Bab 5 - Persiapan

4.1K 264 17
                                    


BAB 5

Persiapan

Netra adalah seseorang yang konsisten pada kata-kata yang keluar dari bibirnya. Kalau dia bilang mau menyelidik seseorang, maka dia akan menyelidikinya dengan total. Over malahan.

Sehari setelah mulutnya mengikrarkan janji untuk mencari tahu tentang kelemahan Aldi, Netra sudah bersiap untuk mencatat barang-barang yang dia butuhkan untuk membantu proses penyamaran. Tujuan dia menyamar adalah supaya si target tidak mengenali dirinya. Oleh karena itu, Netra sudah duduk dengan manis di sofa ruang keluarga. Dia siap dengan scrapbook dan pensil di tangannya. Dia sibuk mencatat perlengkapan yang dia butuhkan.

Barang-barang yang harus dibeli :

1. Kacamata, ini barang yang wajib untuk dipakai dalam penyamaran.

2. Topi, tidak terlalu penting sih. Malah bisa saja membuat orang lain curiga. Tapi bolehlah, untuk menutupi muka.

3. Tompel palsu, agar lebih manyakinkan.

Hmm ..., setelah dipikir-pikir Netra akhirnya mencoret nomor tiga dalam daftarnya. Terlalu ekstrim rasanya kalau dia harus memakai tompel. Kalau tiba-tiba lepas bagaimana?

Lalu apalagi? Begini ini kalau otak jarang digunakan mikir disuruh mikir, kepala Netra jadi pusing. Netra mengacak-acak rambutnya. Oiya, rambut? Aha, bagaimana kalau dia mengurai rambutnya? Kata Satrio, Netra kelihatan beda banget kalau rambutnya diurai. Maklum selama ini rambutnya Netra selalu dikuncir satu ke atas. Oke, persiapan beres. Netra tersenyum puas.

Tapi muncul satu permasalahan. Netra sedang tidak punya uang lebih untuk membeli kacamata dan topi. Kebetulan sekali Satrio lewat di depan matanya. Abangnya itu duduk di sofa sambil membaca majalah. Ditataplah Satrio dengan mata yang berbinar-binar. Bola mata Netra tidak pernah lepas dari setiap gerakan Satrio. Sampai akhirnya Satrio risih sendiri. Satrio melempar majalah yang dibacanya ke muka Netra. Barulah Netra melepas ikatan matanya. Dia tertawa.

"Ngapain sih? Tadi ngliatin mulu, sekarang ketawa nggak jelas. Tingkat kewarasan lo sudah menipis ya?" tanya Satrio. Dia berjalan mendekati tumpukan CD.

"Bagi duit, Bang," jawab Netra tanpa basa-basi.

Satrio yang sedang memasukkan keping CD ke DVD Player langsung menghentikan gerakannya. Dia memandang Netra dengan mulut menganga.

"Eh, duit buat apaan?" Satrio memekik.

"Buat beli kacamata sama topi. Cepek aja, deh."

"Buset!" Satrio meraih bantal sofa lalu melemparnya ke muka Netra. "Buat apaan kacamata sama topi? Tumben banget lo beli barang-barang kayak begituan? Udah punya pacar lo?"

"Sok tau deh lo, Bang." Netra melempar bantal ke muka Satrio.

Satrio mengelak, "Emang duit jajan lo abis?"

"Itu dia! Gue juga bingung, kok bisa abis, ke mana aja mereka? Hilang tanpa jejak, nggak mungkin kan mereka jalan-jalan sendiri keluar dari dompet gue. Padahal jelas dompet gue lebih hangat daripada dinginnya dunia luar."

"Alesan aja lo. Tanya tuh sama perut lo, selama ini dia dikasih makan apa aja."

Netra hanya cengar-cengir tanpa dosa. Memang selama ini uang jajannya selalu habis untuk makan. Sudah tau kan, Netra itu doyan makan. Laper dikit dia nyamil mie ayam. Kalau lapernya banyak dia nyamil mie ayam bakso—mie ayam satu mangkuk dan bakso satu porsi isi komplit.

"Ayolah, Sat. Itung-itung lo sebagai sponsor dalam tugas gue menyelidiki Aldi, nih. Jadi gue harus beli kacamata sama topi untuk alat penyamaran. Apa perlu gue bikin proposal? Elah, duit cepek aja."

NetraWhere stories live. Discover now