24. Makan Malam

16.7K 1.5K 82
                                    

Malam ini aku hanya disibukkan dengan menatap layar smartphoneku sambil merebahkan diri di atas tempat tidur. Baru kali ini rasanya drama Korea menjadi tidak lebih menarik untukku jika dibandingkan dengan menatap layar tipis berwarna putih ini.

Aku kembali melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan belas lewat sepuluh menit.

Jadi ini yang dia bilang aku ngangenin?

Aku mengacak-ngacak rambutku sendiri, merasa bodoh terlalu berharap ditelpon secepat ini. Bisa saja Arga baru sampai di rumahnya,  kemacetan di jalanan Jakarta beberapa menit setelah dia meninggalkan rumahku bisa menjadi sangat luar biasa terlebih jika mengingat hari ini adalah hari di mana orang-orang akan menghabiskan waktu keluar dari rumah mereka dan bersukacita menyambut kedatangan malam Minggu.

Aku beralih ke luar kamar dan menuju ruang tengah. Menonton televisi bukan hal yang buruk selagi menunggu telpon dari Arga.

Rumahku memang sedang sepi-sepinya saat ini. Mama dan Papa sedang melakukan kegiatan rutin mereka di halaman belakang, mengobrol bersama sambil menikmati dua cangkir teh panas. Menjaga keharmonisan rumah tangga untuk bermalam Minggu di rumah adalah kebiasaan unik orang tuaku. Aku tidak ingin menganggu mereka dengan wajah kesalku saat ini. Sedangkan Bang Andra memang lebih tergila-gila menikmati malam Minggu di tempat bimbelnya. Aku tidak mengerti dengan saudara lelakiku satu-satunya itu, dimana pelajaran bisa begitu menarik untuknya.

Lantunan suara dari Brandi Carlile yang membawakan lagu Hearts Content terdengar menyaingi suara televisi di depanku ini.

Naruto is calling.....

Hah? Sejak kapan aku menamai kontak seseorang dengan nama Naruto seperti ini?

Aku mencoba mengingat-ngingat siapa kemungkinan yang menelponku saat ini.

Terlalu lama berpikir membuat nada dering itu berhenti berputar.

Tak berselang lama, getaran yang menandakan sebuah pesan masuk membuatku segera meraih smartphone di pangkuanku ini.

From: Naruto
Jangan buat gue ke rumah lo lagi, Ca.

Sebuah senyum muncul begitu saja di wajahku saat ini. Aku merasa sudah sangat lemah dalam hal berpikir, bagaimana bisa aku tidak kepikiran jika yang menamakan dirinya Naruto adalah satu-satunya laki-laki dengan tingkat kepercayaan diri melebihi gedung-gedung pencakar langit tertinggi sekalipun di dunia ini, Arga Fardan.

Detik selanjutnya tanpa menunggu balasanku Arga telah kembali menghubungiku.

"Hai."

Ini di luar dugaan, aku kira awalnya Arga akan mengawali pembicaraan via telpon ini dengan melakukan kebiasaan rutin beberapa menit dalam setiap harinya yaitu marah-marah.

"Hai."

Sejak kapan suara gue jadi lembut kaya gini?

"Lagi apa, hokage kedelapan?"

Suara Arga terdengar begitu canggung saat menanyakan 'lagi apa'.

"Lebay, lo. Sejak kapan Naruto nanya lagi apa?"

Ledekanku disambut tawa dari Arga. Sebelum digerebek oleh Mama dan Papa yang bisa saja masuk tiba-tiba ke ruang tengah ini, aku sudah bergegas menuju kamarku dengan kebahagiaan yang sudah meletup-letup di hatiku.

"Kenapa lo cuma nulis "Nessa" aja di kontak gue?"

"Ya gue kan gak lebay. Lagian tingkat kepedean gue masih di garis normal."

Tuan Rasa [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang