Bab 05 Manis dan Pahit!

9.2K 1.1K 29
                                    

Bintang membeku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bintang membeku. Sinarnya tidak lagi membuat seluruh ruangan ini menjadi bercahaya. Itulah perumpaan untuk hatinya saat ini. Dia rapuh. Dia butuh seseorang. Dia tidak memungkiri itu. Dia terasa terhempas begitu saja sampai ke batas bumi.

Dia yang selalu menjadi kesayangan papa Langit. Dia yang selalu di puja oleh para pria di keluarganya. Papanya dan juga Kak Adrian. Belum pernah merasakan sakit seperti ini. Hatinya selama ini terjaga dengan baik. Merasa cantik, merasa disayangi dan selalu dipuja.

Tapi saat ini, dia ingin menghilang dari keadaan ini. Dia tidak mau diperlakukan seperti ini. Cukup dia mendengar ucapan Rio saat tadi menelepon seseorang. Tapi hal itu sudah menjadi bukti kalau Rio menyimpan rahasia. Dan tak bisa dipungkiri kalau rahasianya itu adalah seorang wanita.
Bintang merasa bodoh saat ini.

"Bin. Bintang." Suara Rio membuat Bintang semakin meringkuk di bawah selimut tebalnya. Tubuhnya sepenuhnya tenggelam di bawah selimut itu. Dia tidak ingin melihat Rio saat ini. Pria itu sudah menghempaskan hatinya.

"Hei." Bintang terkejut merasakan sentuhan di bahunya. Tangan Rio terasa begitu hangat menempel di selimut.

"Kenapa? Kamu lelah ya?" Suara lembut Rio membuat Bintang makin merapatkan matanya. Dia tidak mau menjawab Rio. Dia tidak mau meledak saat ini juga.

"Makan malam dulu. Itu layanan kamar sudah mengantarkan makan malam kita. Kalau kamu tidak mau makan di meja akan aku bawakan ke sini ya. Yang penting kamu makan dulu."

Bintang tidak bisa mengabaikan bunyi perutnya. Dia memang merasa lapar. Tapi bagaimanapun juga dia tidak mau tersiksa sendirian. Maka dengan cepat dia membuka selimut itu, dan terkejut saat mendapati Rio sedang menatapnya lekat. 

Nafasnya yang hangat kini membelai wajahnya. Jarak mereka begitu dekat sehingga membuat jantung Bintang berdegup begitu kencang. Pesona Rio memang tidak bisa alihkan oleh emosinya.

"Kenapa tidur dulu? Kamu ngambek?" Rio mencolek hidungnya dan membuat Bintang mengernyit. Mata elang Rio kini membuatnya tak bisa berkutik. Pria itu memang sudah membuatnya lupa dengan emosinya.

"Kita makan ya? Setelah itu kamu boleh tidur lagi."

****

Dalam diam mereka akhirnya makan malam mereka di meja yang ada di balkon kamar. Meja bundar itu bahkan di terangi oleh cahaya lilin yang membuat suasana menjadi semakin romantis. Harusnya.

Sekali lagi Bintang merasakan Rio membatasi dirinya. Pria itu memang bersikap lembut. Mengambilkan makanan, menuangkan air minum. Bahkan mengupaskan apel untuknya. Tapi hanya sebatas itu.

"Rio." Bintang meletakkan sendok dan garpu nya. Suara debur ombak kini terdengar begitu dekat. Rio memang pintar mengambil hotel untuk tempat mereka menginap. Karena hotel ini berhadapan langsung dengan luasnya laut Mediterania.

"Ya?" Rio menggigit daging steaknya dan kini menatap Bintang dengan lembut. Pria itu tetap terlihat tampan saat ini. Meski rambutnya acak-acakan karena tiupan angin laut.

"Kamu tadi telepon siapa? Sepertinya dia..." Bintang tidak bisa meneruskan pertanyaannya ini. Akankah Rio marah kepadanya?

Rio tampak menyipitkan matanya. Rahangnya yang kuat kini tampak jelas di bawah naungan cahaya lilin saat ini. Meski agak mengigil, Bintang tidak ingin terlihat rapuh saat ini.

"Ehmm yang mana?" Rio mengalihkan tatapannya lagi ke arah makanan di atas piringnya. Pria itu sepertinya tidak mengacuhkan omongan Bintang.

"Yang bilang kamu ingat semuanya. Maaf aku menanyakan ini. Tapi aku istrimu untuk saat ini. Bisakah kamu jujur kepadaku?"

Bintang menggigit bibirnya karena sepertinya dia sudah salah mengatakan itu. Karena saat ini wajah Rio tampak menegang.

"Kita memang dijodohkan dan tidak saling mengenal. Oleh karena itu aku ingin mengenal semua tentangmu. Aku mohon, kamu bisa bekerjama denganku kan?"

Bintang kembali mengutarakan isi hatinya. Dan makin membuat wajah Rio terlihat begitu pias untuk saat ini. Sedangkan jantung Bintang sudah berdegup begitu kencang.

Alih-alih menjawab pertanyaannya. Rio malah beranjak dari duduknya. Lalu mengulurkan tangan kepadanya.

"Mau kan kamu ikut denganku?"  Tentu saja Bintang mengernyitkan keningnya. Tangan Rio yang kuat itu kini menanti jemarinya untuk digenggam.

Akhirnya Bintang menuruti permintaan Rio. Dia beranjak dari duduknya dan kini menerima uluran tangan Rio.

Meski tidak tersenyum, tapi tatapan Rio melunak. Pria itu membawanya untuk melangkah lagi ke dalam kamar mereka.

"Tunggu aku di sini. Dan pejamkanlah matamu." Rio berbisik di telinganya. Mengirimkan gelenyar panas untuk sesaat di sekujur tubuh Bintang. Dia merutuki dirinya sendiri karena masih bisa begitu terpengaruh dengan sentuhan Rio.

Pria itu melepaskan genggaman tangannya. Lalu menyuruhnya untuk memejamkan matanya.

Meski sedikit ragu, Bintang menuruti perintah Rio. Dalam ketidakpastian dia menanti. Langkah Rio terdengar mendekat lagi. Menanti dengan jantung berdegup, Bintang mengabaikan desir kecil di hatinya.

"Owh..." Bintang mengucapkan itu saat dirasanya lehernya terasa dingin.

"Bukalah matamu." Nafas hangat Rio kini menerpa tengkuk dan telinganya.

Bintang membuka matanya secara perlahan.

"Menunduklah!" Suara parau Rio kembali terdengar.

"Owh..." Saat melihat Kalung dengan liontin Rubi berwarna hijau melingkar di lehernya. Tentu saja Bintang takjub.

"Just for you honey." Suara lembut itu kini menerpa seluruh sarafnya. Tangan Rio melingkar di perutnya. Membuat tubuh Bintang menggigil karena sentuhan itu.

"Kita memang belum saling mengenal. Jadi mengertilah tentangku. Aku juga pasti akan mengerti tentangmu. Kalau kamu terus meributkan siapa yang aku telepon setiap harinya. Aku rasa hidup kita sampai kapanpun tidak akan pernah tenang. Jadi maafkan kalau aku membuatmu resah. Tadi hanya seorang teman. Kamu tidak ingat kalau aku pernah sekolah di sini kan?"

Bintang menghela nafasnya. Benaekah tadi dia hanya berprasangka? Atau mungkin itu hanya karena dia belum begitu mengenal sosok Rio?

Rio membalikkan tubuhnya. Sehingga membuat Bintang kini berhadapan dengan pria tinggi itu.

"Aku ingin kamu percaya sama aku. Kalau kamu adalah istriku. Aku tidak akan melakukan apapun yang membuatmu terluka. Please."

Benarkah itu? Dibalik sikap manis Rio saat ini, tapi kenapa Bintang masih merasakan adanya kepahitan?

Bersambung

Heiyo maklum ya cerita author yang on going ini ada 3 atau 4 ya..ckckxk lupa sendiri..

Jadi up nya gak bisa tiap hari. Satu-satu ya...

Sabaaarr semua pasti di up kok.

H@NY@ S@TU BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang