"dingin om ,,dingin " Ujar nya sambil menggigil membuatku merasa bersalah karena tidak bisa datang tepat waktu.

Aku berusaha membuat badannya hangat dengan memeluknya tapi tak berapa lama kesadaran Risa menghilang. Aku segera memanggil bi Imah untuk membatu menganti baju Risa yang basah yang sudah basah.

Sementara bi Imah mengurus Risa aku segera menelpon Zahra untuk datang, tapi saat aku hendak berjalan keluar tanpa sengaja kaki ku menginjak sebuah map aku mengambilnya dan melihatnya saat aky buka ternyata isi nya berupa laporan hasil nilai ujian yang berhasil membuat mataku terbelalak kaget sekaligus kagum dalam waktu bersamaan. Nyaris sempurna bagaimana tidak nilai matematika dan Bahasa Ingrrisnya 100 dan ini atas nama Diana Merisa.

Saat aku buka lagi ternyata ada beberapa lembar formulir pendaftaran masuk universitas. Aku mengernyitkan keningku saat melihat ada formulir dari sakah satu formulir dari Universitas yang ada di Singapore. Apakah Risa berniat kuliah di singapore ? Batinku saat kembali menutup mapnya. Aku harus mengamankannya dan akan membicarakannya nanti bersama Risa saat keadaannya sudah membaik.

"Mas nak Risa sudah bangun" Ujar bi Imah yang kini sudah berdiri tepat disampingku.

"Baik bi ,terimakasih ya" Ujarku yang dijawab sebuah anggukan oleh bi Imah.

Aku segera masuk dan mendapati Risa tengah berbaring dengan kompresan menempel di jidatnya. Wajahnya masih terlihat pucat bibirnya juga masih terlihat sedikit biru, badannya juga demam mungkin karena dia terlalu lama diam dikamar mandi.

"om aku takut om" Ujar nya dengan mata berkaca - kaca pertanda bahwa dia benar benar merasa takut.

Aku duduk disampingnya dan membawa tangannya kedalam genggamanku, hangat itulah yang aku rasakan. Aku manatap Risa tepat dimanik matanya.

"kamu sabar ,yang kuat,gimana kalau mulai sekaramg kamu tinggal di rumah om sama oma aja " Ujar ku saat mataku telah tepat menatap manik matanya. Aku berusaha membuatnya sabar dan kuat dengan memeluknya untuk menghilangkan rasa takut dalam dirinya .

" tapi om" Ujarnya yang aku yakin kelanjutan kalimatnya adalah sebuah penolakan.

Entah apa yang membuat Risa selalu ingin bertahan dirumah ini. Kebahagian ? Tidak mungkin. Kebahagiaan apa namanya jika dalam setiap hidupnya dia selalu merasakan ketakutan, kebahagian apa namanya saat orang tuanya sendiri bahkan malah menyiksanya.

"Risa mereka aja gak peduli sama kamu jadi kenapa kamu harus peduli sama mereka"
Ujar ku ya mungkin sedikit menyinggung perasaan hatinya , aku mengurai pelukanku dan kembali menatap matanya.

Aku bisa melihat tatapan terluka yang terpancar dari mata Risa. Mata beriris mata hitam itu terlihat sayu tidak ada sorotan mata yang terlihat dingin dan tajam seperti biasanya. Kini mata itu benar benar terlihat sayu seakan menunjukan bahwa pemilik matanya tengah sakit dan merasa lelah.

"Risa tidak pernah mendapat kasih sayang ayah dan bunda, Risa juga tidak pernah menghabiskan waktu libur bersama ayah dan bunda seperti teman teman Risa. Jika Rida tinggal dirumah setindaknya Risa selalu bisa melihat mereka mengetahui keadaan dan kesibukan mereka" Ujarnya dengan air mata yang sudah mengenang di pelupuk matanya dan saat Risa mengedipkan matanya satu tetes air mata itu jatuh membasahi pelipisnya.

"Om tahu, om mohon Risa, tolong tinggal lah dirumah om, kamu sayangkan sama om?" Tanyaku yang langsung dijawab sebauh anggukan kepala oleh Risa.

"Jika kamu sayang sama, ikutlah tinggal dirumah oma bersam om dan tante Zahra anggaplah kami berdua orang tua kamu mulai sekarang. Om mohon Sa jangan buat om selalu di hantui rasa khawatir" Ujarku yang kali ini terdengar sedikit bergetar.

Aku benar - benar tidak dapat membayangkan bagaimana jika berada dalam posisi Risa. Seharusnya kini dia tengah bermain main mengahabiskan masa remajanya dengan begitu menyenangkan tapi dia. Dia malah diperlakukan tak adil oleh kedua orang tuanya.

"Sekarang ayo kita kerumah sakit badan kamu tambah panas" Ujarku lagi saat mengecek keadaan tubuh Risa tapi demamnya tak kunjung turun.

Dia belum mengiyakan ajakan ku karena aku telah mengakihkan pembicaraan. Demam Risa memang belum kunjung turun sejak tadi aku berusaha mengajak nya pergi ke Rumah Sakit tapi dengan keras kepalanya dia tetap saja menolak.

"Engga aku gak mau om aku gak papa" Ujarnya berusaha dengan keras untuk menolak ajakan ku.

"tapi kamu demam sa" Ujarku sambil merendamkan saputangan yang sejak tadi menempel dikeningnya kemudian segera diletakan ditempat semula setelah diperas dahulu.

"aku gak mau om " Ujarnya sedikit terdengar lebih keras. Sekalipun keadaannya tengah sakit begini tapi kenaoa sikap keras kepalanya itu masih saja tetap ada.

"Risa kamu harus ke rumah sakit sayang "
Suara itu tiba - tiba terdengar dari arah belakang, aku yang tengah duduk membelakangi pintu menoleh bersamaan dengan Risa yang tengah berbaring dihadapanku dengan berbalut selimut sebatas lehernya.

"aku gak mau tan " Ujar Risa yang kini terdengar seperti rengekan.

Aku tidak tahu jurus apa yang Zahra berikan pada Risa hingga gadis dingin ini bisa begitu dekat dan manja kepadanya karena baik kepada ku ataupun kepada mama dia tidak pernah bersikap demikian. Tapi pada Zahra, pada istriku yang baru dikenalnya beberapa bulan lalu ?

"kenapa,paling Risa cuma nginep 2 hari " Ujar Zahra yang kini sudah berdiri didekat rajang Risa tepatnya disampingku kuku yang sedang duduk diatas sebuah kursi. Zahra berjongkok berusaha mensejajarkan tinggi badannya dengan Risa yang tenah berbaring, dengan penuh kasih sayang mengelus kepala Risa dan menatap Risa dengan penuh kelembutan.

"yaudah gimana kalau periksa doang gak usah nginep di Rumah Sakit aja kamu setuju?" tanya Zahra yang berkhasil di membuat Risa mengangguk.

Melihat persetujuan Risa aku merasa lega sitidaknya Risa mau diperiksa. Aku sudah benar benar khawatir dengan keadaannya yang sudah demam tinggi sejak tadi dan tidak kunjung turun juga.

"okey , Risa setuju" Ujarnya membuat aku dan Zahra tersenyum mengheskan nafas lega.

Akhirnya setelah persetujuan dari Risa aku segera membawanya menuju Rumah sakit.

#R22R05

CAHAYA CINTA Where stories live. Discover now