[3] - Halte.

42 4 1
                                    

Media : Shiela On 7 - Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki.

***

Seorang perempuan mengeratkan sisi jaketnya yang berwarna abu-abu serta mengusap pelan lengannya, pagi ini udara terasa lebih dingin dari biasanya awan pun terlihat lebih redup.

Alana sedang berada di halte saat ini untuk menunggu bus yang biasa melewati sekolahnya, ia tidak berangkat sekolah bersama Utara karena pria tersebut sedang sakit.

Entah, Utara bilang perutnya sedang melilit, akhirnya Alana lebih memilih membiarkan Utara untuk tidak masuk sekolah dan ia juga yang membuat surat sakit untuk pria tersebut. Ah, mungkin nanti ia akan menghubungi Tante Bianca agar pria tersebut tidak bisa pergi kemana-mana.

Tidak bisakah sekali saja kekasihnya itu tidak membuatnya pusing' Oceh Alana dalam hati.

Bus yang di tunggu Alana dari tadi belum juga terlihat, ia sangat pasrah jika nanti akhirnya terlambat dan akan mendapat hukuman dari guru batak favorit Utara itu.

"Hm, sorry punya tissue gak?" Tanya seorang pria yang tidak Alana kenal, pria tersebut mencolek bahunya dari arah kiri serta mencoba tersenyum tipis.

Alana sempat terdiam memperhatikan pria di hadapannya sekarang. Pria itu menggunakan seragam yang sama seperti yang sedang ia gunakan, apa pria ini juga bersekolah di SMA Purnama Bakti?!

"Hey, sorry lo punya tissue atau enggak? Buat ngelap sepatu gue." Tanya pria itu lagi sambil melambaikan telapak tangannya di depan wajah Alana, dan Alana seketika tersadar.

"Eh, iya ada sebentar." Alana membuka tas-nya yang ia bawa dan mengambil tissue dari dalam sana.

"Thank's, anyway." Ucap pria tersebut sambil mengambil tissue yang Alana berikan, kemudian pria tersebut mengelap sepatunya yang sepertinya terkena cipratan air kotor.

Alana mengangguk, hening beberapa. Saat jeda beberapa detik kemudian Alana memulai percakapan kembali "Kalo boleh tau sepatu lo kenapa emang?"

"Biasalah, tadi ada mobil ugal-ugalan lewat terus ada genangan air di pinggir jalan gitu, mobilnya jalan gak di pelanin akhirnya gue kecipratan deh untung gak kena seragam gue." Pria tersebut kembali mengelap sepatu yang sebelahnya, "Inikan hari pertama gue di sekolah baru, ya gue gak mau aja keliatan berantakan." Lanjut pria tersebut sambil tersenyum tipis dan mengalihkan pandangannya sebentar ke arah Alana.

"Lo sekolah di Purnama Bakti?"

Kemudian detik selanjutnya pria tersebut kembali mengalihkan pandangannya ke arah Alana tapi kali ini lebih lama, lantas pria itu tersenyum lebar.

"Jangan bilang lo juga sekolah di sana." Ucap pria itu dengan raut wajah antusias.

"Sebenernya si iya." Balas Alana tersenyum tipis, ia mulai ramah dengan pria di hadapannya, toh mereka satu sekolah nantinya.

"Gue Fino." Ucap pria tersebut sambil mengulurkan tangan kanannya ke hadapan Alana.

"Alana." Balas Alana sambil meraih tangan fino.

***

"Eh, Utara mana?" Tanya Rajidan saat melihat kedua temannya sedang duduk-duduk santai di pinggir lapangan.

"Mana gue tau gila," sahut Barak sambil memakan kacang polong yang ia beli bersama Devan di kantin tadi.

"Mungkin dia lagi meditasi," sahut Devan dengan candaan.

"Mungkin dia lagi bertapa," sahut Barak lagi dengan menyebutkan versi dirinya.

"Mungkin di--" ucapan Rajidan terpotong saat Devan berteriak mamanggil nama seseorang, dan ia langsung memanyunkan bibirnya saat teman-temannya itu mengabaikan candaannya.

"Alana?!" Panggil Devan saat melihat perempuan tersebut berjalan di tengah lapangan dan ucapannya itu memotong ucapan Rajidan barusan, Alana datang bersama pria yang tidak mereka kenali.

"Utara mana?" Lanjut Barak, seketika ia mengerutkan keningnya saat pandangannya beralih ke arah pria di sebelah Alana.

"Dia sakit perut katanya, biasa lah kaya gatau Utara aja apa-apa dibikin lebay." Jawab Alana dari arah lapangan, "Gue ke kelas duluan ya." Devan dan Barak pun langsung mengerti dan menggangukan kepala mereka sebagai respon dari jawaban Alana.

Lantas Alana dan Fino melanjutkan berjalan, karena Alana sudah mengatakan jika ia akan mengantarkan pria tersebut ke ruang kepala sekolah.

"Menurut lo cowok yang di sebelah Alana barusan siapa?" Barak lebih dulu membuka suara dan mengintrupsi kedua temannya untuk melihat ke arah dirinya.

"Mungkin aja mereka saudaraan," sahut Devan sambil mengangkat kedua bahunya, sedangkan Rajidan lebih memilih diam dan tidak menanggapi apapun perkataan sahabatnya itu.

***

Terdengar suara langkah kaki dari arah koridor dan sepertinya mendekat ke arah kelas XII MIPA 4. Kelas yang di huni oleh 37 murid itu seketika berubah menjadi sunyi dan senyap, semua penghuni di dalam kelas tersebut kembali ke tempat duduknya dan langsung bersikap seolah mereka tidak melakukan hal yang dapat menimbulkan keributan.

Alana serta Adel yang duduk dalam satu meja yang sama langsung membalikkan tubuhnya ke arah depan kelas karena menyadari kehadiran Bu Devi di dalam kelasnya.

"Selamat pagi anak-anak."

"Selamat pagi." Sahut mereka bersamaan dan kini tatapan satu penghuni kelas beralih ke arah pria yang datang bersama Bu Devi barusan.

Sedangkan, Bagas yang notabenya sebagai ketua kelas tersebut mengangkat satu tangannya ke udara, seperti ingin mengajukan sebuah pertanyaan.

"Ada apa Bagas?" Tanya Bu Devi dengan raut wajah sedikit sinis, bukan karena wanita tersebut tidak menyukai Bagas hanya saja Bagas selalu menjadi biang kerok di dalam kelas tersebut.

"Cowok yang di samping ibu siapa? Kok saya baru liat."

"Makanya kamu dengerin saya dulu." Sahut Bu Devi dengan wajah serius sedangkan pria di sebelahnya hanya tersenyum.

Bagas yang mendapatkan respon tidak enak langsung membuang mukanya ke arah lain sambil mengerucutkan bibir, "Ibu si udah mulai tega sama saya, mentang-mentang udah kedatengan cogan baru yang nantinya jadi rival saya." Cibirnya dan langsung mendapat berbagai teriakan dan ejekan dari teman-temannya.

"Sudah, dengarkan ibu. Seperti yang kali duga bahwa kalian akan mendapatkan teman baru. Dia pindahan dari sekolah di bandung, silahkan kamu memperkenalkan diri." Perintah Bu Devi sambil mempersilahkan pria tersebut maju satu langkah untuk perkenalan.

"Nama saya Fino Bastian, saya pindahan dari bandung." Ujar Fino dengan tersenyum samar dan salah satu tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya.

"Baik, Fino kamu bisa langsung duduk di tempat yang kosong, " Fino mengganguk tanda mengerti.

Fino berjalan ke arah tempat duduk yang tidak ada pemiliknya, ia tersenyum sekilas saat tatapannya beradu dengan sorot mata Alana kemudian meneruskan berjalan ke arah bangku tersebut.

Seketika senyum seringai terbit dari wajah Fino saat melihat Rajidan yang sejak tadi memasang wajah datarnya, Fino duduk tepat di sebelah Rajidan dan berbicara dengan sedikit berbisik namun masih dapat di dengar oleh Rajidan.

"How are you? Long time no see." Seringai itu muncul menusuk penglihatan.

The Deal Or LoseWhere stories live. Discover now