Rasanya punya mantan

398 46 1
                                    

Kalau ada yang udah bikin badmood ke sekolah, pasti ke sananya nggak akan bener. Misalnya kalau ketemu mantan, rasanya mau bolos saja dari sekolah.

Tapi aku masih punya otak. Walaupun aku ranking tiga, maksudku dari bawah, aku sedang tidak ingin menjadi anak nakal.

Bersama seraya berjalan dengan Andre, aku mencoba menstabilkan degup jantungku. Jujur saja. Entah aku yang terlalu berlebihan atau mungkin aku ketularan lebaynya Zaki. Aku mendadak deg-degan ketika melihat gedung sekolah.

Tempat yang harusnya menjadi tempat mencari ilmu, mendadak seperti rumah hantu. Meskipun aku tak terlalu penakut, tetapi tetap saja membuatku merinding.

Dasar. Tahu begini aku tidak ingin punya mantan satu sekolah. Takutnya malah ketemu dan malah jadi awkward. Pasti aku akan mendadak menjadi perempuan lemah yang suka salting di depan mantan.

"Biasa aja kali muka lo."

Aku menoleh pada Andre. "Maksud lo?"

Andre memberhentikan langkahnya dan membuat kami berdiri berhadapan. "Ini." dia mengusap dahiku. "Jangan dikerut terus. Cepet tua baru rasa lo!"

Andre berdiri tegak kembali dan menyampirkan kedua tangannya di saku celana.

"Gue gak tau masalah lo apa. Gue juga gak tau kapan lo mau cerita. Asal lo tau, gue selalu nunggu waktu kayak gitu dan jadiin bahu gue sebagai sandaran elo lagi, Al."

Cowok beretina cokelat itu menghela napasnya. "Kayak dulu lagi."

"Elo tau kan nggak akan ada kata kaya dulu lagi."

"Ya gue tau. Tapi gue usahain itu ada. Gue gak mau liat lo jadi tertutup kaya gini, Al."

"Enggak semuanya bisa diceritain, Ndre. Ada kalanya gue mau sendiri dan mendem masalah gue."

"Oke, gue ngerti." Andre mengulas senyumnya kemudian mengusap puncak kepalaku.

"Yuk ke kelas!"

Aku mengangguk dan kembali berjalan di samping Andre. Semuanya memang nggak akan bisa kayak dulu. Andre sebagai tempat curhatku. Andre sebagai tempat aku bersandar. Tidak mungkin terjadi sama lagi.

Waktu terlalu banyak membawa kebiasaan seperti itu.

Palung yang membentang jarakku dan Andre sudah terlampau jauh dan dalam. Untuk menariknya mendekat takkan mungkin bisa terjadi. Perasaan Andre yang tak biasa, tak bisa mengubah semuanya kembali.

Biarlah tetap seperti ini dulu. Semoga waktu juga akan membawa perasaan Andre pergi dan menaruhnya pada sosok yang dibutuhkan oleh Andre.

Semoga.

**

Kalau aku ingat, hidupku dahulu tak semenderita sekarang.

Ketika marah tinggal mukul orang. Nggak ada tuh yang namanya galau. Justru galau merupakan hal haram jika aku lakukan.

Dan sekarang. Bahkan aku hampir lupa caranya marah atau caranya mengeluarkan emosi yang kupendam. Rasanya semua yang kulakukan benar-benar tak ada maknanya sama sekali.

"Alia! Kau melamun di kelas saya?"

Suara menggelegar khas logat batak itu menarikku kembali ke realita. Hingga terpampang guru tercinta bertubuh gempal. Guru yang membuatku bisa mengenal Altra.

Sialan! Aku harus mengingatnya lagi.

"Enggak, Bu!" sahutku malas.

"Jangan bohong. Cepat kau ambil buku paket dengan Ayu."

Hujan Kesepuluh [COMPLETED]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum