[1] Bertemu Denganmu

5.7K 1.8K 2.6K
                                    

Aku ingin berterima kasih kepada Tuhan karena telah mempertemukan kita di tengah dunia yang dipenuhi oleh orang-orang asing.

Mobil merah membelah jalan raya dengan kecepatan tinggi, pekatnya gelap malam yang minim cahaya, kurangnya kendaraan melaju, membuat lelaki itu kian urak-urakan mengendarai mobilnya. Bulir bening mengalir deras menghujani wajahnya tanpa ampun. Deretan masalah yang membebani akal pikirnya, membuat ia lupa akan keselamatannya sendiri, bahkan mungkin tak lagi peduli.

"Ini 'kan yang kamu mau? Adik kamu sekarang udah meninggal, kamu enggak perlu lagi repot-repot antar jemput dia. Puas 'kan kamu?" geram seorang Ayah dengan nada tinggi.

"Papa enggak ngerti aku!" balas lelaki itu tak kalah sengit.

"Apa kamu juga udah coba ngertiin orang lain? Permintaan terakhir adiknya saja, enggak bisa dia sanggupi."

"Aku juga ngerasa bersalah, Pa," jeritnya, tak lagi mampu membendung bulir bening yang meluncur bebas menghangati pipinya yang memerah, menahan kesal pada dirinya sendiri. "Papa pikir aku baik-baik aja, ngelihat adik aku meninggal kecelakaan karena aku yang enggak mau anterin dia pulang dan lebih milih pergi main sama temen-temen. Papa pikir itu enggak berat buat aku? Aku nyesel setengah mati, Pa."

"Apa gunanya menyesal sekarang? Penyesalan kamu itu enggak bisa ngembaliin adik kamu lagi."

"Iya Pa. Aku tahu. Selama hidup pun aku enggak pernah berguna di mata Papa. Aku cuma pembawa masalah, Pa. Aku cuma pembawa sial di rumah ini. Aku tahu betul kok, Pa. Tapi Papa enggak usah cemas lagi. Ini bakal jadi yang terakhir kalinya kita ketemu, Pa. Aku bakal pergi," putusnya tanpa pikir panjang. Lekas-lekas ia memperlebar langkahnya, secepat mungkin meninggalkan rumah itu. Meninggalkan orang tuanya. Meninggalkan hatinya yang mungkin masih tertinggal di sana.

"Jangan pergi Nak! Papa kamu enggak serius ngomong kayak gitu," pekik Ibunya yang sejak tadi hanya bergeming menatap kosong, sesak menahan isak mengingat kepergian putrinya yang begitu tiba-tiba. Akhirnya ia angkat suara, tak sanggup jika hal sama akan terjadi lagi pada putranya.

Sejenak, langkah lelaki itu seketika terhenti. Rahangnya mengeras menahan bulir bening yang menumpuk di tepi matanya. Sekali lagi hatinya seakan tertinggal di sana, namun kakinya kembali melangkah untuk menuntunnya kian menjauh.

Lelaki itu bernama Surya, ia mengembuskan napasnya kasar, memukul setir di hadapannya. Sesak tertahan di dadanya kian menjadi-jadi, ia lampiaskan pada pedal gasnya yang terus menerus membuat kecepatan mobilnya semakin menggila tanpa sadar.

Tiba-tiba pandangannya terganggu pada sesosok wanita yang mendadak muncul tak jauh, hanya menyisakan sekitar beberapa meter saja dari hadapannya. Matanya membelalak panik. Cepat-cepat ia mengerem mobilnya yang tengah melaju dengan kecepatan tinggi itu. Tubuhnya terdorong keras ke depan. Mobilnya terhenti seketika. Matanya yang tadinya ia tutup kini perlahan-lahan terbuka menatap ke depan mencari-cari di mana keberadaan wanita tadi.

Tubuhnya seketika mematung. Mulutnya terbuka tanpa mampu mengeluarkan sepatahkatapun. Wanita itu, kini ia tergeletak lemas tak berdaya dengan darah segar mengalir dari pelipisnya.

Ya ampun, aku nabrak orang? Gimana nih? tanya Surya dalam hati. Pikirannya mendadak kosong. Tubuhnya lemas seketika. Ujung-ujung jemarinya bergetar hebat, ketakutan. Bagaimana jika orang yang ditabraknya sampai meninggal? Bagaimana jika nantinya ia akan berakhir hidup dalam jeruji besi? Memikirkannya saja seketika membuat bulu kuduknya begidik ngeri, apalagi jika sampai mengalaminya.

Setelah berpikir panjang, takut-takut Surya akhirnya memutuskan keluar dari mobilnya, kedua tangannya kemudian membopong wanita itu masuk ke dalam mobil. Perlahan, ia menginjak gas mobilnya dengan tujuan hanya satu, yaitu ke rumah sakit. Sesekali ia menengok ke belakang melihat keadaan wanita itu yang belum juga sadarkan diri, rasa cemas yang dalam terpancar jelas dari sorot matanya.

Knowing You [Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang