31. Pikiran Buruk

Mulai dari awal
                                    

"Jangan, Nes." Tiba-tiba saja suara yang tidak asing terdengar di telingaku dan selanjutnya menghentikan langkahku dengan menahan tanganku.

Suara Reno.

"Reno? Lo ngapain?" Aku berbisik pelan pada Reno yang masih mengenakan seragam sekolahnya yang dilengkapi sebuah jaket berwarna navy blue.

"Ada Bayu di depan. Lo ikut gue, Arga nunggu di gerbang belakang." Tanpa menunggu balasanku Reno telah menarik tanganku cukup kuat dan berjalan dengan cepat.

Pandangan curiga para murid kembali tertuju padaku apalagi jika bukan dikarenakan lelaki yang saat ini bersamaku. Sudah kubilang Reno sangat berpotensi menjadi laki-laki yang digilai oleh kaum Hawa.

Sebuah mobil berwarna merah telah terparkir tepat di depan gerbang belakang sekolah yang sepi ini.

"Mobil siapa?" Tanyaku bingung kepada Reno yang berada di sampingku ini, sambil berusaha melepas tanganku darinya ketika sedikit lagi mencapai gerbang itu.

"Astaghfirullah, khilaf Nes." Reno segera melepaskan tanganku ketika melihatku yang sudah kesusahan melepas diri. Dia berkata dengan nada penyesalan namun diikuti tawa. Dia memang aneh.

"Mobil gue, tuh pacar lo nunggu, masuk aja. Gue pulang bareng Tio. Dia butuh gue sekarang." Reno sudah mengiring langkahku lalu membuka pintu mobil mempersilahkanku masuk.

"Hai." Suara sapaan Arga menyambutku ketika pintu mobil terbuka.

Wajahnya cukup segar jika dibandingkan hari kemarin. Dia masih saja mempesona meski bekas pukulan di wajahnya masih belum benar-benar hilang.

"Kamu ngapain ikutan ke sini?" Aku melayangkan pertanyaan ketika telah duduk di kursi samping kemudi dengan pintu mobil yang sudah ditutup sempurna oleh Reno.

Arga membunyikan klakson yang disambut ancungan jempol dari tangan kanan Reno. Selanjutnya mobil ini melaju meninggalkan sekolah.

"Ga, aku nanya loh."

"Yah mau jemput aja, kebetulan feeling aku lagi gak enak jadi aku minta tolong Reno nemenin ke sekolah dan bener aja ada Bayu yang ternyata nunggu di depan sekolah, untung mobil Reno yang ini belum dikenalin platnya sama tuh anak."

Sepertinya Reno memang pencinta warna merah dari motor hingga mobil semuanya serba merah.

"Dia ngapain?" Suaraku mulai terdengar panik saat ini.

Aku selalu merasa was-was ketika nama Bayu disebut.

"Kayanya dia mau nyari tahu tentang aku di sekolah ini."

Benar saja perkataan Arga membuatku merinding. Hampir sembilan dari sepuluh orang di sekolah ini yang lantas akan menyangkutpautkan aku ketika membicarakan Arga.

"Tenang aja, ada aku. Dan aku pastiin dia gak bisa ganggu kamu." Arga sepertinya bisa membaca ketakutanku.

"Kita makan dulu, ya."

"Modus ya? Feeling gak enak atau emang mau ngajakin aku makan?" Sepertinya tingkat kepercayaan diri yang tinggi itu memang bisa menular dengan mudah, seperti aku saat ini.

"Nggak modus. Awalnya emang feeling aku gak enak tapi pas udah ngeliat kamu gini bawaanya mau diajak lari aja."

Emang aku apaan? Yang bisa dilariin gitu aja.

"Aneh, makan siang bareng pacar tapi pake mobil orang." Aku meledek Arga yang sepertinya santai saja menggunakan mobil Reno ini.

"Emang kamu mau naik motor aku yang lagi bonyok itu?" Arga tersenyum jahil ke arahku.

Tuan Rasa [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang