[13] - Almost.

7 2 0
                                    

Media : 5 Seconds of summer - Wherever you are.

Berfikir keras. Langit tak pernah menampakkan kesedihan namun sering kali tiba-tiba menangis, apa itu wujud cintanya kepada bumi. Malam ini gelap menyelimuti, fikirannya tak pernah kosong tak pernah berhenti bekerja.

Persetan! Jeritnya dalam hati. Utara harus membuat hal ini cepat selesai, sebelum Fino berani menyentuh Alana. Oh tuhan, bahkan pria itu sudah menyentuh miliknya sejak pertama kali mereka bertemu.

Utara frustasi, pria itu mengacak rambutnya kasar dan membuang nafasnya sembarangan. Ia sudah membuat keputusan dengan teman-temannya, ia akhirnya menerima jika teman-temannya ingin membantu tapi tentu berdasarkan batasannya.

Utara sengaja tidak menyalakan lampu di kamarnya, ia suka pencerahan dari luar. Ia suka cahaya bulan purnama saat ini. Alana adalah hal satu-satunya yang ia takutin, bahkan ia bisa bersikap santai jika ini hanya melibatkan dirinya saja tapi ini juga menyangkut segalanya. Bahkan hidup dan mati.

Pintu apartemen ada yang mengetuk, bahkan dari ketukan pertama Utara tau itu Alana. Tak ada yang berbeda dari hubungan mereka, hanya saja akhir-akhirnya ini Alana banyak diam tak seperti perempuan itu biasanya.

Utara berjalan dan membuka pintunya, tersenyum kecil saat melihat Alana membawa semangkuk sup kesukaan Utara dan sebungkus keripik singkong. Utara mengeser tubuhnya, memberi celah untuk perempuan itu masuk.

"Tumben, kenapa lampunya gak di nyalain?" Alana mengambil posisi tepat di hadapan TV besar di ruangan itu.

"Lagi seneng aja, cahaya bulannya bagus." Pria itu berjalan mendekat dan duduk tepat di samping Utara.

"Sunshine." Rengek Utara sambil meletakkan kepalanya di bahu Alana.

Alana terkekeh santai, "Ini malem, Ta. Bukan pagi." Sahut perempuan itu sambil terkekeh dan menyenderkan punggungnya ke sofa berwarna merah yang mereka duduki.

Utara hanya cemberut, tetapi pria itu juga tidak mengangkat kepalanya. Mereka masih diam dengan suasana hening, Alana belum melanjutkan kegiatannya ia beralih ke Utara mencoba menggengam tangan pria itu.

Dingin.

Utara sakit. Selalu seperti ini setiap kali pria itu berubah manja.

Alana hendak bangkit, namun di tahan, "Jangan kemana-mana."

"Mau ke dapur sebentar, ngecek masih punya persedian obat atau enggak."

Utara menggeleng, pria itu masih menahan Alana. Perempuan itu pasrah kemudian kembali duduk ke posisi sebelumnya.

"Hari ini berapa banyak?"

"Apanya?" Suara Utara terdengar lirih.

"Rokok," Jawab Alana acuh, Utara hanya menggeleng, "Gak sebanyak kemarin." Sahut pria itu yang belum merubah posisinya.

Nafas mereka beradu, berhembus menyatu dengan semilir angin malam yang masuk, Alana menggangkat kepala Utara dan hendak bangkit lagi.

"Mau kemana?"

"Anginnya dingin, jendelannya tutup aja ya."

"Nanti gelap, tapi gak mau nyalain lampu." Sahut Utara, tubuh pria itu hangat hanya saja Utara terlalu sulit untuk di urus terlebih soal makanan.

"Enggak. Pokoknya harus di tutup." Kali ini tegas Alana, perempuan itu pun tak menyalakan lampunya. Ia kembali duduk di atas sofa berwarna merah itu.

Alana mengeser mangkuk sup nya mendekat, sup itu masih terasa hangat sengaja ia buat untuk Utara. Awalnya ia hanya ingin menonton film di sini bersama Utara tapi berhubung pria itu sakit mungkin akan mereka lakukan lain kali.

The Deal Or LoseWhere stories live. Discover now