"Yeyy bagus banget, Merci by"

"Merci itu apa?"

"Merk sepatu" Luna terkekeh melihat Abby yang mengangguk seakan mengerti apa yang Luna ucapkan. Merci adalah bahasa Portugis yang artinya terima kasih.

"Dasar khun ting tong "

"Hah? Lo ngomong apa barusan?" Abby sama sekali tidak mengerti apa yang Luna katakan. Khun ting tong adalah bahasa Thailand yang artinya kamu bodoh.

"Nein" ucap Luna mengatakan tidak dalam bahasa Jerman.

"Ihh gemes gua ama lu Lun" Abby mencubit kedua pipi Luna.

Luna memang jago dalam hal berbahasa, hal itu yang membuatnya sering mengerjai orang-orang yang tak mengerti apa yang ia ucapkan. It's fun for Luna.

"By kamu mau gak anter aku ke villa" tanya Luna ragu.

"Villa? Ngapain?"

"Pengen aja ngenang masa-masa dimana aku terakhir kali menghabiskan waktu bersama orang tuaku" Luna terlihat kuat namun dalam hatinya menahan sedih yang teramat sangat.

Abby terdiam, ia hanya mengangguk untuk memberikan jawaban pada Luna.

Abby mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Luna sedari tadi hanya diam memandang ke arah luar jendela mobil.

"Ngantuk yang?" Luna menoleh pada Abby lalu mencoba tersenyum hingga membuat matanya menjadi sipit.

Abby yang gemes pun mengelus rambut Luna penuh kasih sayang. Luna meraih tangan Abby sesekali mengelus punggung tangannya.

"Tuhan merencanakan apa yang tak kau ketahui" suara seorang pria terdengar di dalam mobil yang sedang melakukan siaran radio saat ini.

"Tumben bijak"Abby tersenyum sinis mendengar suara seseorang itu. Terdengar seperti suara ayahnya sendiri.

Luna juga tau suara siapa yang ia dengar. Dirinya dilanda rasa khawatir sekaligus benci. Apakah ayahnya sudah bebas? Atau suara itu hanya terdengar seperti suara ayah Abby saja. Entahlah.

Sesampainya di Villa Luna langsung turun dari mobil. Berlari ke arah pintu dan memcoba membukannya. Namun terkunci nampak wajah kekecewaan Luna tersirat di wajahnya.

Bukan Abby namanya kalo tidak mengetahui seluk beluk kehidupan Luna. Abby sudah menyiapkan kunci cadangan yang sudah lama ia simpan sejak pertama dirinya berada di villa itu untuk menakuti-nakuti Luna.

Luna tak memandang Abby sama sekali dan tak sadar dirinya sudah berada di halaman belakang yang dekat dengan kolam renang.

Luna mencoba mengenang semua kenangan bersama orang tuanya dulu di villa ini. Suasana disana begitu sepi hanya terdapat Abby dan Luna saja.

Luna berjalan meninggalkan Abby yang berada jauh di belakang Luna. Abby terus memperhatikan gerak gerik Luna yang berlahan berhenti sambil mengangkat kedua tangannya menutup wajahnya itu.

Suara isakan Luna terdengar, entah kapan Abby sudah berada di samping Luna lalu memelukknya mencoba menenangkan pikiran Luna.

Tak lama isakan Luna berhenti dan menarik Abby untuk duduk di bawah gazebo. Hening. Luna masih dengan dunianya sendiri, melihat view yang terlihat memang begitu eh bukan sangat indah.

"Sayang kamu pernah gak nyalahin tuhan?"

"Hah? Eh mungkin" Luna melongo menatap Abby.

"Lo napa sih? Dari tadi gue liat lo nglamun mulu yang?" Abby nampak memerhatikan Luna yang gelisah tanpa alasan.

"Gak tau nih tiba-tiba badan aku gak enak, masuk angin kali" Luna memegang telengkup dan sedikit memutar lehernya.

"Muka lo pucet tuh, kebanyakan nglamun mulu sih" ledek Abby namun tetap mengkhawatir Luna.

"Hmm tau ah, kepala aku pening nih" Luna memijit pelipisnya namun tetap ia merasa kepalanya pusing.

Abby mengarahkan kepala Luna untuk disandarkan di bahu Abby. Sambil menutup badan Luna dengan jaket miliknya berwarna coklat tua. Luna berlahan menutup matanya untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan yang terjadi.

Abby masih saja mengoceh tentang mengapa ia pernah menyalakan Tuhan.

"Gue pernah salahin Tuhan karena kenapa gue hidup di keluarga yang entah ini seharusnya gue bangga atau gak pokoknya gue gak suka punya ayah seperti dia karna dia ibu gue meninggal" suara Abby seperti menahan emosi.

"Kamu gak boleh ngomong gitu, inget gak waktu di mobil pas denger radio tuh di bilang Tuhan merencanakan apa yang tidak kau ketahui kamu seharusnya bangga jadi diri kamu sendiri, sejauh Abby yang aku kenal kamu tuh orang yang berani dan menerima semua resiko meski itu bikin kamu masuk ke perangkap berbahaya sekalipun" Luna memainkan jarinya di celana Abby.

"Meskipun aku tau masa lalu orang gak bisa terhapus di ingatan orang yang ngalamin, tapi aku percaya orang itu bisa memperbaiki semuaya" mendengar Ucapan Luna membuat Abby langsung mendekap memeluk Luna.

"Karna lo gue sadar gue gak sepenuhnya menyalahkan orang lain, makasih lo udah hadir dalam hidup gue Lun, i love you Luna" Abby begitu terguncang membuat Abby menangis di bahu Luna.

Luna mengusap lembut punggung Abby dan mengarahkan untuk lebih dalam memeluknya.

"Jangan pikir kalian adalah orang yang paling menderita karna sebenarnya masih ada orang yang terlihat tegar namun sebetulnya ia menyimpan begitu banyak penderitaan yang harus ia tutupi dan menanggungnya sendiri".

***
Jiah si author sok bijak banget, haha author gak bijak kok tapi ini curhatan hati author sendiri 😂😂*bodoamat

So jangan lupa Vote & Comments yah readers

Oh iya author pengen minta maaf bila ada Typo di antara kita 😅😅 *apaansih

Pokoknya maap klo di awal chap sampe sekarang ada banyak kata-kata gaje atau susah dicerna*makanankaliahh

Author hilaf 😅

- Zzr -

If You Know Who I'm [END]Where stories live. Discover now