xxi. backstreet?

2.9K 142 2
                                    

JIHAN

Jam satu siang. Aku sudah mati gaya menunggu Yusuf sejak setengah jam yang lalu di depan ruang Osis sendirian. Fiya tidak bisa menemaniku menunggu, dia pulang duluan dengan Ayahnya.

Beberapa kali aku berusaha membalas senyum siapa saja yang lewat melintas sambil bertanya, "kok belum pulang?"

Anak Osis mah betah di sekolah, jawabku dalam hati tentunya karena sebenarnya aku hanya membalas semua pertanyaan itu dengan senyum.

"Kan saya udah bilang, lebih baik sama saya aja."

Ah, ya.

Nggak terlalu sendirian juga sih.

Argi duduk tidak jauh dariku, tapi sejak tadi dia diam saja. Sepertinya suasana hatinya sedang tidak baik. Wajahnya ditekuk dan yang dia lakukan hanya membolak-balik buku di tangannya.

"Udah janji sama dia, Kang." balasku.

"Tapi dia gak tepatin janji." katanya dengan nada kesal yang sangat kentara.

Aku melipat kening heran, "dia udah ijin kok kalau mau urus tugasnya dulu ke ruang guru,"

Dia berdecak lalu berdiri dari duduknya, "nanti kalau sekolah lain juga udah pada pulang gimana? Bisa terlalu sore dan makin lama kalian pergi." katanya sambil menghampiriku.

"Gak masalah, saya juga udah gak ada acara lagi setelah antar undangan. Akang sendiri kenapa belum pulang?"

"Menurut kamu? Saya pulang kalau Yusuf udah datang."

Bilang aja mau nemenin lah, ribet.

"Kenapa senyum-senyum!?" tanyanya galak.

Aku yang kaget refleks merubah ekspresi menjadi kesal, "bebaslah! terserah saya."

Tidak lama kemudian Yusuf datang dengan nafas pendek-pendek. Dia membawa sebuah kantong plastik hitam, entah apa.

"Kamu bawa apa? Habis dari mana?" tanya Argi langsung.

"Titipan, Kang. Saya habis dari kantor, Kang Argi kenapa belum pulang?"

"Saya duluan." kata Argi lalu pergi begitu saja.

Lah!!!?

"Kenapa sih?" tanya Yusuf sama bingungnya denganku.

Aku mengangkat bahu, "Au ah. ayo deh, nanti kelamaan."

.

"Gue boleh nanya sesuatu gak, Han?" tanya Yusuf.

Aku hanya memasang wajah penasaran dari balik gerbang rumah yang sudah tertutup. Aku kira dia akan segera pergi, tapi ternyata tidak.

"Lo deket ya sama Kang Argi?" lanjutnya.

Aku melotot kaget. Kemudian buru-buru aku sadar dan berusaha menetralkan detakan jantungku sendiri.

"Iya..eh, maksudnya, ya sama kayak lo. Lo juga deket sama dia." jawabku.

"You know what i mean lah.."

"Jangan pernah mikir yang nggak-nggak." gertakku.

"Mungkin yang lain gak sadar, tapi gue ngerti tingkah kalian satu sama lain."

Apaan dah, gue aja nggak merasa. Hih, boro-boro.

"Emang kenapa sama tingkah kita?" tanyaku heran lalu kembali membuka gerbang.

"Lo suka ya sama Kang Argi?" tanyanya langsung menatap mataku seperti mencari kebenaran.

Aku diam. Lebih baik kembali menetralkan jantungku yang lagi-lagi berdetak lebih cepat dari pada gelagapan saat menjawab.

"Nggak, ih." jawabku akhirnya karena tidak tahan ditatap seperti itu.

"Yakin?" tanyanya lagi.

Aku berdecak kesal, aslinya sih khawatir kalau dia sadar dengan perasaanku yang sebenarnya.

"Kenapa emang?"

"Ya, bagus kalau lo gak suka. Soalnya gue rasa dia suka sama lo." jawabnya santai.

Orang kedua yang bilang bahwa ada kemungkinan Argi menyukaiku.

Ah, tidaaaakkk. Kalau komik, pasti pipi gue udah ada garis-garisnya nih.

"Kok lo bisa mikir gitu?" tanyaku penasaran.

"Sikapnya ke elo, persis kayak waktu gue jatuh cinta sama lo."

Ah, Ucup mah bisa aja.

Aku berusaha tertawa, "apa sih, Cup.."

Tapi Yusuf tidak ikut tertawa, "Please, Jihan."

"..balikan sama gue, kita bisa backstreet dan gak ada anak Osis yang tau." lanjutnya.

"Eh, apa?" tanyaku kaget.

Yusuf diam menatapku.

"Gue takut ketauan ah, eh maksudnya...gue juga gak mau."

"Kenapa?"

"Kata orang, buku yang kita baca dua kali itu ending-nya akan sama aja."

"Yang kemarin itu bikin gue sadar supaya gak ngelakuin hal yang sama, Han."

Aku menggeleng, "gak sehat kalau harus sembunyi."

Dia diam lagi. Menatap ke arah jalan dengan wajah lesu lalu memberikanku kantong plastik hitam yang sejak tadi dia bawa.

"Buat lo." katanya.

"Ini apa?"

"Gue bilang, itu buat lo. Ini yang terakhir kok, maaf ya kayaknya waktu itu gue nyakitin lo banget." katanya.

Aku hanya bisa diam sampai dia memilih untuk pamit pulang.


Note :
Rada gak nge-feel gt ya. Sori soalnya gak pernah diajak balikan sama mantan. Wkwk

See you next chapter...

OSIS in LOVEOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz