Bab 19 - The Risk of Falling in Love

4.1K 356 35
                                    

Minggu pagi itu, Selyn dan Eris yang semalam tidak ikut ke pondok menyusul bersama Arkiel. Anak itu sangat senang ketika dibawa ke hutan. Dia berlari ke sana-kemari seolah hutan adalah taman bermainnya. Adriel yang menemani Kiel bermain. Dugaan Kai, anak itu pasti mengajak Kiel adu lompat tinggi. Karena satu-satunya di kawanan mereka yang bisa dia kalahkan dalam hal melompat hanya Kiel.

"Tadi pagi aku tak melihat Aileen keluar dari kamarnya," Selyn memberitahu Gavin.

"Apa dia benar-benar sakit?" Gavin tak dapat menahan diri bertanya.

"Jika kau begitu khawatir, pergilah dan lihat sendiri," tandas Eris.

"Aku tidak akan melakukan itu," sengit Gavin.

Eris mengangkat alis. "Kenapa tidak? Bukankah kau khawatir padanya?"

"Dia tidak sekhawatir itu, Sayang," Kai menimpali. "Dia hanya jatuh cinta. Dia pikir itu akan mereda dengan sendirinya."

Eris melongo menatap Gavin. "Kau pasti tidak serius."

"Sangat serius," Kai berbaik hati membalas.

"Gavin, aku bicara denganmu." Eris mulai kesal.

"Aku mendengarkanmu, Eris," sahut Gavin jengah. "Aku hanya sedang berpikir."

Berpikir, yeah, sarkas Kai dalam kepalanya.

"Kau berpikir? Di saat seperti ini?" Eris mendengus tak percaya. "Kau hanya perlu berlari padanya dan ..."

"Dulu," Gavin memotong kalimat Eris, "ketika kau jatuh cinta pada Kai, apakah rasanya juga sesakit ini?"

Ketika Eris menatap Kai, ia hanya membalas dengan kedikan kecil. Mau bagaimana lagi? Gavin memang sedang aneh.

"Ya," jawab Eris.

Kai tak terlalu suka mendengarnya. Bahkan hingga saat ini, mengingat ia pernah menyakiti Eris seperti itu, Kai masih bisa marah pada dirinya sendiri.

"Syukurlah, Aileen tak harus merasakan sakit seperti ini," ucap Gavin kemudian.

"Kau meledekku?" Suara Eris meninggi.

Jika Eris tidak bereaksi, Kai pasti sudah meninju Gavin. Dia pikir Kai baik-baik saja ketika Eris harus merasakan sakit karena mencintainya?

Meski begitu, Kai masih berbaik hati membela Gavin, tahu dia sedang menjalani neraka yang pernah dirasakan Kai dulu. Dan Kai tahu betapa menyakitkannya itu.

"Sayang, sabarlah. Aku pun sejak semalam hanya bisa menahan diri. Dia sedang tidak bisa menggunakan akal sehatnya. Semalam dia nyaris mematahkan kaki kami semua karena kami salah bicara," Kai berkata.

"Oh, Gavin, astaga! Kau bukan anak remaja! Bagaimana bisa kau ..."

"Dia dua belas tahun lebih muda dariku," Gavin tiba-tiba berkata. "Itu juga akan menjadi pertimbangannya, kan?"

"Setidaknya hubungan kalian tidak melanggar hukum," Kai menyahut enteng. Gavin seketika menatapnya tajam. "Maaf," Kai mengalah.

Sebenarnya, Kai punya masalah sendiri. Semalam, karena semua orang sedang fokus dengan pikiran Gavin, tak ada yang menangkap pikirannya. Mereka mungkin ikut mendengar atau melihat, tapi mereka tidak akan terlalu memperhatikannya.

Gavin mungkin akan sangat marah jika ia tahu nanti. Walaupun Kai tetap harus mengatakannya suatu saat nanti. Namun, mengatakan tentang itu juga pada Gavin saat ini hanya akan membuat Gavin semakin mengamuk. Salah-salah, kaki Kai bisa benar-benar patah.

"Dia mungkin saja punya perasaan padamu," Xander tiba-tiba berkata. "Seperti Eris dulu. Kai juga tak tahu bagaimana perasaan Eris awalnya, kan?"

Gavin mendengus kasar. "Kalaupun dia sempat menyukaiku, sekarang pasti sudah tidak lagi. Dia benar-benar ketakutan. Dia bahkan tahu tentang aku yang berburu dan ..."

Wolf in Love (End)Where stories live. Discover now