xvii. ketos annoying

3.1K 157 6
                                    

JIHAN

Berangkat pagi, pulang petang. Begitu terus hampir sepanjang minggu. Kegiatan osis benar-benar menyita waktuku, bahkan sempat membuatku kewalahan mengatur jadwal harian sendiri.

Fiya beberapa kali menunjukkan sikap menyesalnya karena telah membuatku ikut terikat dalam kegiatan organisasi seperti ini, dia tahu bahwa aku sempat down karena kelelahan.

Tapi meski lelah, itu semua hampir sebanding dengan keasyikan dan kegembiraan berada di dalam organisasi. Perlahan aku mulai nyaman bercengkrama bahkan ngobrol bercanda ngalor-ngidul bersama anak osis lainnya. Jadi kubilang pada Fiya bahwa aku baik-baik saja.

Kecuali dengan Argi. Ketua osis yang entah kenapa masih saja membuat rasa kesalku meluap-luap sampai aku terus meyakinkan diriku bahwa aku sedang tidak menyukainya. Tidak mungkin menyukai orang sepertinya.

Tapi keyakinan itu gagal tiap kali melihat dia tersenyum hingga mata tajamnya itu menyipit (meskipun sangat jarang sekali). Ugh, gila aku benar-benar menyukainya!

"Kamu telat lagi, Jihan!" Seseorang berteriak dari depan ruang osis.

Aku memutar bola mata jengkel dan pamit untuk berpisah pada Fiya.

"Sang singa udah keluar kandang!" Kataku kesal.

"Sedih ah, gue jadi jarang balik bareng lo." Balas Fiya sedih.

"Uuuu tayang, tayang..besok ya!" Kataku lalu berlari meninggalkan Fiya di ujung koridor.

"Apa lagi kali ini alasan kamu?" Argi berdiri melipat kedua tangannya di dada.

Aku menarik napas berusaha tidak emosi tapi tetap membalas tatapan tajamnya dengan tatapan membunuh.

"Jajan dulu tadi." Jawabku singkat.

Dia menatap sebungkus es di tangan kananku, "kenapa saya gak dibeliin?" Tanyanya datar.

Hah?

"Hah?" Aku menatapnya bingung.

"Lain kali kalau jajan itu inget saya." Balasnya lalu pergi masuk ke ruang osis.

Lah, apaan sih? Kagak ngerti gue.

"Untuk surat undangan saya serahkan sama Jihan."

Aku yang sedang mengobrol dengan Widia menatap kaget seseorang ya duduk bersila di ujung ruangan.

"Kok saya lagi sih kang?" Tanyaku dengan rasa dongkol tertahan karena pegangan tangan Widia yang seakan memerintahkanku agar tidak terpancing emosi.

"Kamu bisa tanya saya rincian formatnya kalau itu yang bikin kamu protes," jawabnya santai.

Astaga, lempar apa kek gitu ke mukanya!

"Saya udah pegang masalah proposal, undangan bisa sama yang masih kosong, kan? Acaranya mepet, saya gak yakin bisa selesai tepat waktu."

"Kamu utamain proposal yang harus selesai lusa, undangan kamu urus setelahnya, atau ya..terserah kamu gimana ngaturnya, itu resiko ketuplak di proker kali ini."

Wat da hel...

Aku menarik napas pasrah dan berusaha tersenyum padanya sebagai balasan.

***

Rapat selesai pukul lima sore. Aku pamit untuk keluar duluan dan menunggu ojek jemputan di depan sekolah. Saat Argi lewat sengaja aku membuang muka dan berpura-pura memainkan ponselku. Takut terpancing emosi lagi atau malah terpesona melihatnya.

Sial, perasaanku benar-benar dibuat kacau.

Malamnya, aku mulai bergelut menyusun proposal. Sampai besoknya hanya setengah yang bisa kukerjakan. Jujur saja, aku memang belum berpengalaman sama sekali soal mekanisme berorganisasi yang harus serepot ini demi orang lain. Di SMP aku sangat menghindari yang seperti ini, eskul juga tak ada yang aku ikuti.

"Janji ya hari ini pulang bareng gue?" Fiya masih bertanya hal yang sama sejak tadi.

"Iya, ada apa sih? Mau traktir ya? Balikan sama Dodo?"

"Balikan enthasmu!"

Aku tertawa melihat wajah kesalnya. Memang wajar, karena kabarnya si Dodo mantannya itu sudah punya pacar baru.

"Hai Jihan! Hai juga temennya Jihan!" Judan menyapa dengan senyum lebarnya.

Detik kemudian dia meringis karena sikutan keras dari orang di sebelahnya. Aku berusaha cuek dengan yang itu.

"Dih, genit banget sih Kang pagi-pagi." Ledekku.

"Bedain genit sama ramah dong," katanya dengan sisa-sisa ringisan.

Aku tertawa, "namanya Fiya, kang." Kataku sambil menatap Fiya penuh arti.

Tapi yang ditatap malah melotot nyolotin.

"Oh, Fiya." Judan tersenyum.

Orang bego juga tau dia suka sama Fiya. Ah comblangin seru, nih.

"Proposal gimana?" Argi tiba-tiba mengeluarkan suara.

"Nanya ke saya?" Tanyaku sengaja.

"Ya, kamu. Siapa lagi emangnya?"

"Di sini banyak orang kali, sebut nama kan bisa." Gumamku agak keras, sengaja biar dia paham.

"Gimana?" Tanyanya lagi masih dengan wajah datar.

"Baru setengah," jawabku, kemudian dia hanya mengangguk.

Berilah kesabaran seluas samudra, ya Tuhan...

Note :
Mangkir 3 bulan hehe maapkeun. Taulah rasanya sibuk praktikum-laporan-praktikum-laporan belom sama yg lainnya, ahhh udahlah bye and thanks:*

OSIS in LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang