Bagian 4

1.4K 62 0
                                    

Faya, Diandra, dan Tata duduk melingkari meja tamu. Sesekali mereka menyeruput minuman dingin yang tersedia di meja. Keripik yang tadi penuh pun sekarang tinggal seperempat toples.

Mereka masih tetap asyik dengan laptop dengan modem yang masih aktif. Faya tengah membuka berita-berita yang sedang hangat diperbincangkan masyarakat, khususnya tentang pemuda dan remaja.

“Guys, gue dapet berita nih. Ini kan anak sekolah kita itu,” ucap Faya sambil menghadapkan layar laptopnya ke arah Diandra dan Tata.

“Wuih, iya tuh. Dasar malu-maluin sekolah kita aja. Kenapa sih sekolah nggak pernah mengambil tindakan tegas kepada berandalan itu.”

Setelah itu mereka membaca berita yang tertera di layar.

"Ta, Di, gue mau cerita sesuatu nih. Dengerin baik-baik ya. Please, jangan kaget," kata Faya sambil membenarkan posisi duduknya, mendekat ke arah Diandra dan Tata, "Waktu hari pertama masuk sekolah, gue sempet ngelihat Rhea lagi minum obat. Nggak tahu itu obat apaan. Dan dia minum obat itu di lorong toilet belakang. Kan aneh?” cerita Faya sambil menutup laptopnya, “Dan sialnya gue kepergok waktu gue  ngelihatin dia. Tapi kayaknya dia nggak tahu.”

“Hah... mungkin nggak sih kalo itu narkoba. Ih serem deh. Oh iya tadi gue juga denger kabar kalo Rhea sama temen-temennya bolos sekolah,” kata Diandra.

Ucapan Diandra sontak membuat air muka Tata dan Faya berubah drastis. Mereka merasakan kengerian yang sedang Faya hadapi.

“Kenapa sih lo harus berurusan sama cowok itu. Dia bahaya banget tahu,” kata Tata ngeri.

“Yang pasti sekarang lo harus hati-hati sama dia dan temen-temennya. Oh iya kamu juga harus waspada sama orang-orang yang belum lo kenal. Rhea punya banyak kenalan orang-orang berandalan kaya dia. Bisa aja kan Rhea nyuruh teman-temanya buat...,” ucapan Diandra terpotong.

“Hust, ngaco,” bentak Tata.

Mereka pun kembali sibuk dengan tugas yang harus segera dikumpulkan besok pagi. Tanpa banyak bicara mereka mengetik di laptop masing-masing. Suasana hening sejenak. Hanya ada suara keyboard dan ketukan pulpen untuk mencari ide. Sedangkan Faya masih melihat ke arah layar laptopnya. Namun sesekali ia mengingat kejadian yang dia alami di sekolah.

Ia tak tahu harus percaya atau tidak, tapi itulah yang dia lihat di sekolahnya. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, Rhea sedang mengonsumsi obat-obatan itu.

“Fay, gue kebelet nih. Kamar mandinya ada di mana?”

“Lurus aja, Ndra. Deket dapur.”
Setelah memastikan Diandra ke tempat yang tepat, Faya kembali menatap layar laptopnya. Ia memandangi gambar yang diambil di artikel tadi. Kenakalan remaja.

“Udah lah Fay, jangan terlalu dipikirin,”

***

Pagi itu, ketika istirahat pertama, Citra Buana dihebohkan dengan penemuan grafiti di samping ruang perlengkapan. Semua siswa sudah memenuhi tempat itu sejak tadi pagi. Kali ini Pak Gie guru Matematika yang sekaligus menjadi waka kesiswaan turut menyelidiki siapa yang menjadi pelaku pembuatan grafiti itu.

Sebelum Faya meletakkan bukunya, Diandra dan Brigita lebih dulu menariknya dan sampai di tempat kejadian perkara. Faya mengamati grafiti itu. Ia terdiam cukup lama memandangi tulisan yang ada di tembok itu.

“Siapa yang telah berani menorehkan 'karyanya'  disini? Siapa yang mengijinkan untuk menggambar di sini?” amarah Pak Gie tak terbendung lagi.

Faya mengedarkan pandangannya ke semua orang yang ada ditempat itu. Ia tak sengaja menemukan tatapan yang sedang mengamati dirinya. Siapa lagi kalau bukan Rhea. Ia yakin dalang di balik kasus ini adalah Rhea.

Berandal Buana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang