2

21.6K 1.8K 34
                                    

Enam bulan sebelumnya

Perempuan berambut pirang itu mendesahkan rayuan provokatif saat lelaki di belakang tubuhnya menyusun bubuk kokain, memanjang dari punggung ke pantatnya yang bulat. Seperti seorang OCD yang membuat barisan rapi tipis bubuk putih. Tak lama kemudian, laki-laki itu menyesap semuanya dalam sekali hisap dengan lintingan uang kertas lewat hidungnya. Setelah itu, mulutnya melolong penuh kemenangan.

Semua orang di ruangan besar itu tertawa. Sebagian mengacungkan botol-botol minuman dan sebagian lagi mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi sambil berteriak keras mengalahkan dentum musik dari speaker raksasa, "Selamat ulang tahun!"

Laki-laki itu merasa dirinya seperti dewa yang diagungkan. Empat perempuan telanjang di kanan kirinya tertawa. Sebagian dari mereka sudah teler. Sama telernya dengan laki-laki itu.

Lihat, betapa tampannya laki-laki itu. Wajah tampannya menutupi otak yang kosong dan hati yang sakit. Laki-laki itu mayat hidup yang tidak memiliki jiwa. Dia menghabiskan malam ulang tahun ke tiga puluh dua dan ratusan malam lain untuk berpesta. Mengundang lusinan model majalah dewasa untuk berpesta dengan teman-teman yang tidak ia kenal.

Laki-laki itu aku, anak bungsu keluarga Rockwood yang otaknya sekecil kenari. Adam Rockwood.

Dulunya aku tidak begini. Aku laki-laki terhormat, berpesta sewajarnya, minum sewajarnya, meskipun hidup dengan gelimang kekayaan sejak belum dilahirkan.

Hingga kemudian kekecewaan merenggut akal sehatku. Perkara simpel. Perempuan.

Dulu aku tidak pernah menyentuh perempuan lain selain tunanganku, Regina-sundal-Lewis. Tapi ternyata sundal itu tidur dengan orang yang kupikir temanku, Jahanam Morrison. Empat tahun lalu, dua pengkhianat itu menghancurkan hidup yang kukira sudah tertata rapi.

Patah hati? Tidak! Apa yang kurasakan lebih kepada kekecewaan.

Harga diriku diinjak, diludahi, lalu disiram air keras. Bagaimana mungkin sundal itu memilih jahanam yang mengawali karirnya dengan menjilati bokongku? Nilai pengkhianat itu tidak lebih dari seper sepuluhku. Akulah yang banyak membantunya dan dia berani menggigit tanganku yang memberinya makan.

Sejak saat itu juga aku tidak lagi mempercayai perempuan. Perempuan adalah boneka hidup yang harus memuaskan apa mauku. Mereka tidak pernah bisa berterima kasih. Makhluk yang memanfaatkan keindahan yang dimilikinya untuk mencari keuntungan.

Aku tidak akan membiarkan perempuan manapun mengkhianatiku lagi.

Sialan! Aku benar-benar marah jika mengingatnya.

Gelitik rasa nikmat menyadarkanku. Seorang gadis pirang menghisap kemaluanku. Aku terkejut. Kepalaku serasa berputar, tapi apa boleh buat. Kubiarkan dia menyelesaikan apa yang dimulainya. Sementara aku sendiri menyiapkan diri untuk benar-benar sadar.

Suasana masih hingar bingar. Beberapa orang teler di sofa atau lantai. Beberapa lagi sibuk dengan seks mereka di tempat-tempat yang agak tersembunyi. Masih banyak yang menikmati musik sambil bergerak liar mengikuti efek kokain atau ganja.

"Oh, ya, Baby! Teruskan. Sedikit lagi." Tanganku menggenggam rambut pirang panjang agar bisa melihat gerakan mulutnya. Aku suka melihat lelakiku dipuaskan. Aku suka bagaimana perempuan melakukannya dengan segala cara.

Siapa dia tidak penting. Dia melakukannya dengan sukarela ketika aku memang membutuhkannya. Pelayanannya juga memuaskan.

"Oh, ya, Baby!"

Perempuan pirang itu mendapatkan apa yang diinginkannya. Dia membiarkanku menyembur ke dalam mulutnya. Dia menelan semuanya dengan rakus. Aku menelan ludah. Jijik.

A Perfect Hollow (Complete)Where stories live. Discover now