3

62 8 0
                                    


"Kamu ...," Ucap mereka bersamaan sambil saling tunjuk.

***

Septa

'Ahhhhrrggg ... bagaimana ini?' tanyaku dalam hati

Aku salah tempat dan salah waktu. Diantara ratusan bahkan ribuan perusahaan di negara ini mengapa aku salah masuk perusahaan. Wiyatama, ahh aku memang bodoh kenapa tidak langsung menyadari bahwa nama rumah sakit di mana aku bertemu dengan dokter mesum dan perusahan ini sama yang itu artinya aku harus berurusan dengan lelaki kurang ajar ini lagi.

Ku hembuskan nafasku, dengan percaya diri aku harus melawan pandangan mata yang mampu membuat wanita meleleh ini, tapi tidak untukku. 'Setiap lelaki tampan pasti playboy' itulah prinsip yang aku pegang selama hamper 24 tahun ini.

"Jadi ...?" tanyaku memulai pembicaraan yang hampir dalam waktu 15 menit ini taka da.

Tak ada jawaban, hanya ada pandangan mata yang mampu membuatku pingsan. Tuhan dia amat sangat tampan tapi bukan level ku. "Bagaimana Pak proposal saya?" itu adalah pertanyaan basa-basi dariku. Aku tahu dia tak akan mampu menjawab karena dia bahkan belum membuka proposal yang aku sodorkan di atas mejanya sedari tadi.

Sepi ... senyap ... dan aku sangat tidak suka situasi ini. Sepertinya aku harus menyerah dan kembali ke panti dengan tangan hampa tanpa hasil. Aku tahu semua pemilik panti akan kecewa tapi mau dikatakan seperti apa. Dia sedari tadi berakting layaknya patung yang mahal. Hanya bisa memandang. Andai saja aku tidak membutuhkannya mungkin sekarang aku akan menghampirinya dan mulai menggaruk-garuk wajahnya yang sok tampan itu. Dingin ... sepertinya aku tidak tahan lagi dengan suasana di ruangan ini. Aku ingin pergi.

Ku gerakkan tubuhku, berusaha untuk keluar dari kungkungan kursi mewah yang tadi kududuki. Berdiri dan berkata, "Terima kasih atas waktu Anda." Kemudian berjalan menuju pintu yang baru beberapa menit lalu ku lewati.

Taka ada suara, taka ada kata pencegahan. Heii ... dasar lelaki aneh dan tidak berperi kemanusian. Bisakah dia sedikit berbasa-basi. Oke sepertinya taka da gunanya mengharapkan lelaki dingin ini. Aku memegang knop pintu sambil berdoa dalam hati agar dia mengeluarkan sedikit kata yang bisa membuat kami setidaknya bernegosiasi. Bukan seperti ini, aku layaknya pejuang yang mundur dari medan perang.

Terlambat aku sudah memegang knop pintu. Tapi tunggu ... ada yang aneh. Pintu ini tidak dapat di buka. Ahh ... bahkan walaupun aku gerakkan berkali-kali masih saja tidak bergerak. Pintu ini di kunci. Aku pun berbalik arah menatap lelaki yang dengan santainya masih duduk di meja nyamannya. Dia menyunggingkan senyum dinginnya yang mampu membuat aku bergidik ngeri. Dia seperti percampuran iblis dan malaikat di waktu yang bersamaan.

"Bagaimana bisa?" tanya ku sambil menghentakkan kaki.

Dia tidak menjawab, dia hanya memperlihatkan remote yang banyak sekali tombolnya. Dia kemudian berdiri berjalan lamat-lamat menuju aku.

"Jangan mendekat atau aku akan teriak," ucapku.

Tak lama kemudian terdengar tawa dari bibirnya. "Coba saja, aku ingin mengetahui seberapa kuat Anda berteriak di ruangan kedap suara."

Aku membelalakkan mata, apa kedap suara. Mati lah aku sudah tamat riwayatku. Sepertinya aku layaknya kancil bodoh yang terperangkap di kandang buaya dan siap untuk di santap.

"Ayo lakukan!" katanay dalam jarak beberapa langkah dariku. Aku terkejut bagaimana bisa dia bergerak secepat ini. aku berpikir mungkin dia adalah jelmaan vampire atau werewolf dalam novel-novel.

"Ahhh ... tolong." Aku berteriak layaknya orang yang kesetanan dan sepertinya benar bahwa ruangan ini kedap suara. Aku tersudut di ujung ruangan.

"Tidak kamu ingat," ucapnya sambil mengelus pipiku. Dingin itu sensasi yang aku rasakan. Aku hanya bisa memejamkan mata. Indra penciumku dapat menangkap wangi mint dari nafasnya. Aku menggelengkan kepalaku sebagai upaya menjawab pertanyaannya.

"Kalau kita bertemu sekali lagi aku tak akan melepaskanmu."

TBC

Jangan lupa tinggalkan jejak, thanks udah mampir. Lope u all

Black Secret Where stories live. Discover now