4. Ministro

15.7K 1.3K 98
                                    

”Kemuliaan paling besar bukanlah karena kita tidak pernah terpuruk, tapi karena kita selalu mampu bangkit setelah terjatuh.”

Oliver Goldsmith
(1730–1774)


Disebuah perkebunan anggur yang tampak damai dan tentram...

Plak!

"....."

"Ma-maafkan aku, aku tidak bermaksud...., " Cornelia menggigit bibirnya sendiri. Dia tidak bisa mengontrol emosinya dan dia telah menampar wajah indah bagaikan pahatan dewa Zeus, apa tuhan akan memotong tangannya?.

Cornelia menunduk ketakutan, pria itu sekarang tidak menoleh padanya dan Cornelia tidak berani menatapnya. Cornelia takut dia akan mengeluarkan isi perut Cornelia sekarang. Cornelia sudah terlalu melebihi batasnya, dia melakukan kesalahan besar sekarang.

Cornelia meringis pelan, ah wajah ayahnya terkenang dibenaknya. Entah bagaimana ekspresinya menyaksikan putrinya mati didalam menara mercusuar perkebunan anggur miliknya dengan seluruh isi tubuh keluar semua.

"Jangan bunuh aku dulu..."

Entah kenapa Cornelia berfikir pemuda ini bisa membunuhnya. Dia berhubungan dengan hal gelap diluar sana. Dia selalu saja terluka parah dan dari matanya Cornelia bisa melihat sesuatu yang kelam dan gelap.

Cornelia merasa tangannya gemetar saat pria itu memegang dagunya dan mendongakkannya memaksanya melihat mata hitamnya. Cornelia membuka matanya perlahan takut melihat wajah sempurna yang ada didepannya, dia akhirnya menyerah dan melihat.

Smile :)

Untuk kesekian kalinya Cornelia dibuat terpesona oleh wajah sempurnanya yang tengah tersenyum lebar pada Cornelia lebih tepatnya dia menyeringai.

"Takut honey?," dia melepaskan tangannya dari dagu Cornelia lalu bersandar santai sitembok sambil menghela nafas panjang.

"Kau tahu, aku tidak membiarkan seorangpun menyakitiku meskipun itu hanya sebuah tamparan tidak bermakna dan sebagai ganti rugi aku akan menghancurkan hidup mereka atau kalau ingin tahu aku  akan membunuh mereka tanpa mengenal ampun."

"Glek," Cornelia menelan air liurnya tanpa sadar.

"Jadi jangan kaget nanti kalau kau mengetahuinya suatu saat, karna aku tidak mau plester lukaku lari terbirit- birit," dia mengakhiri kalimatnya dengan senyuman, "tapi aku tidak akan membunuhmu karna kau sudah kuangkat menjadi plester lukaku yang permanen."

Cornelia mengerutkan keningnya, senyuman Si-Seksi-Manis-Tampan membuat rasa takutnya memudar.
"Aku plester luka?."

"Ya, selama aku terluka tidak ada yang mengobatiku dan dan tidak akan kubiarkan seorangpun melakukan itu tapi kau membuatku tidak berdaya," dia memberitahu sambil melihat keluka di kakinya. "Itu menunggumu," dia memberi isyarat.

Cornelia mengangguk lalu memulai dari membersihkan lukanya. "Peluru lagi kan?."

"Hmmm," dia menjawab dengan tidak niat. Sepertinya dia sudah mengeluarkan pelurunya.

"Sepertinya pelurunya menggores tulang ototmu, ini tidak bisa disembuhkan sekali dua kali, kau harus rutin merawatnya dan-"

"Itulah gunamu sebagai plester lukaku, jadi rawat dengan baik," kebiasaannya menyanggah omongan orang lain tidak berubah sama seperti pertama kali mereka bertemu.

Ngomong-ngomong soal pertemuan pertama mereka Cornelia jadi ingat tentang itu.

"Jadi itu bukan mimpi? Tapi... rasanya aneh..." Cornelia mengingat bagaimana dengan gubuk yang hilang dan keganjilan lain.

CORNELIA : Sweet Enemy [COMPLETE]Where stories live. Discover now