Fifteenth

728 42 2
                                    

Namira POV

Raffa tidak seperti biasanya. Dan benar saja, aku mulai gelisah dengan perlakuannya tadi.

"Kenapa, Nam?" Tanya Wawan yang tengah mengemudi disampingku.

Aku menggeleng menjawab pertanyaannya. "Enggak, gue gapapa."

Wawan pun mulai mengangguk-anggukkan kepalanya sembari  terus menatap jalanan.

"Kemaren Raffa cerita ke gue." Ucapannya yang menggantung membuatku sangat penasaran.

"Cerita apa?" Aku berharap ceritanya itu berhubungan dengan penyebab Raffa menjadi dingin padaku.

"Kalo lo itu sepupunya dia. Emang bener, Nam?" Wawan mulai menoleh ke arahku. "Dari nama kalian emang udah tertera jelas, sih. Tapi gue kok masih nggak yakin, ya?"

Aku menyerit. "Maksud lo?"

Ia mulai membenarkan posisi duduknya. "Ya aneh aja gitu, tiba-tiba nongol jadi anak baru terus ngaku-ngaku jadi sodaranya primadona SMA Nusantara, hahaha."

"Ih lo kebiasaan, deh! Gue udah serius, juga!" Sebalku padanya. Yah, kalau serius memang bukan Wawan namanya.

"Haha, tadi muka lo keriting banget asli. Untung gue bisa lurusinnya," ujarnya lagi.

"Haah gue sebenernya emang lagi bingung aja sama sifat dia yang tiba-tiba jadi dingin gitu ke gue. Kira-kira dia kenapa ya, Wan?" tanyaku heran.

"Lah gimana gue mau tau, waktu gue mau nyamperin dia tadi, malah disuruh nganter lo. Ya terpaksa harus nungguin lo diparkiran dulu."

"Eh? Jadi ini sebenernya lo mau jengukin dia? Terus malah jadi nganter gue?"

"Yaiya, Maemunah," jawabnya sambil terkekeh.

"Sorry-sorry, mana gue nurut aja lagi. Duh, bego banget ya."

"Udah sans aja, gue turut prihatin ya sama kabar orang tua lo. Semoga bisa cepet ketemu dan selamat," ucapnya penuh rasa tulus.

Aku yang mendengarnya hanya tersenyum haru. Bahkan harusnya kalimat itu di ucapkan oleh Raffa. Ah, kesal sekali rasanya.

"Thanks, Wan. Makasih juga udah mau nganterin gue jauh-jauh ke bandara," kataku dengan genangan air mata yang hendak tumpah.

"Iya, sama-sama. Gue yakin orang tua lo pasti selamat, kok. Percaya sama gue."

Lagi dan lagi, kata-kata itu harusnya di ucapkan oleh orang yang saat ini sangat berharga untukku. Raffa Ardiansyah Wijaya.

*****

Setelah sampai, Wawan menurunkanku tepat di lobi bandara dan kemudia ia pun kembali melanjutkan perjalanannya menuju rumah sakit untuk menemui Raffa.

Jangan takut. Ayo, lo pasti bisa ngadepin ini walau sendirian!

Aku pun melangkahkan kaki berani untuk kembali bertanya mengenai kabar kedua orang tuaku di meja resepsionis. Dan ternyata aku tidak sendirian. Banyak keluarga korban yang juga berada di meja resepsionis dengan emosi yang berbeda-beda. Ada yang menangis tersedu, marah-marah hingga memukul meja, hingga ada juga yang jatuh pingsan.

Just Love Me, Don't Leave Me (COMPLETED) // Tahap RevisiWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu