31. Pikiran Buruk

Start from the beginning
                                    

"Gue pulang ke rumah murni karna mama. Bukan karena lo apalagi ayah lo itu." Arga telah tersenyum miris dan masih menjaga nada bicaranya. Sepertinya dia tahu jika menaikkan suara hanya akan mengundang perhatian banyak pengunjung kafe ini.

Aku ikut berdiri saat Arga telah membawa tanganku dalam genggamannya. Tanpa seutuhnya menghabiskan makan siang kami, aku dan Arga telah menuju ke arah mobil Reno.
.
.

Arga dan Kak Nugi tengah berada di kamar orang tua mereka yang terletak di lantai atas rumah ini. Aku memilih menunggu di ruang tamu bersama Reno dan Tio yang juga telah bergabung. Mereka berdua tengah fokus menatap papan catur.

"Gimana, Ga? Mama kamu baik-baik aja, kan?" Aku segera berdiri dan berjalan ke arah Arga yang baru saja menuruni tangga rumahnya itu.

Arga mengangguk sambil mengusap rambutku.

"Maag nya kambuh karena gak makan dari kemarin. Tapi udah minum obat, kok."

"Syukurlah kalau gitu, aku pulang, ya. Udah sore." Aku berkata sambil berjalan menuju ruang tamu. Jam ditanganku telah menunjukkan pukul setengah empat sore dan aku juga hanya izin pada mama untuk makan siang bersama Arga.

"Pulang bareng gue aja, Nes." Reno bersuara sambil berjalan ke arahku membuat Tio mengambil kesempatan merubah posisi beberapa pion di papan hitam putih itu.

Aku tidak menjawab hanya melirik ke arah Arga yang tampak sedang menimbang-nimbang sesuatu.

"Lo fokus ke nyokap lo aja dulu, Nessa gue jamin aman. Lagian searah sama rumah gue."

Mendengar kalimat Reno jujur saja membuatku merasa tidak enak jika harus merepotkan Arga dengan mengantarku pulang.

"Ga, mama manggil." Suara Kak Nugi yang berdiri di pertengahan tangga membuatku benar-benar tidak seharusnya membuat fokus Arga pada mamanya hilang.

"Yo, lo antar Nessa, ya." Arga mengabaikan tawaran Reno dan lebih memilih percaya pada Tio.

"Mendung, bro. Yakin lo? Ntar cewek lo demam gue juga ikut sakit karena lo." Langit di luar memang sudah mulai bergemuruh dari tadi.

"Aku bisa pesan taksi." Aku baru saja ingin mengeluarkan smartphone ku namun Arga menahan tanganku.

"Yaudah, awas ya lo kalau berani macam-macam." Arga telah menatap tajam ke arah Reno.

"Santai, bro." Reno menepuk-nepuk pundak Arga.

.
.

Tidak ada yang bersuara selama perjalanan pulang menuju ke rumahku, baik aku dan Reno. Aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri.

Apa Bayu benar-benar ingin melakukan sesuatu pada Arga?

Entahlah, aku memang belum bisa memastikannya tapi pikiranku selalu saja mengaitkan Bayu dengan segala hal buruk yang akan menimpa keluarga Arga. Tapi jika benar, aku tidak begitu paham pula mengapa Bayu ingin merusak ketentraman hidup Arga. Lagipula jika dia membocorkan rahasia Om Fardan tidak menutup kemungkinan itu akan menjadi senjata yang turut membunuhnya hidup-hidup.

Seorang pejabat yang terseret kasus narkoba di negeri ini bisa menjadi headline selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan sampai keputusan penahanan telah dikeluarkan oleh hakim pengadilan, tentunya aparat kepolisian akan dituntut untuk mencegah hal ini kembali terulang maka bisa saja sindikat dari ayah Bayu dapat ditaklukan kali ini.

"Nes, kita udah sampe dari lima menit yang lalu." Tangan Reno yang menyentuh pundakku membuat aku kembali meraih kesadaranku.

"Eh udah sampe ternyata, makasih ya, Ren." Aku mulai melepas seatbelt.

Tuan Rasa [Completed]Where stories live. Discover now