Bab 9 - Anger

4.7K 396 35
                                    

Setelah melewati malam tanpa tidur, akhirnya pagi itu Gavin bisa terbebas dari kamar Aileen dan kembali ke kamarnya. Tepatnya, setelah tim keamanan memastikan semalam tak ada seorang pun yang keluar-masuk kamar Aileen selain gadis itu. Dan Gavin.

Aileen masih tidur ketika Gavin mendapat telepon dari tim keamanan. Tanpa membangunkan Aileen, Gavin meninggalkan kamar gadis itu. Ia benar-benar harus menahan diri semalaman. Ia harus melawan keinginan gila tubuhnya sendiri.

Semalaman ia berusaha menahan kakinya agar tidak berjalan ke kamar tidur gadis itu. Semalaman ia berusaha untuk tidak memikirkan gadis itu lagi. Dan yang lebih parah, setelah insiden Aileen yang jatuh menimpa tubuhnya semalam, dan Gavin nyaris saja melakukan kesalahan gila yang jelas akan disesalinya, Aileen menambah parah itu dengan kata-kata terakhirnya sebelum masuk ke kamar tidur.

Kekasih Gavin? Apa yang dia lakukan dengan kekasihnya hingga membuat rambutnya seberantakan itu?

Detik itu, nyaris saja Gavin menarik Aileen dan menunjukkan pada Aileen apa yang langsung tergambar di benak Gavin karena kata-kata berbahayanya itu. Bahkan semalaman, entah berapa kali ia membayangkan kejadian itu dalam benaknya. Lebih tepatnya, ia tak bisa mengenyahkan bayangan itu dari kepalanya.

Dan jika pagi ini Gavin melihat wajah Aileen, ia takut ia benar-benar akan melakukan apa yang ada di dalam bayangannya itu. Kesalahan gila yang jelas akan disesalinya.

***

Ketika Aileen keluar dari kamar tidur, sofanya sudah kosong. Selimut yang digunakan Gavin sudah terlipat rapi di bawah bantal, di atas sofa. Aileen melihat ke beranda juga, tapi Gavin tak ada di sana. Dia benar-benar pergi.

Entah kenapa, Aileen mendadak merasakan kosong yang aneh di dadanya. Tidak. Justru Aileenlah yang aneh. Kenapa dia mulai merasakan hal-hal seperti itu? Gavin masalahnya. Ada apa dengan pria itu, hingga dia membuat Aileen merasa seaneh ini?

Omong-omong, apakah demamnya sudah turun? Dia tidak kabur karena takut Aileen akan memaksanya minum obat, kan?

Aileen tersenyum geli mengingat bagaimana Gavin berusaha begitu keras agar Aileen tak mengambil obat. Merasa perlu mengecek sendiri, Aileen nanti akan menemui pria itu. Dengan pikiran itu, ia masuk ke kamarnya dan mandi.

Ia berniat menjemput Gavin untuk sarapan bersamanya. Di tengah ia bersiap-siap, terdengar bel pintu kamarnya. Aileen mengecek penampilannya di kaca, memastikan rambutnya sudah rapi, sebelum ia bergegas pergi membuka pintu.

"Aku baru sa ..." Kalimat Aileen terhenti ketika sosok yang berdiri di depan pintunya bukanlah Gavin.

"Sepertinya kau sedang menunggu seseorang." Suara dingin Tante Miranti membuat Aileen mengernyit.

Tantenya marah.

"Kapan Tante tiba di kota ini?" tanya Aileen hati-hati.

"Baru saja. Setelah melewati perjalanan semalaman untuk menemuimu," balas tantenya.

"Apa yang Tante inginkan kali ini?" Aileen berusaha untuk tidak terdengar lemah.

Tantenya mendengus kasar, lalu mendorong Aileen menepi dan masuk ke kamarnya. Aileen menarik napas dalam, mempersiapkan diri, sebelum menutup pintu.

"Kemarin seseorang yang tak terduga menghubungiku," ucap tantenya.

"Siapa orang itu?" Aileen waspada.

"Valentino Ricardo dari Valen Group." Nama itu disebutkan tantenya.

"Tante mengenalnya?" Aileen menyipitkan mata.

Wolf in Love (End)Where stories live. Discover now