xxx. jangan nangis

2.1K 123 20
                                    

ARGI

"Jihan cantik sih, gak heran dia jadi tipenya Kak Gema banget."

Aku diam. Disha terus bicara soal Gema sejak kepergian Jihan beberapa menit lalu.

"Oh, berarti yang bikin Kak Gema akhir-akhir ini diledek sama timnya itu... Jihan dong! Ya ampun, bikin cemburu aja."

Aku masih diam.

"Emang sih, orang ganteng kayak Kak Gema tuh kalo jomblo jadi mubazir. Jihan beruntung banget, gila."

Oke, aku tidak tahan lagi.

"Bukan kali, ah." Kataku kesal.

"Masa? Tapi tadi dia bilang sendiri kok mau lunch sama Kak Gema." Balasnya dengan tampang polos seperti biasa.

"Kamu jangan suka bikin gosip yang belum pasti ya."

Dia terkekeh pelan. "Sorry. Tapi Jihan tuh emang aslinya galak gitu ya, Kang?"

Aku tersenyum. "Original."

"Kang Argi suka ya sama dia?"

Aku menoleh padanya. "Semua orang suka sama Jihan."

Disha berdecak tidak terima. "Aku nggak tuh, judes sih."

Aku tertawa. "Justru itu dia."

.

Jihan datang. Walaupun masih dengan judesnya dia mengabaikanku, setidaknya aku lega sekarang. Perihal tentang Gema jadi sulit kuabaikan saat ini. Apa benar yang dibilang Disha tadi? Terus dia membatalkan janji lunchnya dengan Gema? Ah peduli setan, yang penting dia di sini sekarang sedang menatapku tajam.

Aku berusaha sealami mungkin mengalihkan tatapanku ke arah manapun selain matanya. Aku tidak takut ditatap tajam seperti itu, sebaliknya jantungku berdetak terlalu cepat dari biasanya. Jihan manis sekali, aku gemas.

"Aku antar pulang ya?" Tanyaku mensejajarkan langkah Jihan menuju gerbang sekolah.

"Nggak mau." Jawabnya jutek seperti biasa.

Aku mengulum senyum. "Mampir dulu di Ramen?"

"Nggak mau."

"Ayo dong." Pintaku lagi.

"Nggak enak dilihat orang. Nanti disangka kita ada apa-apa." Balasnya. Ada nada sedih yang kentara di sana.

Aku menahan tangannya agar berhenti melangkah. "Kamu marah sama saya? Saya salah apa?"

Dia melotot padaku. "Oh... nggak... nggak salah apa-apa kok, Kang." Katanya kesal.

Aku tertawa. "Maaf, oke?"

"Emang tahu salahnya apa?" Tanyanya.

"Nggak."

"Ih, sumpah ya nyebelin banget! Bodo ah."

Aku menatapnya berjalan sambil menghentakkan kaki dengan bingung.

"Ayo atuh ih! Katanya mau pulang!?" Teriaknya.

Aku setengah berlari menghampirinya. "Aku antar?"

"Terpaksa!"

"Kok terpaksa?"

"Mang Ujang sakit."

"Kamu marahin terus sih ya?"

Dia melotot lagi padaku. "Mau naik angkot aja lah!"

Aku tertawa benar-benar puas. Dia lucu sekali sih, ya Tuhan.

.

"Apa saya sebercanda itu ya buat Akang?"

OSIS in LOVEWhere stories live. Discover now