Chapter 16

1.7K 119 34
                                    


Gemiricik air hujan membuyarkan keheningan yang sedari tadi tengah melarutkan dunia seorang gadis cantik dan menarik paksanya kembali kedunia nyata.

"Hujan.." Desisnya melirik kearah luar jendela kamarnya. Sudut bibirnya tertarik keatas membentuk sebuah lengkungan indah sampai matanya. Dengan cepat ia berlari menuruni anak tangga lalu keluar dari rumahnya lantas menari-nari di bawah hujan.

" Aku si hujan yang selalu merindukan hujan, Aku si hujan yang selalu merindukan awan hitam, Aku si hujan yang merindukan gemuruh petir yang bersahutan, dan aku si hujan yang selalu merindukan pelangi setelah perginya hujan. Lantas, kemana pelangi itu sekarang? Bolehkah aku mencarinya walaupun hujan belum pergi? Bolehkan aku mengharapkan kedatangannya? Bolehkah aku menunggunya? Aku si hujan yang yang selalu menurunkan hujan dari diriku sendiri hanya untuk mengenyahkan rasa yang selalu mencekik batinku, aku si hujan yang selalu berteriak di bawah rinai hanya untuk membebaskan sesak di dadaku, aku si hujan yang lemah, yang tak akan datang jika si awan hitam tak mengundangku. Aku si hujan hanya ingin menumbuhkan kehangatan dari sebuah kedinginan. Dan aku si hujan, Membutuhkanmu sebagai awan hitam yang selalu mengundang kedatanganku."

Batinnya terus berkata beriringan dengan tangannya yang terentang dan kepala yang menengadah menghadap langit. Tak peduli betapapun rintik-rntik hujan menghantam wajahnya, Ia tetap tersenyum menikmati setiap tetesan hujan yang menjadi salah satu penenangnya.

"Aaaaaaaaaaaaaaa!!!" Teriaknya nyaring hampir tak terdengar karna teredam oleh suara hujan. "GUE RAINA DAN GUE HARUS LUPA SEMUANYAAAA!!!" lanjutnya berteriak.

Ia tersenyum, ada sedikit kelegaan didalam hatinya.

Tiga hari lamanya semenjak kedatangan Kevin kerumahnya, Ia tak pernah keluar rumah, lebih tepatnya keluar kamar. Yang ia lakukan hanya terdiam, merenungkan perasaannya, dan memikirkan siapa yang benar antara Kevin dan Lista.

Ratusan panggilan tak terjawab terlihat di layar ponselnya, ia hanya tersenyum masam lantas melempar ponsel itu asal. Raina melanjutkan kegiatannya mengeringkan rambutnya yang sempat basah karna hujan, ia menyukai hujan, ia mencintai hujan. Karna hanya dengan rintik hujan ia bisa tersenyum, dan karna hujan pula ia bisa sadar bahwa bukan hanya dirinya saja yang terjatuh.

***

Raina memijakkan kakinya lagi di sekolah yang selalu ia anggap fake ini. Kali ini, dia ingin kembali menjadi dirinya yang dulu. Menjadi Raina yang kejam, Raina yang kuat, dan Raina yang selalu bisa melakukan apa yang dilakukan orang lain.

Ia tersenyum sinis di akhir pikirannya, "Wey! Sini lo!" panggilnya kepada seorang cewek berkacamata yang baru saja melintas di depannya.

"Beliin makanan kesukaan gue di kantin. Nggak pake lama!" perintahnya. Namun cewek di depannya ini hanya menunduk diam, "Lo denger gak? Atau lo nggak tau makanan kesukaan gue?" tanyanya mengintimidasi.

Pasalnya, semua penghuni Midlight ia wajibkan harus mengetahui makanan kesukaannya, karna jika sewaktu-waktu ia menyuruh seseorang memesankannya makanan, ia tak perlu lagi menjelaskannya secara rinci. Si devill ini memang keterlaluan.

"A..aku tau kok kak, Roti bakar rasa coklan sama juice semangka." Sahut cewek itu tergagap.

Raina tersenyum puas,"Sekarang buruan beliin gue di kantin! Gue tunggu lima menit dari sekarang. Cari ke kelas gue kalo pesenannya udah siap!" perintahnya yang sontak di balas anggukan oleh cewek itu.

"RAINAAAAAA!!!!" Teriakan itu membuat telinganya mendengung. You know lah itu suara siapa.

"Anjing! Telinga gue!" gerutu Raina mengusap-usap telinganya. Yunita hanya menyengir kuda lalu menarik Raina menuju lorong kamar mandi.

Heart (If You Know) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang