Bab 15 - The Real Me

4K 353 20
                                    

"Kau bisa menunggu di ruang tengah, Gavin," Aileen mengusir Gavin untuk kesekian kalinya, tapi pria itu bergeming di tempatnya.

Sembari menunggu mi yang direbusnya matang, Aileen berbalik dan menatap Gavin yang menjulang di depannya.

"Kau membuatku tak bisa berkonsentrasi." Aileen menggunakan alasan yang pernah diberikan Gavin padanya.

Gavin tersenyum geli. "Kau juga melakukan ini padaku ketika aku memasak dulu."

Aileen mendesis kesal. "Aku baru tahu jika kau juga pendendam."

Aileen terpaksa melanjutkan memasak dengan Gavin di belakangnya, begitu dekat. Setiap kali Aileen bergerak untuk mengambil telur atau bahan lainnya, bahkan saat ia memotong sayuran, tangan atau lengannya akan bertabrakan dengan Gavin karena pria itu menyandarkan tangannya di dekat bahan-bahan memasak Aileen.

Meski begitu, karena tak ingin mengecewakan Gavin, Aileen melakukan yang terbaik untuk menyajikan mi instan yang tidak terlalu matang atau kurang matang. Karena ia tak bisa memasak bumbu untuk daging, ia hanya menggoreng daging seperti ia menggoreng telur, hanya menggunakan minyak yang sedikit di permukaan penggorengan. Ketika ia melompat mundur karena minyak yang memercik dari penggorengan, ia menabrak dada Gavin.

Saat Aileen hendak maju, tangan kiri Gavin memeluk pinggangnya, menahannya, lalu tangan kanannya melingkupi tangan kanan Aileen yang memegang spatula.

"Maaf, aku ..."

"Terima kasih," Gavin memotong kalimat Aileen, "karena sudah mau bersusah payah memasak untukku."

Aileen reflek tersenyum mendengarnya. Perlahan, tubuhnya terasa hangat dari ujung kepala sampai ujung kaki. Lalu, ia teringat kata-kata Gavin tentang suhu tubuhnya.

"Tubuhmu benar-benar hangat," Aileen berkata.

"Sebenarnya, saat ini aku merasa kepanasan," Gavin membalas.

Aileen mengerutkan kening. "Kau sakit?"

Gavin menggeleng. "Minyaknya."

Aileen mendengus geli. "Pergilah. Aku bisa membereskan ini sendiri," usir Aileen.

"Tapi aku suka seperti ini." Jawaban Gavin sukses menghangatkan hati Aileen.

***

Setelah acara masak yang panas dan mendebarkan, akhirnya Gavin bisa menikmati masakan Aileen. Dilihatnya Aileen tampak cemas saat Gavin memasukkan suapan pertama mi ke dalam mulut.

"Ini enak, Aileen, sungguh. Berhentilah khawatir aku akan memuntahkannya dan makan saja," kata Gavin.

Aileen tersenyum geli, mengangguk. Lalu, gadis itu mulai melahap makanan yang ia siapkan tadi. Melihat Aileen makan dengan lahap, Gavin semakin menikmati makan malamnya.

Usai makan malam, Gavin bahkan tak terkejut ketika Aileen sudah bersandar di sofa, nyaris rebah di sana, karena kekenyangan. Gavin mendekat pada Aileen, menyandarkan kepala gadis itu di bahunya.

"Kita benar-benar akan menginap di sini?" tanya Gavin.

Aileen mengangguk.

"Kau tidak takut berdua denganku semalaman di sini?" Gavin menoleh.

Aileen mendengus pelan. "Kita sudah pernah menghabiskan malam berdua di kamarku, dan tak ada yang terjadi."

Terima kasih pada pertahanan diri Gavin. Namun, Gavin menyadari, belakangan ia semakin kesulitan tentang itu. Setiap kali Aileen berada di dekatnya, ia tak bisa untuk tidak menyentuh gadis itu, memeluknya. Meski sampai saat ini, Gavin masih berhasil menahan keinginan untuk mencium bibir mungil Aileen.

Wolf in Love (End)Where stories live. Discover now