibannya sebagai dokter mengharuskannya mengangkat telpon itu. Keefe pikir mungkin saja itu telpon yang penting.

"Halo ...."

"Apa yang kamu lakukan kepada seorang perawat?" tanya orang di seberang sana dengan suara dingin. Keefe menutup matanya sambil memegang ganggang telpon. Keefe amat sangat kenal dengan orang yang berbicara itu. Seharusnya tadi dia mengikuti kata hatinya saja untuk tidak mengangkat telpon itu.

"Pa ...."

"Keruangan saya sekarang juga." Lagi-lagi ucapan dan upaya pembelaan Keefe dipotong oleh Direktur rumah sakit Wiyatama ini dan yang terjadi berikutnya adalah terdengarnya nada putus dari telponnya.

Hampir 2 jam Keefe mendapat ceramah dari Direktur rumah sakit sekaligus papanya. Keefe sudah amat paham dengan watak karakter papanya itu. Papanya tidak senang ketika ada seseorang yang memotong pembicaraannya, persis seperti dirinya. Sambil memijat keningnya Keefe berusaha untuk menahan emosinya pada wanita mungil yang dia sendiri tak tahu namanya. Ternyata wanita itu mengadukannya kepada pihak rumah sakit. Dia menuduh Keefe melakukan pelecehan dan tindakan tidak professional kepada perawat itu. Keefe menggeram kesal karena ternyata perawat itu bahkan tidak melakukan pembelaan kepada dirinya.

'Tak bisakah dia mengatakan yang sebenarnya terjadi.'

Keefe membuka pintu berwana kayu. Wangi pengharum ruangan segera menyapa Keefe. Dia menghembuskan nafas dan kemudian berjalan menuju meja kerjanya. Dia sungguh sangat bosan. Nasib ... dia sedang meruntuki nasibnya yang terlahir di keluarga Wiyatama. Keefe kemudian membuka-buka berkas yang ada di mejanya dan kemudian menghempaskannya lagi ke atas meja.

"Ayolah, tidak ada kah yang dapat menarik perhatianku hari ini."

Keefe menghempaskan tubuhnya di sofa ruangan itu. Dia sedang memikirkan cara agar kantor ini tidak membosankan. Sudah cukup baginya rumah sakit menjadi tempat dia serius, dia tidak ingin kantor ini juga menjadi tempat serius dan tegang. Hmm ... dia memutar otaknya berharap dapat menemukan ide yang cukup sempurna.

Ketika mata Keefe mulai ingin memejam, Telinganya menangkap suara dari arah pintu. Sepertinya akan ada orang yang bertamu ke ruangannya. Tanpa memperbaiki posisinya yang sedang berbaring Keefe menyuruh orang itu untuk masuk.

"Maaf Pak, ada tamu yang ingin bertemu bapak."

Suara sekretaris Keefe yang menggema di ruangannya. Keefe dengan cepat bangkit karena dia takut tamu yang ditemuinya adalah rekan bisnisnya. Sambil membenarkan kancing jasnya Keefe berkata, "Maaf Pak ..." ucapannya terputus karena dia melihat tamunya bukan seorang bapak-bapak.

"Kamu ...," Ucap mereka bersamaan sambil saling tunjuk.

TBC

Jangan Lupa votement. Thanks udah mampir, Lope u

Black Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang