Kupandangi wajahnya yang mendongak ke arahku. Aku harus mengingat wajahnya agar aku tidak salah orang nanti. Kugerakan bibir seperti akan menciumnya. Tapi, tidak. Aku tidak akan benar-benar menciumnya.

Begini, aku suka melihatnya melakukan oral seks seperti itu. Aku suka kenikmatan yang ia berikan. Tapi mencium mulut yang sudah menelan sperma adalah hal paling menjijikan yang pernah kulihat, baik di film porno ataupun di dunia nyata. Jadi, aku akan memilih cara lain untuk berterima kasih. Kuelus saja kepalanya yang pirang sebelum bangkit dari tempatku berbaring.

Tanganku menggapai celana panjang hitam yang kulemparkan begitu saja ke lantai. Kaki telanjangku terasa dingin ketika berjalan menuju meja bar. Kemudian, seperti ada listrik yang menyetrumku tiba-tiba. Aku melihatnya.

Seorang gadis dengan gaun koktail merah jambu sederhana duduk gelisah di bar. Perempuan Latin yang sangat seksi. Rambutnya hitam panjang tergerai ikal.

Orang pasti menertawakan gaunnya yang tidak cocok untuk pesta ini. Persetan. Gaun itu fantastis. Dadanya besar dan menantang terbungkus sempurna membuatku tergoda untuk membukanya. Aku benar-benar penasaran.

Aku ingin sekali menemukan kata yang tepat untuk mendeskripsikan kecantikannya. Percayalah, kata apapun tidak akan cukup. Dia seperti bidadari bermata besar dan hitam. Bibirnya penuh berkilauan. Ya, ampun, aku benar-benar ingin memakan bibir itu sekarang juga!

Apa tadi aku baru saja mendapat pelayanan oral seks kelas atas? Sekarang lelakiku sudah bereaksi terhadap provokasi indah ini.

Gadis itu menggigit bibir bawahnya. Cemas, kurasa. Ia seperti ingin lari dari tempat ini. Kedua tangannya saling meremas dengan gelisah. Aku tahu, dia membutuhkanku.

"Apa yang membuatmu ingin lari?"

Gadis itu membelalak. Terkejut. Tidak. Kurasa bukan terkejut. Lebih tepatnya, paralyzed. Yah, kau tahu, siapa yang tidak tergiur dengan keindahan yang kupunya?

Ya, Tuhan, mata bulat itu seperti penuh dengan sihir!

"Kalau kau sendirian, aku akan menemani," ucapku dengan lembut setelah menghabiskan detik-detik yang diam.

Bibir gadis itu membuka sedikit seolah mengizinkanku mengintip ke dalamnya. Kalau memang itu yang dia inginkan, dia berhasil. Aku sudah bisa membayangkan bibir itu memberiku pelayanan istimewa.

"Aku menunggu temanku." Suaranya serak dan dalam. Matanya menyapu ruangan. Tidak fokus. Aku tahu dia salah tingkah. Dia ingin aku berpikir bahwa dia tidak menginginkanku.

Tidakkah kau lihat lehernya yang bagus berkali-kali memperlihatkan gerakan halus menelan ludah? Itu tanda perempuan sedang bergairah. Pemandangan apa lagi di sini yang bisa langsung membuat perempuan bergairah kalau bukan aku?

"Aku bisa menemanimu membunuh waktu?" Aku duduk di dekatnya. Dia berpaling. Matanya menghindariku.

Kenapa? Belum pernah ada satu gadis pun yang menolak menatap keindahan yang kutawarkan. Sudah kubilang, gadis ini takut kepadaku. Dia takut tertarik kepadaku.

"Dia menipuku. Dia bilang ini pesta koktail." Suaranya terdengar tajam. Dia mencari alasan. Aku menerima alasannya. Aku menerima apapun dari si cantik ini.

"Kalau begitu, kita bisa berterima kasih kepadanya nanti. Ada bagian lain di rumah ini yang pasti kau sukai."

Gadis cantikku menggeleng. "Satu-satunya tempat yang ingin kudatangi adalah kamarku sendiri."

"Kalau begitu, kita akan ke kamarmu sekarang juga," sambutku dengan antusias.

Gadis itu mendengus kesal, lalu menggeleng dengan keras. "Jangan pikir karena kaya dan memiliki segalanya, kau bisa memperlakukan orang lain semaumu, Mister Rockwood." Suaranya mendesis penuh dengan kekesalan, tapi efeknya begitu membekas. Seperti ada sebuah jarum tipis panjang yang ditusukan langsung ke lubang telingaku.

A Perfect Hollow (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang